Selasa, 13 Januari 2009

Menikah adalah keajaiban

Bagi saya, menikah adalah hal yang sangat kodrati. Menikah tidak dapat dimatematiskan. Jika ada orang yang mengatakan, "secara materi saya belum siap," berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah?
Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang papa. Banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum cukup, lah.... itu alasan yang palin mudah dijumpai. Dengan gaji sekarang aja saya hanya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau ada anak dan istri? Oya, saya juga belum punya rumah......
O-o.... Saudaraku, kalau kau menunggu gajimu cukup, maka kau tak akan pernah menikah. Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, Laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat Anda memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.
^^^
Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, itu yang pernah saya baca. Ada pula sabda Rasulullah, "Menikahlah, maka kau akan menjadi kaya." Namun saay saya dihadapkan pertanyaan 'menikah' pertama kali dalam hidup saya, saya sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacaba semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan- belum jawaban, apalagi bukti - bahkan seorang saya hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada mahluk-Nya yang ditakdirkan menjadi istri atau anak-anak saya.
Itulah keajaiban yang kesekian dari sebuah pernikahan. Saya menikah pada tahun 1999, saat umur saya 20 tahun. Saat itu saya bekerja sebagai buruh si sebuah perusahaan bakery tradisional. Tentu saja, saya sudah menulis saat itu kendati interval pemuatan di majalah sangat longgar. Kadang-kadang sebulan muncul satu tulisan, itu pun kadang dua bulan baru honornya dikirim.
Namun .... sebulan setelah saya menikah, tiga cerpen saya sekaligus dimuat di tiga media yang berbeda. Beberapa bulan berikutnya hampir selalu demikian, cerpen-cerpen saya sering menghiasi media massa. Interval pemuatan cerpen tersebut semakin merapat. Saat anak saya lahir, pada pekan yang sama, ada pemberitahuan dari sebuah majalah remaja bahwa mulai bulan tersebut, naskah fiksi saya dimuat secara berseri. Padahal, media tersebut terbit dua kali dalam sebulan. Ini berarti, dalam sebulan sudah ada dua cerpen yang terbit dan itu berarti, dalam sebulan sudah jelas ada dua cerpen yang terbit dan itu berarti dua kali saya menerima honor. ini baru serialnya. Belum dengan cerpen-cerpen yang juga secara saya kirim di luar serial.
Tunggu.... semua itu belum berhenti. saat anak saya semakin besar dan semakin banyak pernak-pernik yang harus saya penuhi untuknya, lagi-lagi ada keajaiban itu. Satu per satu buku saya terbitkan. Royalti pun mulai saya terima dalam jumlah yang... hoh-hah....! Subhanallah.
Entah, keajaiban apa lagi yang akan saya temui kemudian. Yang jelas, saat ini saya harus tetap berusaha meyakinkan diri saya... juga -- mungkin-- orang lain. Dengan begitu mudah-mudahan saya bisa melepaskan hak-hak tersebut yang melekat pada uang gaji ataupun royalti yang saya terima.
Ya Allah... mampukan saya.
^^^
________________________________________________________________________________________________________________________________________________

"Allah tidak menjadikan sesuatu dengan sia-sia"
Setiap peristiwa yang kita alami swelalu ada maksud di baliknya. Selalu ada hikmah kebaikan yang dapat kita petik, sepelik atau sekecil apa pun peristiwa itu.
Tapi masalahnya, tidak semua orang dapat "melihatnya". Lewat peristiwa itu Allah bermaksud mengajari kita tentang tentang sesuatu. Sesuatu yang akan membuat kita menjadi lebih dewasa dalam menjalani hari-hari. Lewat peristiwa suka dan duka itu pula Allah ingin melihat seberapa jauh ketergantungan kita pada Dia; seberapa jauh kita menjadikan Allah sebagai sandaran yang takkan pernah patah.

Tidak ada komentar: