Senin, 22 September 2008

Bertahan di Tengah Badai

Badai tak datang tiap hari.

Ia hanya datang sesekali saja dalam hidup, itulah badai persoalan. Memang begitulah kenyataan hidup yang kita alami. Kita pasti pernah mengalami cobaan hidup yang begitu berat terasakan. Kadang, buntu, tak tahu apakah cobaan berat itu dapat terselesaikan. Kemudian, setelahnya, kita baru menyadari hikmahnya ketika cobaan itu berlalu sudah. Dan, kita pasti mengenangkan kisah-kisah sedih hidup kita itu. Menjadi catatan sejarah tersendiri bagi diri dan kehidupan ini. Dari rangkaian hidup yang demikian, alangkah baiknya ketika kita mau berbagi pengalaman dengan orang lain. Siapa tahu bermanfaat bagi kehidupannya.

Saya membicarakan badai kehidupan ini karena teramat banyak kasus yang saya baca dan lihat baik di koran maupun televisi. Semakin banyak saja orang yang melakukan jalan pintas untuk bisa keluar dari persoalan yang dia hadapi. Jalan pintas yang tentunya tak sesuai dengan akal sehat dan norma agama yang diyakininya. Sungguh, kadang tak habis pikir dengan kenyataan yang demikian. Bunuh diri, adalah salah satunya.

Sebenarnya, kalau kita bisa jernih membaca keadaan, besar kecilnya persoalan itu tergantung dari cara pandangan kita. Dan, cara pandang kita ini terkait erat dengan keilmuwan dan wawasan kita. Nah, dalam hal ini, kita mesti punya frame (bingkai) dalam memandang setiap persoalan. Kalau tidak, kadang, memang kita sering salah dalam mensikapi berbagai badai persoalan yang datang.

Bagi kaum muslim, tentu sudah mengenal konsep yang sungguh indah.

Jika mendapat kenikmatan ia bersyukur

Jika sedang tertimpa musibah ia bersabar.

Subhanallah, konsep yang ideal sekali. Hanya saja, kadang kita, dan saya sendiri sering lupa dengan konsep tersebut. Lebih banyak lupanya untuk diterapkan dalam kehidupan keseharian kita. Makanya, tak heran jika kita masih saja sering salah dalam mengambil keputusan.

Kalau di antara kita ada yang sedang bahagia hari ini, bersyukurlah, Jangan biarkan kenikmatan itu dirasakan sendiri, berbagilah kenikmatan yang dirasakan bersama orang lain. Keluarga, sahabat, kaum du’afa, atau orang-orang tercinta.

Kemudian, bagi yang saat ini sedang merasa sedih, jengkel, kecewa atau sedang mengalami cobaat yang besar. Bersabar itu perlu sebagai awalan. Setelahnya, kita pelan-pelan mencari jalan keluar yang tepat. Tergesa-gesa mengambil keputusan bukan cara yang bijak karena selalu buruk pada akhirnya. Kita mungkin perlu merenung sejenak, apakah jalan keluar yang kita semai nantinya benar-benar sebuah jalan yang benar. Atau justru sebaliknya. Sekali lagi, frame yang akan berbicara. Jika ia seorang muslim, tentu merujuk pada kidah-kaidah agama yang ia pahami.

Kita mesti ingat, akan menjadi pahlawan atau pecundang.

Pahlawan adalah mereka yang cerdas memaknai masalah yang dihadapinya, justru dengan keadaan demikian, menjadikannya kreatif untuk menghasilkan suasana baru. Sebuah kondisi yang kadang akan membuatnya dikenang dalam sepanjang sejarah. Ini bisa juga berarti kesuksesan dan kejayaan dalam sepanjang hidupnya. Dan, pecundang adalah mereka yang selalu saja berkeluh kesah, menyalahkan takdir, atau justru menyalahkan orang lain sebagai penyebab dirinya begitu. Sekarang, silakan memilih.

Persoalan selalu ada. Besar kecilnya persoalan tergantung dari cara pandang kita. Datangnya persoalan bukan untuk disesali. Yang terpenting adalah sikap kita dalam mensikapi persoalan itu. Jika orang bisa bertahan di tengah badai. Kelak, kesuksesan dan kejayaan yang akan diraihnya, Percayalah!. Read More..

7 Faktor Kehancuran Keluarga

Di dalam rumah tangga selalu memiliki rintangan dan penyebab
kehancuran, dalam pandangan Psikofitrah ada 7 penyebab kehancuran
keluarga. Kehancuran keluarga ditengah masyarakat berarti juga
kehancuran satu bangsa sebab keluarga adalah cermin dari satu bangsa.

1. Akidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun,
magic dan sebangsanya. Bimbingan dukun dan sebangsanya bukan saja
membuat langkah hidup tidak rationil, tetapi juga bisa menyesatkan
pada bencana yang fatal.

2. Makanan yang tidak halalan thayyiba. Menurut hadis Nabi, sepotong
daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram, cenderung
mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al
haram ahaqqu ila an nar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil,
pakaian dan lain-lainnya.

3. Kemewahan. Menurut al Qur'an, kehancuran suatu bangsa dimulai
dengan kecenderungan hidup mewah, mutrafin (Q/17:16), sebaliknya
kesederhanaan akan menjadi benteng kebenaran. Keluarga yang memiliki
pola hidup mewah mudah terjerumus pada keserakahan dan perilaku
manyimpang yang ujungnya menghancurkan keindahan hidup berkeluarga.

4. Pergaulan yang tidak terjaga kesopanannya (dapat mendatangkan WIL
dan PIL). Oleh karena itu suami atau isteri harus menjauhi "berduaan"
dengan yang bukan muhrim, sebab meskipun pada mulanya tidak ada maksud
apa-apa atau bahkan bermaksud baik, tetapi suasana psikologis
"berduaan" akan dapat menggiring pada perselingkuhan.

5. Kebodohan. Kebodohan ada yang bersifat matematis, logis dan ada
juga kebodohan sosial. Pertimbangan hidup tidak selamanya matematis
dan logis, tetapi juga ada pertimbangan logika sosial dan matematika
sosial.

6. Akhlak yang rendah. Akhlak adalah keadaan batin yang menjadi
penggerak tingkah laku. Orang yang kualitas batinnya rendah mudah
terjerumus pada perilaku rendah yang sangat merugikan.

7. Jauh dari agama. Agama dalah tuntunan hidup. Orang yang mematuhi
agama meski tidak pandai, dijamin perjalanan hidupnya tidak menyimpang
terlalu jauh dari rel kebenaran. Orang yang jauh dari agama mudah
tertipu oleh sesuatu yang seakan-akan "menjanjikan" padahal palsu. Read More..

10 Jenis Siksaan Yang Menimpa Wanita Penghuni Neraka

Inilah sepuluh jenis siksaan yang menimpa wanita yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW ketika melalui peristiwa Israk dan Mikraj, inilah peristiwa yang membuat Rasulullah menangis setiap kali mengenangkannya.

Dalam perjalanan itu, antaranya Rasulullah SAW diperlihatkan (1) perempuan yang digantung dengan rambutnya, sementara itu otak di kepalanya mendidih. Mereka adalah perempuan yang tidak mau melindungi rambutnya agar tidak dilihat lelaki lain.

Siksaan lain yang diperlihatkan Rasulullah SAW ialah (2) perempuan yang digantung dengan lidahnya dan (3) tangannya dikeluarkan dari punggungnya dan (4) minyak panas dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang suka menyakiti hati suami dengan kata-katanya.

Rasulullah SAW juga melihat bagaimana (5) perempuan digantung buah dadanya dari arah punggung dan air pohon zakum dituang ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang menyusui anak orang lain tanpa keizinan suaminya.

