Jumat, 19 November 2010

Tanda-tanda hamba Allah swt yang beriman


Rasulullah brsabda diantra tanda2 hamba yg beriman:1."wajhun tholiq" wajah yg bersih & murah snyum,2."Lisanun layyinun" bicaranya jujur, santun & tampak rendh hatinya,3."Yadun syahiyyun" murah hati, belas kasih, sgt dermawn & mmudahkn urusn,4."Qolbun wasiun" lapang dada & baik sangka, jauh dr sifat buruk hati , sombong, dengki, bngga diri dsb. Smoga Allah hiasi diriku & smua sahabat Fbku dg kmuliaan akhlak ini. Read More..

Kamis, 11 November 2010

Meraih Keutamaan Tanpa Melupakan Kewajiban



Ada beberapa perkara yang sisi lahiriahnya adalah keutamaan, sedangkan si ‘batiniah’-nya adalah kewajiban: (1) membaca Alquran adalah keutamaan, mengamalkan isinya adalah kewajiban; (2) bergaul dengan orang-orang shalih adalah keutamaan, sementara meneladani keshalihan mereka adalah kewajiban; (3) ziarah kubur adalah keutamaan, sementara mempersiapkan bekal (dengan memperbanyak amal-amal shalih) sebelum masuk ke alam kubur adalah kewajiban. Demikian menurut Sayidina Utsman bin Affan ra dalam suatu riwayat, sebagaimana dikutip Imam an-Nawawi dalam sebuah kitabnya.

Melalui pesan Utsman di atas setidaknya kita memahami: Pertama, penting membaca Alquran, tetapi lebih penting lagi mengamalkan isinya; penting untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih, namun lebih penting lagi meneladani keshalihan mereka; penting untuk melakukan ziarah kubur, tetapi lebih penting lagi adalah mempersiapkan amal shalih untuk bekal di alam kubur.

Alasannya jelas. Bagaimanapun kewajiban harus lebih didahulukan daripada keutamaan. Sebab, tentu tak ada keutamaan jika yang wajib ditinggalkan, meski yang sunnah dikerjakan. Bagi seorang Muslim, membaca Alquran, misalnya, adalah sunnah dan keutamaan. Namun, jika isi Alquran yang ia baca tak diamalkan, tentu membacanya tidak lagi menjadi keutamaan bagi dirinya; sekadar menjadi ‘hiasan’, tetapi tak mendatangkan manfaat atau keberkahan. Sebab, bukankah Alquran Allah turun agar dijadikan pedoman, bukan sekadar dijadikan bacaan? Allah SWT bahkan telah mencela orang-orang yang mengabaikan isi Alquran (Lihat: QS al-Furqan [25]: 30). Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufassir dikategorikan sebagai tindakan mengabaikan Alquran. Di antaranya adalah tidak mengamalkan serta mematuhi perintah dan larangannya (Ibn Katsir, I/1335); tidak mau berhukum dengannya (Wahbah Zuhaili, IXX/61).

Saat ini banyak Muslim yang sering mengutamakan hal-hal yang sunnah, seraya mengabaikan perkara-perkara yang wajib. Mereka lebih menomorsatukan hal-hal yang sesungguhnya hanya merupakan keutamaan, sementara mereka menomorduakan hal-hal yang sesungguhnya merupakan kewajiban.