Ada pula (6) perempuan diikat dua kakinya serta dua tangannya sampai ke ubun dan dibelit beberapa ular dan kala jengking. Mereka adalah perempuan yang mampu sholat dan berpuasa tetapi tidak mau mengerjakannya, tidak berwudhu dan tidak mau mandi junub. Mereka sering keluar rumah tanpa mendapat izin suaminya terlebih dulu dan tidak mandi yaitu tidak bersuci selepas habis haid dan nifas.

Selain itu, Rasulullah SAW melihat (7) perempuan yang makan daging tubuhnya sendiri sementara di bawahnya ada api yang menyala. Mereka adalah perempuan yang berhias untuk dilihat lelaki lain dan suka menceritakan aib orang lain.

Rasulullah SAW juga melihat (8) perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting neraka. Mereka adalah perempuan yang suka mencari perhatian orang lain agar melihat perhiasan dirinya.

Siksaan lain yang dilihat Rasulullah SAW ialah (9) perempuan yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya pula seperti keledai. Mereka adalah perempuan yang suka mengadu domba dan sangat suka berdusta.

Ada pula perempuan yang Rasulullah SAW lihat (10) bentuk rupanya seperti anjing dan beberapa ekor ular serta kala jengking masuk ke dalam mulutnya dan keluar melalui duburnya. Mereka adalah perempuan yang suka marah kepada suaminya dan memfitnah orang lain.

Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan wanita atau menempatkan wanita sebagai sumber dosa. Inilah keadaan seadanya yang sesuai riwayat yang ada. Read More..

10 KESALAHAN BESAR DALAM PERKAWINAN

Tak ada gading yang tak retak. Begitu kata pepatah untuk menggambarkan ketidaksempurnaan kita sebagai manusia yang kerap melakukan kesalahan. Meski begitu, kesalahan tetap bisa dihindari atau diperbaiki. Termasuk kesalahan-kesalahan yang kerap kita lakukan dalam perkawinan. Nah, berikut ini sejumlah kesalahan yang paling sering dilakukan pasangan dalam sebuah perkawinan yang tak jarang memberi dampak amat buruk yaitu perceraian. Karena itu, simak baik-baik dan sedapat mungkin hindarilah.

1.Kurang MenghormatiJangan menjelek-jelekan pasangan kepada teman-teman atau rekan kerja. Ingat, Anda dan suami/istri saling membutuhkan dan masing-masing juga harus tahu bahwa dirinya dihormati pasangan.
2. Tak Mengindahkan atau Mendengarkan Jangan memberikan perhatian lebih kepada komputer, teve, dan lainnya sementara pasangan sedang berada di sisi kita. Perhatikan pula bahasa tubuh pasangan karena dari situ kita juga bisa tahu, apa yang sebetulnya ia inginkan.
3. Kurang GairahPadamnya gairah, tak ada lagi kemesraan apalagi keintiman, merupakan tanda-tanda bahaya dari sebuah perkawinan. Jangan tunggu lebih lama lagi. Segeralah cari nasihat dari penasihat perkawinan atau dokter yang bisa membantu jika memang harus dilakukan pengobatan tertentu. Jangan biarkan pasangan Anda bertanya, mengapa Anda tidak tertarik (lagi) pada seks.
4. Selalu Harus Benar & MenangSikap selalu menggurui bahkan memerintah pasangan atau harus selalu menang di dalam setiap percakapan, juga merupakan bahaya besar yang mengancam kehidupan perkawinan. Jarang sekali ada orang yang bisa bertahan menyintai pasangan yang selalu mau menang sendiri, inginnya dituruti, tak boleh dibantah. Sesekali terimalah, bahwa ada kesalahan yangt telah Anda buat dan jangan selalu menjawab setiap pertanyaan yang sederhana dengan kalimat panjang dengan nada tinggi pula.
5. CerewetTerlalu banyak bicara juga amat menjengkelkan pasangan kita, lo. Lebih baik bertindak daripada cuma banyak bicara. Jika Anda mengatakan akan megerjakannya, kerjakanlah! Dan bila Anda tidak mau mengerjakannya, tinggalkan!
6. Sindiran MenyakitkanJika pasangan berbicara dengan gaya dan kalimat yang menyakitkan, coba pikirkan baik-baik, kemudian tenangkan hati dan jangan membantah atau balik menyerang. Cobalah mengerti, pasangan sedang tidak memiliki rasa humor atau tengah senssitif. Jika keadaan sudah tenang, ajak ia bicara baik-baik. Tak perlu balas menyindir atau melontarkan kata-lata menyakitkan karena masalah tak akan pernah selesai dengan cara seperti itu.
7. KetidakjujuranBerbohong dan mempunyai rahasia di dalam perkawinan hanya akan menciptakan jarak alias jurang pemisah dia antara Anda berdua. Awalilah kehidupan perkawinan dengan kejujuran dan niat tulus untuk tidak akan berbohong dan bersikap tak jujur pada belahan jiwa.
8. MenyebalkanJelas, suatu perilaku buruk yang terus saja dilakukan, akan membuat pasangan kesal dan sebal. Ingat, lo, kesabaran manusia ada batasnya. Jika Anda selalu mengritik segala tindakan pasangan, kelewat mencampuri urusannya sampai terkesan mendikte, tak pernah "absen" memberi komentar, jangan salahkan pasangan jika satu saat ia berpaling ke lain hati. Coba, deh, tempatkan diri di posisi dia. Pasti Anda pun akan melakukan hal sama. Jadi, berhentilah bersikap menyebalkan.
9. Egois & PelitGiliran belanja untuk keperluan sendiri, Anda tidak peduli berapa besarnya harus mengeluarkan uang namun begitu untuk keperluan pasangan, Anda tiba-tiba berubah menjadi seorang juru hitung yang amat handal. Kalau mengajak makan di restoran, Anda selalu memilih yang termurah atau bermuka masam ketika sanak keluarganya datang berkunjung ke rumah. Nah, tanggalkan sikap-sikap yang menjengkelkan seperti itu. Ingat, Anda dan pasangan adalah belahan jiwa yang saling memerlukan dan harusnya saling mengisi.
10. PemarahSetiap pasangan harus dapat menghadapi konflik dengan cara yang positif. Jika Anda memiliki sifat pemarah, mungkin Anda dapat memenangkan perselisihan yang terjadi namun pada akhirnya malah bisa mengakibatkan kehilangan semuanya. Anda tak mau hal itu terjadi, kan?

12 CARA MEMPERBAIKI PERKAWINAN

1. Bersikap jujur.
2. Saling mendorong cita-cita untuk mendapatkan keberhasilan bersama.
3. Saling menghormati.
4. Luangkanlah waktu bersama untuk saling membagi cita-cita.
5. Luangkan waktu untuk berdialog, berdiskusi dalam percakapan sehari-hari sebagai cara untuk meningkatkan dan memperbaiki komunikasi.
6. Tertawalah bersama-sama sekurang-kurangnya sehari sekali.
7. Selisih paham boleh-boleh saja, tapi lakukan dengan cara yang fair.
8. Bersedia untuk saling memaafkan.
9. Ingat, saling berbaik hati adalah suatu hadiah yang amat besar nilainya.
10. Saling berbagi keinginan sehari-hari.
11. Buatlah keputusan bersama mengenai keuangan, disiplin anak-anak, pekerjaan rumah, liburan, dan lainnya. Jangan putuskan segala sesuatu sendirian. Ingat, dua kepala lebih baik dari saru kepala!
12. Luangkanlah waktu untuk berdua saja agar rasa keintiman terus terjalin dengan baik dan makin kuat. Rencakanlah liburan atau bepergian berdua yang romantis. Read More..