Mungkin kita pernah atau malah sering menyaksikan pemandangan berikut: seseorang rajin menghadiri majelis-majelis dzikir, tetapi dalam bekerja kepada orang lain ia sering mangkir; seseorang banyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah, namun banyak pula ia melakukan ghibah; seseorang rajin menunaikan shalat-shalat sunnah, tetapi rajin pula melakukan perkara-perkara bid’ah; seseorang biasa berpuasa senin-kamis, tetapi biasa pula bersikap pragmatis (tak peduli halal-haram); seseorang rajin bersedekah, namun tak peduli nafkahnya ia peroleh dari jalan yang salah; seseorang berkali-kali melakukan ibadah umrah, tetapi tak sekalipun ia mau saat diajak berdakwah; seseorang rajin membaca Alquran, namun perintah dan larangan yang ada di dalamnya sering ia abaikan; seseorang mengklaim cinta dan banyak bershalawat kepada Nabi SAW namun terhadap nasib Islam yang beliau bawa dan masa depan umatnya ia tak peduli; seseorang biasa menyantuni fakir-miskin dan kaum dhuafa, namun biasa pula ia makan dari uang hasil riba; seseorang bergelar haji bahkan ke Makkah lebih dari sekali tetapi terhadap tetangganya yang miskin sering tak peduli; seseorang selalu berusaha menjaga citra dan kehormatan diri, namun auratnya ia pamerkan ke sana-kemari dan perilakunya tak terpuji; seseorang menjadi donatur kegiatan keagamaan/sosial di sana-sini, namun hartanya ternyata hasil korupsi. Demikian seterusnya hingga kita sering menyaksikan hal-hal yang saling berkontradiksi.

Padahal Allah SWT pun jelas telah mengutamakan kewajiban daripada perkara-perkara yang sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan bahwa Allah SWT telah berfirman, “Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Seorang hamba terus-menerus bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya…” (HR al-Bukhari).

Melalui hadits qudsi ini, jelas Allah SWT menghendaki setiap Mukmin bertaqarrub kepada-Nya: pertama-tama dengan melaksanakan semua kewajiban, baik berupa fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah; kemudian melengkapinya dengan menunaikan amalan-amalan sunnah. Dengan itu, keutamaan bisa kita raih, dan kewajiban pun bisa kita tunaikan. Dengan itu pula, akan sempurnalah taqarrub kita kepada-Nya. Wa mâ tawfîqî illâ billâh.


Read More..

Penyesalan yang hanya berbuah penyesalan.


Assalamu`alaikum wr wb.

Suatu ketika ada seorang teman yang bertanya mengapa dia harus menerima semua ujian dan cobaan yang menurutnya sudah terlalu berat. Dia mengeluhkan keadaan karena dia menjadi korban atas semua kejadian yang menimpanya. Selalu saja dia bertanya mengapa hal itu bisa terjadi dan mengapa Allah kejam kepadanya. Dan puncaknya, dia merasa menyesal sudah mengenal orang-orang yang membawanya kedalam sebuah permasalahan.

Kejadian seperti ini sering kita dapati dalam lingkungan sekitar, baik itu dalam lingkungan harokah ataupun dalam lingkungan social rumah tangga. Penyelasan yang selalu datang belakangan menjadi alasan untuk bisa memaki keadaan diri. Atau, penyesalan juga yang akan menjadi alasan untuk bisa membenarkan sebuah kefuturan. Pernahkah kita melihat lebih lanjut mengapa kita tidak pernah lepas dari sebuah penyesalan. Dan seringnya kita mengutuk nasib dan keadaan membuat kita menjadi pribadi yang protektif yang tidak jelas. Entah harus berapa kali kita menghakimi diri sendiri atas apa yang telah terjadi. Seringnya kita mengeluh dan selalu mempertanyakan keadaan membuat kita lupa bahwa kita hadir dimuka bumi bukan hanya untuk bertanya dan mengeluh melainkan untuk mengurusi keadaan diri dan mempersiapkan diri untuk mati. Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa kita hidup untuk mati. Jika memang adanya demikian mungkin sudah sepantasnyalah kita berpikir lebih jauh dan mengoreksi mind set kita.

Jika kita bisa sedikit saja menilik kebelakang, maka kita akan menjumpai pelajaran yang sangat berharga dimana pada masa Rasulullah, hampir semua sahabatnya yang mempunyai masa lalu yang kelam tidak menyesali keadaan tersebut. Sebut saja umar bin khatab, dan bilal bin rabbah. Kedua sahabat ini tidak pernah menyesali keadaannya dahulu sebelum menjadi seorang muslim. Umar bin khatab mengelola kesalahannya menjadi sebuah pelecut amal makrufnya yang pada akhirnya Allah mengangkat derajatnya sebagai salah satu penghuni syurga. Bilal bin rabbah pun demikian, ia yang bertubuh hitam legam dan mendapat predikat sebagai seorang budak tidak pernah menyesali mengapa ia harus terlahir sebagai budak yang hina. Justru ia malah mensyukurinya tatkala dirinya menjadi salah satu dari sahabat yang dicintai oleh rasulullah. Timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa mereka bisa?

Hal yang mungkin terlintas dan paling mudah untuk ditemukan jawabannya adalah karena mereka ridha dengan apapun keadaan yang telah ditetapkan oleh Allah. Ada sebuah scenario Allah yang terkadang manusia tidak patut bertanya tentangnya. Kita hanya dituntut untuk ikhlas, membuat perencanaan lalu bertawakal kepada Allah. Dalam ilmu management financial juga diajarkan bila kita ingin mendapatkan return yang tinggi maka kita tidak akan bisa membuang jauh-jauh risk yang tinggi pula. Untuk itu, kita dituntut untuk siap dan ridha akan apapun yang menjadi sebuah keputusan.

Saat kita tenggelam dalam penyesalan dan pengutukan diri, biasanya kita akan menjadi pribadi yang bodoh dan lupa diri. Lupa akan siapa sebenarnya yang berkuasa, kita ataukah Allah. Lupa bahwa sebenarnya siapa yang menggariskan kehidupan, kita ataukah Allah. Lupa bahwa kita sendirilah yang menerjunkan diri kedalam masalah yang sebenarnya bisa kita hindari. Bukankah dalam pepatah bahasa arab dikatakan bila kita tidak mau salah maka janganlah melakukan apa-apa, duduk dan diam saja. Saat kita terlena kedalam penyesalan, secara tidak langsung kita sudah mengajak orang lain kedalam kesusahan kita.

Percaya atau tidak tapi itulah sebuah realita yang harus kita hadapi. Hidup seseorang manusia didalam dunia ini ibarat sebuah system jaringan listrik pararel atau dalam ilmu Management information system digambarkan seperti jaringan internet dalam dunia maya. Satu jaringan berhubungan dengan jaringan yang lain baik itu secara langsung ataupun tidak. Mudahnya, bila ada seorang kakak/ adik lalu anda membiarkan diri anda tenggelam dalam penyesalan yang tiada akhir sampai akhirnya seperti orang tidak waras. Siapa yang akan disibukkan oleh anda? Hampir satu keluarga anda akan disibukkan oleh anda bukan? Atau bilanglah anda bukan orang baik-baik lalu mengambil sebuah keputusan untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Apa anda bisa mengubur diri anda sendiri. Atau anda menjawabnya bahwa anda akan menceburkan diri ketengah samudra. Memang siapa yang bisa menguraikan tubuh busuk dan bau anda jika buka bakteri dan hewan-hewan kecil? Bukankah itu anda hanya menyusahkan makhluk yang lain? Baik itu manusia ataupun binatang. Pantas jika Rasulullah bersabda bahwa sebaik-baiknya kita adalah yang berguna bagi umat.

Ada juga hal lain yang menyebabkan kita selalu terlena dengan penyesalan yaitu tidak adanya sebuah persiapan untuk menerima akan sebuah konsekuensi. Padahal, Islam itu adalah sebuah konsekunsi, hidup itu adalah sebuah konsekuensi. Pun jatuh cinta adalah sebuah konsekuensi. Saat kita jatuh cinta kepada makhluk maka siap-siaplah untuk patah hati. Saat anda mengatakan bahwa anda mencintai Allah diatas segala-galanya bukan berarti Allah akan membiarkan anda begitu saja. Anda akan diuji lebih hebat lagi untuk membuktikan cinta anda kepadaNYA. Jika anda menyerah dan menyesal maka bisa dikatakan anda hanyalah orang yang bermulut besar. Pengecut dan bukan bermental pejuang. Dalam Islam pun demikian, Allah sudah mengatakan bahwa semua orang yang mengatakan dirinya sudah beriman akan diuji seperti kaum terdahulu sehingga terlihat mana yang imannya benar mana yang hanya sekedar dimulut saja. Dan saat anda membandingkan bahwa mereka yang diluar Islam jauh lebih senang, mengapa anda tidak mengikuti langkah mereka sedepa demi sedepa sampai mereka masuk ke lubang biawakpun anda akan mengikutinya.