Jangan Meminta Keadilan Allah

Beberapa kali aku pernah mendengar dalam forum pengajian Cahaya Ilahi, Syaikh Luqman mengatakan bahwa jangan meminta keadilan Allah serem soalnya. Iya ya... baru ngerti sekarang aku maksudnya. Menurut pemahamanku biasanya seseorang memohon keadilan Allah bila dalam kondisi merasa sedang dizholimi oleh pihak lain. Maka biasanya dia berdoa mohon keadilan Allah, tetapi setelah aku bayangkan jika misalnya aku sendiri yang berdoa seperti itu, wuih... bener serem banget. Seremnya itu karena kita mohon keadilan-Nya, sedangkan Allah itu benar-benar maha adil, maka misalnya saat itu juga keadilan Allah turun bisa-bisa aku sendiri yang terkena akibat doaku sendiri. Coba deh dianalisa, aku berdoa karena merasa dizholimi pihak lain dan mohon keadilan Allah, maka begitu keadilan Allah itu datang pasti kezholiman-kezholiman yang pernah aku lakukan juga diadili oleh Allah, serem engga ? Padahal sudah berapa kali dalam usiaku yang sekarang ini aku berbuat zholim ? Yang pertama pasti aku zholim terhadap diriku sendiri, dengan menyepelekan maksiat, kufur nikmat dan jauh dari thaat. Kezholiman berikutnya malah lebih banyak lagi, zholim pada orang tua, istri, anak, tetangga, teman, sahabat, rekan kerja, pimpinan dan yang lainnya, yang mungkin seluruh kadar kezholimanku jauh melebihi pihak-pihak yang aku anggap zholim terhadap diriku. Timbangan zholimku jauh lebih berat, ya terlempar aku ke dalam neraka-Nya. Nah !!! Yang berikutnya terkait masalah surga dan neraka, terutama bagi yang ke mana-mana kalo ibadah mesti membawa kalkulator untuk menghitung ibadahnya : tahajudnya sudah berapa juta rakaat, zakat-infaq-shodaqohnya sudah berapa triliun, khatam Qur’annya sudah berapa ribu kali dan sebagainya, ini malah lebih sueremmm lagi. Kok bisa ? Lha iya, dengan hitungan ibadah yang sudah dilakukan, biasanya seseorang selalu berharap mendapat balasan berupa surganya Allah. Padahal sebenarnya ibadah kita tidak mungkin bisa menyebabkan kita masuk surga (baca posting : Takkan teraih surga), kalau pun kita masuk surga sebenarnya hanya karena rahmat dan fadhalnya Allah saja bukan karena ibadah kita. Misalnya saja kita diberi usia 100 tahun dan sejak lahir sampai 100 tahun tersebut kita hanya melakukan ibadah terus, melakukan amal sholih terus tanpa sekalipun berbuat maksiat dan kemudian keadilan Allah turun. Ibadah kita yang seratus tahun itu ditimbang dan diperbandingkan dengan keabadian surga, maka tentu saja njomplang berat keabadian surga. Ibadah yang seratus tahun itu tidak ada artinya dalam timbangan keadilan Allah, maka terlempar kita ke dalam neraka-Nya. Nah lagi !!!Bagaimana ? Masih meminta keadilan Allah ? Read More..

Astagfirullah

Astaghfirullah Robbal baroya
Astaghfirullah minal khothoya

Hidup di dunia sebentar saja
Sekedar mampir sekejap mata
Jangan terpesona jangan terperdaya
Akhirat nanti tempat pulang kita
Akhirat nanti hidup sebenarnya

Barang siapa Allah tujuannya
Niscaya dunia akan melayaninya
Namun siapa dunia tujuannya
Niscaya letih dan pasti sengsara
Diperbudak dunia sampai akhir masa

Kasih sayang Allah Maha Mempesona
Betapa pun kita mengkhianati-Nya
Tiada terputus curahan nikmat-Nya
Selalu dinanti kembali pada-Nya
Selalu dinanti bertaubat pada-Nya

Allah melihat Allah mendengar
Segala sikap dan kata kita
Tiada nan luput satu pun jua
Allah takkan lupa selama-lamanya
Allah takkan lupa selama-lamanya

Ingatlah maut yang pasti menjemput
Putuskan nikmat dan cita-cita
Tiada tertolak tiada tercegah
Bila ajal tiba pun berakhir sudah
Bila waktu hidup berakhir sudah

Tubuh pun kaku terbungkus kafan
Tiada guna harta pangkat jabatan
Tinggallah ratapan dan penyesalan
Menanti peradilan yang menentukan
Menanti peradilan yang menentukan

Wahai sahabat cepatlah taubat
Karena ajal kian mendekat
Takutlah azab yang mengerikan
Siksa jahanam sepanjang zaman
Siksa jahanam sepanjang zaman

Allah pengampun penerima taubat
walaupun dosa sepenuh jagat
Wahai sahabat cepatlah taubat
Karena ajal kian mendekat
Karena ajal kian mendekat

Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) Read More..

Ayah.., Dengarkanlah!

Ayah sebagai kepala keluarga mendapat amanat dari Allah berupa anak. Terkadang, bahkan sering seorang ayah hanya mementingkan hal-hal yang bersifat keduniaan berupa kesenangan dan kebahagiaan anaknya di dunia saja. Ingatlah wahai ayah ..! apabila engkau menelantarkan akhirat mereka, berarti engkau telah mendzalimi mereka. Apa yang akan engkau katakan jika mereka mengadu kepada Rabb di akhirat kelak Wahai Rabb kami, ambil lah hak kami pada ayah kami yang zhalim ini. Dia telah menyebabkan kami tidak melakukan apa yang Engkau ridlai. Dialah yang telah mendidik kami tidak ubahnya binatang ternak yang hanya mementingkan dunia. Dialah yang mendatangkan berbagai hal yang mencelakakan kehidupan akhirat kami dan tidaklah ada satu kerusakan melainkan didatangkannya ke hadapan kami?


Di antara hal yang tidak diragukan lagi karena memang terjadi adalah bahwa setiap ayah mendambakan anak sebagai buah hati bisa sukses dan berhasil dalam pendidikan dan sekolahnya serta kehidupannya. Karenanya, ayah senantiasa berdo'a kepada Allah agar memberikan kemudahan dan keteguhan bagi anak tercinta. Ayah menjanjikan hadiah dan mengabulkan keinginan si buah hati jika lulus dalam ujian dan memberikan ancaman serta marah jika sampai gagal dalam ujian. Perasaan seperti ini memang merupakan fitrah manusia dan memang terjadi di antara kita.

Akan tetapi wahai Ayah yang penyayang, apakah perhatianmu kepada si buah hati berupa perhatian penuh terhadap sekolah, pendidikan, masa depan dan urusan dunianya itu -karena memang engkau sadar itu adalah kewajibanmu- sama seperti perhatianmu terhadap akhirat mereka? Apakah engkau benar-benar memikirkan dan mengkhawatirkan nasib mereka setelah mati seperti halnya perhatianmu akan kenyamanan dan kebahagiaan hidup mereka sewaktu di dunia? Inilah tanggung jawabmu wahai Ayah. Engkau curahkan semuanya untuk dunia yang fana sementara engkau abaikan akhirat yang kekal selamanya. Engkau sibuk memikirkan kehidupan mereka tapi engkau lupakan keadaan setelah matinya. Engkau bangun bagi mereka rumah dari tanah, batu dan bata di dunia tapi engkau haramkan mereka untuk mendapatkan rumah di akhirat yang indah bertatahkan intan permata.

Itulah keinginanmu! Itulah angan-anganmu! Semuanya tidak lebih dari agar anak-anakmu bisa jadi dokter, insinyur, pilot ataupun tentara. Ya Allah! Semuanya itu hanya cita-cita dunia…..! Engkau berusaha, bekerja membanting tulang dan bersungguh-sungguh hanya untuk dunianya… Mana usahamu untuk akhiratnya wahai Ayah……? Fenomena ini bukanlah sesuatu yang jarang terjadi, bahkan mayoritas manusia demikian adanya. Mereka begitu serius berusaha mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendidikan fisik anak-anaknya. Tetapi mereka menelantarkan pendidikan hatinya yang padahal dengannyalah anak-anaknya bisa hidup dan bahagia atau sebaliknya binasa dan sengsara. Inilah kenyataan!

Ayah! Mungkin engkau mengira bahwa ini hanyalah perkataan yang tiada beralasan. Tapi jika engkau ingin bukti maka simaklah wahai Ayah yang penyayang!

Bayangkan atau anggap anakmu terlambat mengikuti ujian di sekolahnya. Apakah yang engkau rasakan wahai Ayah? Bukankah engkau akan berlomba dengan waktu mengantarkan anakmu agar bisa mengikuti ujian meskipun terlambat? Bahkan sebelumnya, bukankah engkau akan rela untuk tidur setengah mata agar bisa membangunkan si buah hati supaya tidak terlambat? Bukankah engkau akan melakukan segalanya agar anak tercinta yang menjadi kebanggaanmu bisa ikut ujian tepat waktu? Saya yakin jawabannya adalah Ya. Bukankah engkau melakukan semua itu wahai Ayah? Akuilah!!

Sekarang, apakah perasaanmu itu sama atau akan muncul juga ketika anakmu terlambat shalat Shubuh? Apakah engkau akan berusaha agar anakmu shalat Shubuh tepat waktu? Saya hanya berprasangka baik bahwa engkau memang shalat Shubuh tepat waktu. Karena jika tidak, bagaimana mungkin engkau akan membangunkan anak-anakmu sementara engkau sendiri terlambat untuk itu?

Kemudian, bukankah engkau setiap hari senantiasa bertanya kepada anakmu tentang sekolahnya? Apa yang dipelajari, apa yang dilakukan, jawaban apa yang diberikan ketika ujian dan berharap jawaban itu benar? Tetapi, apakah setiap hari engkau bertanya juga tentang urusan agamanya? Apakah engkau bertanya sudahkah dia shalat? Dengan siapa dia duduk dan bergaul? Tidakkah engkau bertanya apa yang dia lakukan ketika tidak di rumah, ta'at atau maksiat?

Ayah, bukankah dadamu terasa sesak ketika tahu bahwa si buah hati salah dalam menjawab ujian? Bukankah engkau merasa terhimpit ketika tahu bahwa nilainya jauh di bawah sempurna bahkan rata-rata? Bukankah engkau merasa terpukul ketika tahu bahwa dia gagal dalam ujiannya? Akan tetapi, apakah dadamu juga terasa sesak, dadamu juga terasa terhimpit ketika tahu bahwa anakmu sangat minim dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya terlebih sunah-sunahnya? Tidakkah ini cukup menjadi bukti bahwa engkau lebih dan hanya memperhatikan dunianya dan mengabaikan akhiratnya?

Ayah, engkau mengira apabila anakmu tidak lulus ujian berarti kandas sudah cita-cita dan harapan yang ada. Engkau menyangka bahwa dalam hal itu tidak ada kesempata kedua terlebih ketiga. Ketahuilah wahai Ayah…, bahwa kegagalan yang hakiki…, kegagalan yang memang tidak ada lagi kesempatan kedua atau ketiga untuk memperbaiki, adalah masuknya mereka ke dalam neraka dengan api yang panas menyala-nyala. Tahukah engkau bahwa kegagalan yang hakiki adalah penyesalan dan kerugian yang disertai adzab yang pedih lagi menghinakan? Setelah ini akankah engkau masih beralasan bahwa kita sekarang hidup di dunia sehinga harus fokus memikirkannya? Kalau begitu kapankah engkau akan fokus memikirkan akhirat padahal di akhirat nanti tidak ada lagi amalan yang ada hanyalah pembalasan?

Sungguh wahai Ayah jikalau demikian adanya -kita berlindung kepada Allah darinya- maka tidaklah bermanfaat kesuksesan yang diraih di dunia. Tidaklah bermanfaat ijazah, harta, istana yang megah, kedudukan dan kekuasaan kalau ternyata catatan amal perbuatan diberikan dari arah kirinya. Kemudian mereka akan berteriak:
Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-sekali tidak memberikan manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaannku dariku. (Al-Haqqah: 25-29)

Ah…sungguh tidak bermanfaat kekuasaanku, ilmu duniaku, serta ijazahku. Semuanya telah hilang, semuanya lenyap…yang ada hanyalah kerugian dan kegagalan.

Tahukah engkau apakah kerugian itu? Tahukah engkau apakah kegagalan itu? Ya, di dunia kerugian dan kegagalan itu adalah jika anakmu tidak bisa menjadi dokter, atau insinyur atau pilot dan guru. Akan tetapi di akherat, yang ada hanyalah kebahagiaan atau kesengsaraan. Yang satu berarti surga yang lainnya berarti neraka. Akankah engkau rela membiarkan mereka mengalami kerugian dan kegagalan dalam arti kesengsaraan di dalam neraka?

Saya tidak katakan tinggalkan anak-anakmu! Saya tidak katakan biarkan mereka jangan diajari masalah dunia! Tidak, demi Allah, saya tidak katakan demikian. Saya hanya katakan bahwa akherat lebih utama dan ditekankan untuk diperhatikan, lebih serius untuk diusahakan dan lebih bersunguh-sungguh untuk beramal meraih kebahagiaannya.

Wahai Ayah…! Siapakah di antaramu yang begitu bersemangat bersungguh-sungguh mendatangkan seorang pendidik untuk mengajarkan kepada anaknya Al-Qur'an dan menerangkan As-Sunnah? Sungguh sedikit sekali yang telah berbuat demikian. Alangkah baik kiranya kalau mereka tidak memfasilitasi anak-anaknya dengan sarana kerusakan. Akan tetapi kita lihat justru mereka dengan jeleknya pemikiran dan kurangnya perhitungan malah mendatangkan kejelekan bagi anak-anaknya dengan memfasilitasi dengan kendaraan-kendaraan, sopir pribadi, pembantu (pelayan) serta memenuhi rumahnya dengan barang-barang dan hal-hal yang diharamkan yang melalaikan dari dzikrullah dan ta'at kepada-Nya.

Siapakah di antara kalian wahai Ayah yang memberikan hadiah pada anaknya apabila hafal satu juz dari Al-Qur'anul Karim atau beberapa hadits dari hadits Nabi saw ? Sungguh sangat sedikit sekali yang demikian ini. Kita mohon kepada Allah agar memberkahi yang sedikit ini. Kita lihat sebagian manusia, mereka menjanjikan pada anaknya apabila lulus ujian akan diajak pesiar menyusuri pantai yang indah atau wisata ke mancanegara, apakah Eropa atau Amerika, serta mereka menjanjikan dibelikan mobil agar bebas mengukur jalan. Namun adakah di antara meraka yang menjanjikannya untuk diajak umrah atau haji dan mengunjungi masjid Nabi saw?

Setelah semua itu, tahukah engkau wahai Ayah apakah buah dari hasil pendidikan seperti itu? Tahukah engkau apakah hasil dari pendidikan yang mengabaikan masalah akhirat tersebut? Hasilnya adalah Al-Qur'an berganti menjadi majalah, siwak berganti menjadi rokok dan lebih parah lagi mereka akan hidup tidak ubahnya binatang ternak. Tahukah engkau apa di antara yang membedakan kita dari binatang ternak? Kita diberikan fasilitas untuk mengerti bahwa dunia hanyalah sementara. Kita mengetahui bahwa ada kehidupan yang kekal selamanya. Maka selayaknyalah kita untuk berusaha menggapai kebahagiaan di sana. Tetapi apabila tidak demikian maka tidaklah beda dengan binatang bahkan lebih sesat karena kita diberi fasilitas sedangkan mereka tidak. Mereka seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179)

Di samping memperhatikan pekembangan fisik anak, kita juga harus memperhatikan pendidikan akal dan hati mereka. Kita harus memikirkan nasib mereka setelah matinya.