Seharusnya, jika kita sering membaca al quran kita malu setelah Allah menegur kita dengan sifat jelek kita. Dan hal ini terdapat dalam surah ke 70 ayat 19 sampai ayat 21. “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,” akan tetapi Allah memberikan sebuah jalan keluarnya biar kita tidak tenggelam dalam penyesalan dan keluh kesah yang berkepanjangan dalam ayat selanjutnya. “kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya, Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela…” ayat 22 sampai dengan selesai. Ah malu rasanya jika terus menerus ayat Allah akan tetapi tidak pernah kita maknai dan kita jalankan. Mungkin ini, karena kita selalu saja mengeluh dan tenggelam dalam penyesalan yang tiada arti. Ampuni kami ya Allah, begitu bodoh kami yang lupa dan jauh dari PetunjukMU.

Wallahu`alam

Wassalamu`alaikum wr wb.


Read More..

Selasa, 09 November 2010

Petunjuk Hidup Manusia



Assalaamu'alaikum.

Sekedar Sharing, bagi yang beragama Islam:

1. HR.an-Nasa`iy dari hadits yang diriwayatkan Jabir bin 'Abdullah
"Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam ." (HR.an-Nasa`iy dari hadits yang diriwayatkan Jabir bin 'Abdullah

2. Firman Alloh AlQur'an Surat Al An'am ayat:71-72
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam,
Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya." Dan Dialah Tuhan Yang kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan.
3. Firman Alloh QS. Ali ‘Imran: 101)“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjukkepada jalan yang lurus” “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. An Nahl: 102)

4. Firman Alloh QS. Al Ahzaab: 21). Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”

5. Firman Alloh QS. Yasin ayat:60-62
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?

6. HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani
1. Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan
2. tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal.
3. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub (rasa angkuh) dan
4. tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah.
5.Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan
6. tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur.
7. Tidak ada wara' yang lebih baik dari menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan
8. tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir), serta
9. tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar.
(HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)


Wassalaamu'alaikum.
Sunarto
UNERV Jl. Ketintang 156 SuraBaya
Jawi Wetan

Read More..

Senin, 01 November 2010

●●●● Cara untuk lebih mencintai diri sendiri☺♥☻

10 Cara untuk lebih mencintai diri sendiri :

1. Bencilah dosamu, tapi jangan pernah membenci dirimu.
2. Cepatlah untuk menyesali kesalahan.
3. Apabila Tuhan memberimu pencerahan, berjalanlah di dalam pencerahanNya itu.
4.Berhentilah mengatakan hal-hal yang buruk tentang dirimu sendiri.
Tuhan mencintaimu dan tidaklah benar jika kamu membenci sesuatu yang Dia cintai. Dia mempunyai rancangan-rancangan yang indah bagimu, jadi kamu melawan-Nya jika kamu berbicara secara negatif mengenai masa depanmu sendiri.

5.Janganlah takut untuk mengaku bahwa kamu telah berbuat kesalahan, tapi janganlah selalu berprasangka bahwa kamulah yang salah setiap saat adayang tidak benar.

6. Jangan terlalu memikirkan apa yang sudah kamulakukan, baik yang benar maupun yang salah; itu sama dengan memikirkan terus diri sendiri! Pusatkanlah pikiranmu kepadaNya!

7. Jagalahdirimu sendiri secara fisik. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya apa yang Tuhan telah berikan padamu demi tugasmu, tapi janganlah menjadi terobsesi dengan penampilanmu.

8. Janganlah berhenti untuk belajartapi jangan sampai ilmu itu membuat kamu sombong. Tuhan memakai kamu bukan karena apa yang ada di dalam kepalamu melainkan karena apa yang ada di dalam hatimu.

9. Sadarilah bahwa setiap talentamu adalah anugerah, bukanlah sesuatu yang kamu ciptakan sendiri; jangan pernah merendahkan orang lain yang tidak sanggup melakukan apa yang kamu dapat lakukan.

10. Janganlah meremehkan kelemahan-kelemahan dirimu... merekalah yang membuat kamu tetap tergantung pada Tuhan.
Read More..