Langkah pertama untuk itu adalah kita perbaiki terlebih dahulu diri kita, karena dengan baiknya diri kita maka mereka akan ada di atas keteguhan dan kekokohan serta ada di dalam penjagaan Allah swt. Allah berfirman:Ayah mereka berdua adalah orang yang shalih (Al-Kahfi: 82)

Kedua, kita jadikan bimbingan dan pengajaran Islam sebagai tujuan. Tidak ada halangan untuk belajar dan mempelajari ilmu-ilmu dunia akan tetapi tidak sebesar perhatiannya terhadap akhirat. Allah berfirman:Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan nasib (bagian)mu dari (keni'matan) dunia. (Al-Qashash: 77)

Wahai Ayah! Maka takutlah engkau kepada Allah pada apa yang menjadi tanggunganmu karena engkau akan diminta pertanggujawabannya di hadapan Allah. Takutlah engkau kepada Allah bahwasanya Allah telah memberikan anak sebagai amanat kepadamu tapi engkau justru membukakan pintu-pintu kejelekan bagi mereka. Allah mengamanatimu tapi engkau malah menyibukkan mereka dengan film-film, sinetron-sinetron, perangkat-perangkat kekejian, majalah-majalah porno dan semisal dengan itu. Jika demikian adanya berarti engkau telah mengkhianati amanat yang dipikulkan kepadamu dan engkau telah menipu mereka yang menjadi tanggunganmu. Nabi saw bersabda:Tidaklah seseorang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya (tanggungannya) kemudian dia mati dalam keadaan menipu mereka, melainkan Allah haramkan baginya surga. (Bukhari Muslim)

Ayah….! Jika engkau memang sayang pada buah hatimu, tidak ingin menipu mereka dan juga tidak ingin mengkhianati amanat yang dipikulkan di pundakmu, maka kemarilah! Kemarilah untuk sama-sama menyimak wasiat Luqman kepada anaknya. Wasiat seorang ayah yang yang sangat menyayangi anaknya dan menebusnya dengan sangat mahal dan berharga. Tahukan engkau apakah dia mewasiatinya dengan dunia? Apakah dia mewasiatinya dengan intan permata dan segala perhiasan kemewahan lainnya? Tidak, bahkan dia mewasiati anaknya dengan apa yang akan menjadikannya ada dalam kehidupan yang baik. Kehidupan yang akan menyelamatkannya dari adzab Allah yang pedih. Sungguh Allah telah mengabadikannya dalam Al-Qur'an. Pernahkah engkau mendapatinya? Tahukah engkau apakah wasiatnya itu?

Adalah Luqman Al-Hakim dengan kasih sayang yang begitu besar kepada anaknya, dia berwasiat agar jangan berbuat syirik, yakni menyekutukan Allah swt. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, waktu dia memberikan nasihat kepadanya: 'Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah sebesar-besar kezhaliman. (Luqman: 13)
Ya… adakah kezhaliman yang lebih besar dari syirik? Itulah apa yang dikhawatirkan Luqman pada anaknya sehingga mewasiati agar jangan sampai terjatuh ke dalamnya. Adakah engkau pernah menyampaikan ini pada anakmu?

Kemudian, beliau dengan segenap kasih sayangnya menunjukkan pada anaknya apa yang akan menyelamatkan anaknya dari adzab Allah yaitu dengan menghadap kepada-Nya melalui shalat, memerintahkan yang ma'ruf serta mencegah dari yang munkar. Adakah engkau demikian wahai ayah? Saya berharap engkau sudah memenuhi semuanya sehingga hanya tinggal menyampaikannya kepada anakmu. Karena jika tenyata engkaupun belum demikian…maka ini adalah mushibah dari sebenar-benar mushibah, dan kita berlindung darinya.

Setelah itu, Luqman mewasiati anaknya agar berhias dengan akhlaq yang mulia yang akan mengangkat jiwanya dan akan tinggi derajatnya. Janganlah sombong dan menghina sesama. Sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suara dalam pembicaraan. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 19)

Inilah wahai Ayah, sejumlah wasiat dari ayah yang begitu sangat menyayangi dan mendambakan kebahagian bagi si buah hati. Pernahkah engkau menyampaikannya pada anakmu, sebagiannya atau bahkan seluruhnya..?!

Ada fenomena yang sangat kita sesali dan kita keluhkan semuanya kepada Allah, yakni sebagian ayah berusaha mematahkan semangat anaknya dan menghalangi kesungguhannya ketika melihat bahwa Allah telah memberikan hidayah kepadanya untuk mendalami dan mengamalkan ilmu agama. Bahkan di antara mereka ada yang sampai menghasut dan menakut-nakuti serta menebar was-was. Mereka mengatakan bahwa belajar agama hanya akan mengikat kebebasan jiwa. Mereka juga mencela dan juga memperolok-oloknya, sehingga tidak tahu lagi apakah yang dicela itu adalah orangnya atau agama yang dibawanya. Ketika didapati anaknya memanjangkan janggut maka dikatakan seperti kambing. Ketika anaknya berusaha mengenakan pakaian di atas mata kaki maka dikatakan takut cacing dan lain sebagainya. Maka apakah ini perlakuannmu terhadap apa yang menjadi amanatmu? Apakah ini yang engkau nasihatkan kepada mereka?

Takutlah engkau kepada Allah! Takutlah bahwasanya Allah sentiasa mengawasi bagaimana engkau mendidik mereka. Ajarilah mereka apa yang bermanfaat baginya dari urusan agama dan dunianya. Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya!(Al-An'am:32)

Ayah….! Engkau telah menyiapkan anakmu untuk menghadapi ujian dunia. Maka takutlah kepada Allah dan ketahuilah olehmu serta beritahukanlah kepada anak-anakmu bahwa barang dagangan Allah (surga) jauh lebih berharga dan lebih mahal dari perhiasan dunia. Dan ajarkanlah serta beritahukanlah mereka bahwa kesuksesan yang hakiki ada pada membatasi diri pada apa yang Allah ridlai. Beritahukanlah kepada mereka dan ketahui olehmu juga bahwa kebahagiaan yang hakiki ada pada taqwa dan ta'at kepada Allah.

Serta ketahuilah olehmu bahwa kaki seorang hamba tidak akan bergeser sejengkalpun dari posisinya pada hari kiamat dan akan diadukan kezhalimannya oleh orang yang pernah dizhaliminya. Anak akan senang bisa mendapatkan ayahnya untuk mengadukan kezhaliman yang pernah dilakukannya, demikian juga istrinya. Pada hari kiamat nanti anak-anak akan membantah dan menyalahkan ayah-ayah mereka dengan berkata: Wahai Rabb kami, ambil lah hak kami pada ayah kami yang zhalim ini. Dia telah menyebabkan kami tidak melakukan apa yang Engkau ridlai. Dialah yang telah mendidik kami tidak ubahnya binatang ternak. Dialah yang mendatangkan berbagai hal yang membinasakan dan tidaklah ada satu kerusakan melainkan didatangkannya ke hadapan kami. Maka apakah yang nanti akan engkau katakan untuk menjawab semuanya itu wahai Ayah yang penyayang, yang begitu sayangnya sehingga menjerumuskan anaknya pada kebinasaan? Bahkan pada akhirnya nanti sama-sama ada dalam kebinasaan.
Yaitu pada hari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu'araa': 88-89)

Maka di manakah hartamu? Di manakah anak yang engkau banggakan itu? Mereka justru menyalahkanmu dan menyeretmu untuk ikut merasakan panas neraka karena engkaulah yang punya andil besar untuk itu.
Kita berlindung kepada Allah dari semua itu dan memohon agar Allah menunjukkan kita kepada kebaikan dan memberikan kekuatan dan kemudahan untuk menempuhnya serta dimatikan di atasnya, serta kita memohon kepada-Nya agar menyelamatkan kita, keluarga serta anak keturunan kita dari adzab-Nya yang pedih. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Terakhir wahai Ayah! Bertaqwalah engkau kepada Allah. Takutlah Engkau kepada-Nya pada apa yang engkau lakukan untuk anakmu. Perbaikilah pendidikan mereka! Jagalah mereka dari segala kerusakan dan kealpaan dalam segala kebaikan. Lakukanlah sejak sekarang selama mereka masih ada di hadapan kalian. Selama kalian masih bisa bersungguh-sungguh mengusahakan. Lakukanlah segera sebelum kalian hanya bisa melakukan celaan dan penyesalan yaitu pada hari dimana tidak akan bermanfaat lagi celaan dan penyesalan. Dan Allah lah tempat kita meminta perlidungan dan pertolongan.

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); di sisi Allah lah pahala yang besar. (At-Thagaabun: 15)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6) Read More..

Bunda, Mari Mengamati Buah Hati Kita

Sepanjang hidup anak berkembang dan berubah, seiring itu pulalah sebaiknya sang ibu tetap mengamati dan mencoba mengenal anaknya.

Siapakah anak kita? Bayi mungil yang ditimang ibu dan ayah saat pertama kali?
Sembilan bulan sepuluh hari seorang ibu membawa bayinya dalam kandungan, secara naluri seorang ibu ia sudah mengenalinya. Betapapun ia belum pernah melihatnya, namun perasaan saling mengenal sudah tertanam di antara ibu dan anak.

Sejak dalam kandungan, sang ibu sudah dapat membedakan apakah anak yang ini terbilang gesit karena banyak geraknya di dalam kandungan, atau tergolong tenang. Sepanjang kehamilan, sebagian ibu menyempatkan diri berdialog dengan jabang bayinya lewat usapan lembut di kulit perutnya, dan kadang ada “jawabannya” dari dalam berupa tendangan halus atau terasa sang jabang bayi bergerak.


Inilah yang menyebabkan orang tidak boleh meremehkan naluri seorang ibu terhadap anaknya, sebab hubungan batin sudah terjalin lewat komunikasi aktif bahkan sejak masih dalam kandungan. Ini juga yang menyebabkan anak yang tidak dikehendaki (unwanted child) seringkali berkembang menjadi pribadi bermasalah, karena sejak masih dalam kandungan iapun sudah merasa tidak diterima, lewat cara bagaimana sang ibu memperlakukan kandungannya sendiri.


Selanjutnya, perkenalan pertama itupun terjadilah. Pandangan pertama ini segera menguatkan rasa cinta yang mendalam dan sang ibu mulai mengamati wajah buah hatinya. Seperti siapakah dia? Demikian pertanyaan yang paling pertama muncul. Laki-laki atau perempuan? Cantikkah? Gantengkah?


Seorang sholihah yang pandai bersyukur tak akan berlama-lama mempersoalkan penampilan fisik, rupa maupun jenis kelamin. Ibu sholihat segera mengisi hatinya dengan rasa syukur dan segera menerima buah hatinya dengan hati lapang. Sebaliknya, seorang ibu yang kurang pandai bersyukur mungkin menyesali bahwa bayinya lahir dengan jenis kelamin yang tidak diharapkannya. Atau merasa kecewa karena anaknya tidak mirip dirinya, atau kecewa dengan cacat-cacat fisik lain, dan lain sebagainya.


Ibu sholihat kelak akan lebih mudah melakukan pengamatan dan pengenalan yang benar terhadap anaknya. Sedang ibu yang kurang bersyukur justru akan mengalami hambatan dalam mengenali anaknya. Kekecewaan dirinya akan menjadi sekat pengamatan. Ia memandang anaknya tidak dengan obyektif karena sudah dilandasi rasa kecewa tadi. Semakin besar kekecewaannya, semakin sulit ia menemukan kebaikan atau kelebihan anaknya. Dapat dibayangkan, anak seperti ini sejak lahir sudah mempunyai beban yang berat dalam perjalanan hidup selanjutnya.

Tahun-tahun pertama bersama, jika si anak beruntung, ia akan mendapatkan kasih sayang yang cukup. Ini akan membuatnya tumbuh kembang dengan sehat dan optimal. Semakin pandai sang ibu mengasuhnya, semakin optimal bakatnya berkembang dan akan semakin cemerlanglah dia. Tidak ada bakat yang jelek yang akan membawa seseorang kepada takdir keburukan. Allah Maha Adil.

Sejumlah sifat bawaan hanya membawa kemungkinan yang masih perlu diformat lagi oleh faktor pengalaman hidup anak tersebut. Jika sang anak kurang beruntung, ia akan tumbuh kembang dalam lingkungan yang merugikan dirinya. Semakin buruk perlakuan yang diterimanya, akan berinteraksi dengan bakat bawaannya menjadi sifat-sifat buruk dan lemah.

Lima tahun pertama hidupnya merupakan masa-masa penting. Umumnya di usia ini anak masih tergantung pada ibu. Oleh karena itu, ibu-lah yang paling dominan dalam membentuk karakter dasar seseorang. Tidaklah heran jika para ibu menjadi target perusakan oleh musuh.

Tragedi Bosnia salah satu contoh ekstrimnya. Pemerkosaan massal atas kaum wanita suatu bangsa sama juga dengan menghancurkan karakter seluruh bangsa selama beberapa generasi.


Ibu sholihat akan memanfaatkan golden age ini sebaik-baiknya. Sahabat Ali Ra menganjurkan agar dalam tujuh tahun pertama anak dibesarkan dengan penuh permainan, karena selain cara itulah yang paling cocok dengan perkembangan otaknya, juga agar anak mengawali tahun-tahun pertamanya dengan kegembiraan, bukan kesedihan atau beban kewajiban. Pribadi yang gembira lebih berpotensi menjadi pribadi yang kuat.

Coba amati anak kita, apakah ia sudah tampak sebagai anak yang ceria? Jika tampak belum cukup ceria, atau bahkan tampak agak menarik diri, segeralah amati dengan teliti. Semoga bukan karena ada kelainan perkembangan atau cacat fisik yang belum diketahui. Jika penyebabnya sudah diketahui, maka coba pelajari bagaimana mengatasinya, jika perlu, carilah bantuan profesional.

Sebagian besar kelainan anak diketahui pertama kali oleh pengamatan jeli sang ibu. Semakin jeli seorang ibu mengamati anak, semakin cepat cacat atau kelemahan anak diketahui dan Insya Allah akan semakin mudah pula ditangani sejak dini.


Tahun-tahun berlalu kemudian buah hati kita mulai mengenal otoritas lain, yaitu guru. Kini sebagian waktunya ia lewatkan bersama orang lain. Ibu yang bijaksana akan membangun hubungan baik dengan guru anaknya, sehingga pendidikan rumah dan sekolah tetap bersambung. Jika tidak, anak akan mengalami kebingunan karena adanya perbedaan-perbedaan pendapat antara orangtua dan guru berbeda.

Ibu bijaksana juga akan aktif bertanya dan memberi masukan kepada guru tetang perkembangan anaknya. Ia tak akan kehilangan kesempatan mengamati anaknya meskipun ia tidak lagi selalu bersama anaknya.

Tahapan pengamatan dan pengenalan terakhir yang akan dilalui bersama antara ibu dan anak adalah memasuki usia dewasa. Diawali dengan masa transisi yang disebut remaja.


Di masa ini, ibu dan anak seringkali kehilangan pola komunikasi yang selama ini sudah terbentuk dengan baik. Ini karena sifat dari tahapan itu sendiri. Tahapan remaja adalah tahapan gejolak, di mana banyak perubahan besar terjadi.

Perubahan terbesar adalah perubahan status antara kanak-kanak menjadi dewasa. Masa ini diakui sebagai masa sulit bagi ibu dan dan anak yang bahkan sebelumnya cukup harmonis. Bagi yang sebelumnya sudah tidak harmonis. Sedangkan bagi hubungan yang sebelumnya sudah terputus, maka masa ini menjadi masa yang mengokohkan keterpisahan antara orangtua dengan anaknya.


Jika itu semua sudah dilalui dengan sukses, Insya Allah seorang bunda akandengan mudah mengenali siapa anaknya, dan juga berarti akan mampu mendidik anaknya dengan baik. Wallahu a’lam (SAN) Read More..

Kamis, 18 September 2008

JANJI PADA IBU

Pautan dua cinta yang terikat kuat antara ibu dan anak sepertinya takan pernah putus. Tetapi kekokohannya bukan tidak mungkin usang dan kendur. Dan selalu anak yang mengendurkan tali kasih itu. Ibu, rasanya terlalu mulia untuk dituduh mengusangkan kekokohan pautan cinta suci yang berakar di hatinya. Ibu tidak pernah mengumbar janji untuk menyayangi anaknya. Derai air mata dan cucuran peluhnya jauh lebih nyaring mengatakan "sayang" ketimbang janji manis atau bahkan omelannya ketika si anak berulah. Baginya cinta dan sayang selalu ada untuk anak-anaknya, hingga ia tak perlu lagi janji, karena janji hanya untuk sesuatu yang belum tersedia. Tetapi terkadang janji adalah suara sehari-hari yang sampai ke telinga seorang ibu dari mulut anak-anaknya. Dan sering kali janji itu jauh lebih memekakan telinga daripada menjernihkan mata karena melihat bukti dari janji-janji itu. Ada sebuah fragmen yang cukup menarik,Dikisahkan pada suatu ketika seorang anak yang merasa sudah cukup sukses berucap janji kepada orang tua yang tinggal satu-satunya; ibu yang sangat disayanginya. "Ibu, kalau sudah punya cukup uang saya ingin sekali mengongkosi ibu naik haji." Ibunya tersenyum. Dari ujung matanya kristal-kristal bening meleleh. Didekapnya buah hati yang memiliki niat baik itu. Tanpa suara. Hanya dadanya yang bergemuruh memikul haru yang begitu besar. Bayangan masa-masa kecil anaknya yang menyimpan banyak kenangan manis lalu pun hadir. Disusul bayangan kerinduan yang sangat untuk berziarah ke baitullah. Dalam hatinya ia berucap, "Semoga niat sucimu terkabul, sayang." Dan sebuah kecupan mendarat di dahi puterinya yang cantik itu. Waktu pun berlari menyisakan hitungan hari, hingga pada suatu saat keberuntungan berpihak pada puteri cantik pemilik niat baik itu. Bersama suami dan anak-anaknya ia kembali ke tanah air dari tugas dinas suaminya. Tentu di kantong keluarga kecil itu telah terkumpul cukup uang. Hal ini dipahami oleh sang ibu. Seketika hatinya berbunga menyambut kepulangan anak, mantu, dan cucunya. Namun meski demikian, pantang bagi si ibu untuk mengungkit janji yang pernah diucapkan puterinya tentang naik haji itu. Ia tak ingin selaksa amalnya terkotori oleh sedikit pun pamrih. Namun, puterinya yang cantik itu seperti lupa dengan janji yang diucapkannya. Seminggu, sebulan, dua bulan, dalam hati, seorang bunda menunggu-nunggu anaknya yang mungkin akan memberikan buku ONH (Ongkos Naik Haji) atas namanya dan suaminya. Waktu pun berlalu tanpa suara, seperti tak berani janji kapan peristiwa itu akan terjadi. Hingga tibalah suatu hari, hati seorang bunda pecah dalam diam ketika anaknya itu membeli sebidang tanah seharga tiga kali ongkos haji untuk dibuat kolam ikan dan tempat peristirahatan keluarga kecilnya bila pulang ke desa. Tak tahu sebesar apa gemuruh yang bergelombang di dada ibu, hanya dia yang tau, karena ia tetap tersenyum di depan semua anaknya. Tak terkecuali di depan puterinya yang cantik itu. Ia tak pernah menagih janji anaknya, bahkan sekedar mengungkit pun tidak. Tapi, entah isyarat apa ketika ikan-ikan di kolam anaknya tak pernah menghasilkan keuntungan. Rumah peristirahatannya pun menjadi hanya sebatas rumah kosong yang tidak banyak memberi manfaat. Lalu, entah isyarat apa ketika anak-anak yang lain yang ikut menggunakan uang anak perempuan ibu itu untuk berbagai usaha, tak satu pun dari mereka yang sukses. Alih-alih, sebuah kesalah-pahaman keluarga terjadi meretakan keharmonisan keluarga ibu yang diingkari janji itu. Entah isyarat apa. Apakah itu akibat sakit hati ibu karena anaknya sendiri telah mengingkari janji untuknya? Hanya "mungkin" jawabannya. Karena senyum ibu tidak pernah berubah untuk semua anaknya; do'a ibu tidak pernah berganti untuk semua buah hatinya, selalu untuk kebaikan; dan pangkuan serta pelukannya selalu terbuka untuk seluruh belahan jiwanya. Tapi apakah seorang ibu tidak bisa sakit hati? itu juga pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Karena ibu juga manusia biasa, tapi sangat luar biasa jasanya. Terlalu mahal semua jasanya untuk ditukar dengan janji-janji kosong. Mungkin kekebalan hati seorang ibu telah mampu menyembunyikan sepedih apapun sakit hatinya, namun Allah tetaplah Dzat yang Maha Adil yang telah mentakdirkan Rasul-Nya bersabda: "Keridhoan Allah ada dalam keridhoan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada dalam kemurkaan Allah." Mungkin lautan kasih sayang ibu terlalu dalam untuk sekedar menenggelamkan sebesar apapun kesalahan anak-anaknya hingga tak muncul kepermukaan. Tetapi sebagai anaknya, kita harus memahami sifat manusiawi ibu kita, bahwa beliau juga punya hati yang sakit jika tergores. Dan yang pasti Allah adalah Dzat yang Maha Adil, dan tidak pernah lupa dengan janji-janji yang tertuang dalam ajaran-ajaran Rasul-Nya. Jadi, berhati-hatilah memelihara janji yang pernah diucapkan di hadapan bunda. Sahabat, sayangi ibumu, ibumu, ibumu! Read More..

Ibunda Mengapa Engkau Menangis


Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada
ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu
adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi.
Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak
akan pernah mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu
menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?"Sang
ayah menjawab, "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan".
Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.
Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-
tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah,
mengapa wanita mudah sekali menangis?"Dalam mimpinya, Tuhan
menjawab,"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat
utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan
isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk
menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, danmengeluarkan
bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali
menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang
menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau
letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai
semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun.
Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai
hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada
bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan
memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-
masa sulit, dan enjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang
rusuklah yang melindungi setiap hati dan
jantung agar tak terkoyak?Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan
kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah
yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula,
kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling
melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat
mencurahkanperasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita,
agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan
yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air
mata kehidupan".

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup
Read More..

Berbicara Kepada Anak-anak


Anda mungkin tahu rasanya, bagaimana berkomunikasi dengan anak-anak.Terlebih lagi, anak-anak sendiri. Berbicara kepada anak-anak, sebetulnya menyenangkan walau kadang-kadangmengesalkan. Untuk itu, diperlukan kehati-hatian, mengingat pekanya perasaanmereka, mengingat masih sedikit dan sempitnya wawasan mereka, dan masihpolosnya cara berpikir mereka. Di sela semua "kelemahan" itu, ada satu kekuatan terbesar yang dimilikihanya di saat tertentu dalam hidup setiap manusia. Kekuatan yang dimilikihanya di saat manusia masih menjadi anak-anak, yaitu daya ingat dan dayacerna yang luar biasa pesat dan hebatnya. Berhati-hatilah. Berhati-hatilah jika Anda bermasalah di kantor. Jangan sampai kekesalan Andatertumpah pada diri dan perasaan mereka. Apapun yang buruk dari mereka, akanberasal dari perkataan Anda sebagai orang tua. Berhati-hatilah jika Anda bermasalah dengan pasangan atau keluarga Anda.Jangan sampai kemarahan Anda terlampiaskan pada perasaan dan jiwa yang masihbenar-benar apa adanya. Apapun yang buruk dari mereka, akan berasal dariperkataan Anda sebagai orang tua. Berhati-hatilah jika jalan hidup Anda tidak sesempurna yang Anda minta.Jangan sampai kekecewaan Anda menerpa pada hati dan pikiran suci mereka.Sebab Anda akan menciptakan anak-anak yang penuh cacat dan cela di dalamjiwanya. Apapun yang buruk dari mereka, akan berasal dari perkataan Andasebagai orang tua. Berikut ini adalah tips dari seorang konsultan komunikasi yang mendalamipersoalan komunikasi antar pribadi, termasuk berkomunikasi dengan anak-anak. *TERSENYUMLAH DENGAN TULUS PADA MEREKA* Smile! And mean it! Lebih dari 50% komunikasi Anda, dilakukan dengan bahasatubuh termasuk ekspresi wajah. Saat berbicara kepada anak-anak, persentaseitu akan bertambah. Sebab bahasa tubuhlah yang lebih mereka pahami,ketimbang bahasa intelektual Anda sebagai orang dewasa. *JANGANLAH MERENDAHKAN MEREKA* Janganlah berbicara dengan merendahkan mereka. Adalah baik untuk mengetahuiterlebih dahulu, seberapa jauh pemahaman mereka tentang suatu topik.Snorklinglah sebelum diving. *GUNAKANLAH ALAT PERAGA* Gunakan sesuatu yang anak-anak dapat melihat, mendengar dan menyentuhnya.Gunakanlah alat peraga secukupnya. Tidak perlu kebanyakan dan bertaburan.Anda tahu bagaimana anak-anak. Dengan alat peraga, mereka akan lebih mudahmengingat berbagai hal. *SEDERHANAKANLAH BICARA ANDA* Anak-anak akan cepat lelah dengan deskripsi yang terlalu detil, dan denganteori serta konsep. Gunakanlah cerita, untuk mendemostrasikan informasi yangakan Anda sampaikan. Buatlah proses itu menjadi fun. *BERTANYALAH PADA MEREKA* Pertanyaan akan membuat anak-anak berpikir dan terlibat. Menjawabpertanyaan, bertanya, mengutarakan pendapat, dan melakukan evaluasi, adalahlebih menyenangkan bagi mereka dalam memahami berbagai fakta. *ANTUSIASLAH DI HADAPAN MEREKA* Jadilah antusias dan enerjik. Ini akan membuat Anda dan mereka tetap terjagadan tertarik pada topik. *PAKAILAH KACAMATA MEREKA* Anak-anak melihat berbagai hal dengan cara pandang yang berbeda. Merekamelihatnya dengan kacamata mereka, bukan kacamata Anda. Concern, prioritasdan sistem nilai mereka, juga berbeda. Temukanlah apa yang penting bagimereka, sebelum berbicara. Doronglah mereka untuk meminta penjelasan, jikamereka tidak memahami apa yang Anda katakan. *MEREKA TIDAK PEDULI ANDA SEBAGAI PEMBICARA* Mereka, tidak peduli apakah Anda seorang pembicara yang hebat atau tidak.Apa yang mereka inginkan, hanyalah kejujuran, antusiasme, dan respek. JikaAnda melakukan kesalahan berbicara atau lupa akan sesuatu, tak perlukhawatir. Anak-anak itu menyenangkan, sebab mereka tak akan menghakimi Anda.Teruskan saja bicara Anda. *JUJURLAH PADA MEREKA* Jika Anda tidak tahu jawaban dari pertanyaan mereka, jujur saja. Tak usahAnda karang-karang jawabannya. Anak-anak, biasanya mengetahui jika Andangibul. Bilang saja nanti akan Anda cari jawabannya. Dan ingatlah, merekaakan menagihnya. *LIBATKANLAH MEREKA* Libatkanlah mereka. Jika ada bagian dari bicara Anda di mana mereka bisatampil ke depan, melakukan penghitungan, atau membicarakan sesuatu, berikankesempatan itu pada mereka. *JIKA MEREKA HARUS DUDUK DAN DIAM: TEKNIK ABC* Ada saat atau sesi tertentu di mana anak-anak memang diharapkan hanya dudukdan mendengarkan. Untuk sesi seperti ini, Anda hanya perlu melakukanbeberapa penyesuaian. *A: Attention Span* Attention span atau rentang perhatian, adalah faktor yang membedakankemampuan mendengar, antara anak-anak dan orang dewasa. Setelah dewasa, Andatelah bisa mengembangkan kemampuan untuk lebih fokus dan lebih lama bertahanmendengarkan sesuatu. Anak-anak belum bisa sejauh itu. Perhatikanlah acara bagus untuk anak-anak di televisi. Semuanyadipecah-pecah ke dalam berbagai segmen yang pendek-pendek. Dibuat sepertiitu, agar anak-anak tetap duduk dan mendengarkan. Jika anak-anak terlibat dalam suatu aktivitas yang tidak dipilihnya sendiri,mereka akan lebih enggan mendengarkan. Prediksilah secara realistis, berapalama mereka akan tetap fokus. *B: Break it Up* Jika Anda berbicara pada sekelompok anak-anak, pecahlah mereka menjadikelompok-kelompok kecil. Jika bicara Anda akan panjang atau menyangkutbeberapa isu sekaligus, pecahlah bahan bicara Anda menjadi potongan-potonganyang sederhana dan mudah dicerna. *C: Children are Still Children* Seberapa pun besarnya energi dan antusiasme Anda, mereka tak akan pernahmelihatnya dari perspektif Anda. Selogis apapun pernyataan Anda, mereka takakan pernah melihatnya seperti Anda melihatnya. Cobalah untuk memasuki sudutpandang mereka, kemudian bertanyalan WIIFM (What's In It For Me?). Sebab,mereka juga punya yang namanya minat dan ketertarikan pada sesuatu. *KESIMPULAN* Sebagian besar dari kita, adalah orang-orang dewasa yang tak sempurna,manusia-manusia yang penuh dengan cacat dan cela. Sebagian besarnya,disebabkan oleh kata dan bicara para orang tua kita. Kita masih bisamerasakan bekas dan carut-marutnya. Itulah luka lama kita, yang kecilkemungkinan bisa hilang selamanya. Kita tidak akan menyalahkan para orang tua. Sebab mereka hanya berjalansesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan, sejalan dengan impian danharapan, seiring dengan wawasan dan kemampuan. Begitulah yang telah terjadi,dan kita sudah tidak bisa apa-apa lagi, kecuali membangun masa depan. Apa yang terpenting, adalah menciptakan masa depan yang lebih baik dan makinbaik. Masa depan dari anak-anak kita. Kita tak ingin mereka sama tak sempurnanya dengan kita. Kita ingin merekalebih baik dari kita. Kita tak ingin semua cacat dan cela menggores lagi,seperti yang terjadi pada diri kita sendiri. Kita tak ingin semua itu datangdan datang lagi. Oleh sebab itu, janganlah kita ulangi kembali. Anak-anak tetaplah anak-anak. Orang dewasa mestinya makin dewasa.
Read More..