Kamis, 21 Agustus 2014

Sekali Lagi, Memaafkan

"Baik untuk memaafkan, lebih baik lagi untuk melupakan." -- Robert Browning, penyair, 1812-1889 ANDA sudah menonton film 'Hotel Rwanda'? Film ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Rwanda, negara di Afrika, tahun 1994, mengenai pembunuhan massal yang dilakukan suku Hutu terhadap suku Tutsi. Peristiwa pembantaian itu sendiri meletus beberapa jam setelah Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, yang berasal dari suku Hutu, tewas dalam penembakan pesawat yang ditumpanginya, pada 6 April 1994. Don Cheadle berperan sebagai Paul Rusesabagina, manager hotel. Ia mendapat nominasi Award atas aksinya di film ini. Paul, sang manager hotel, berasal dari suku Hutu, kebetulan menikah dengan Tatiana dari suku Tutsi. Mereka memiliki tiga orang anak. Dalam perjuangannya, Paul berhasil menyelamatkan lebih dari seribu nyawa dengan menggunakan hotelnya sebagai tempat sementara pengungsian suku Tutsi. Paul sendiri tak memedulikan bahaya yang harus dihadapinya pada saat genosida berlangsung dinegerinya. Paul memberikan uang suap kepada seorang jenderal dinegerinya untuk memberikan keamanan terhadap hotel yang diurusnya. Film ini berisi kebencian manusia terhadap manusia lainnya. Bagaimana seorang yang telah dirasuki dendam karena perbedaan suku, melakukan pengkhianatan. Ketika Paul keluar dari hotelnya dan mengendarai mobil, ia kaget ketika mobilnya terhambat di jalan. Ia berpikir pohon yang menghalangi laju kendaraannya. Ternyata mobilnya melindas mayat. Ketika turun, ia melihat ribuan mayat bergelimpangan di jalan. Tak ada yang indah sedikitpun bila kita bicara soal kebencian. Bila kita menuruti ego, yang ada hanyalah marah dan dendam semata. Sejarah selalu mencatat, dalam perjalanan kehidupan peradaban manusia, bahwa semakin berhasil kita dalam mengendalikan ego, maka semakin kita dapat mengendalikan masa depan kita. Tengoklah negeri Afrika Selatan. Anda tentu sudah mendengar Nelson Mandela. Karena politik apartheid, Mandela dijatuhi hukuman 27 tahun penjara di Pulau Robben. Ia dibebaskan Februari 1990 dan langsung melakukan proses rekonsiliasi dengan semua lawan politiknya. Sepenggal kisah hidupnya dituangkan ke dalam layar lebar. Dalam film `Invictus', film drama biografi keluaran 2009, yang disutradarai oleh Clint Eastwood, aktor kawakan Morgan Freeman berperan sebagai Mandela. Sedangkan aktor ganteng Matt Damon berperan sebagai Francois Pienaar, kapten tim rugby Afrika Selatan. Setelah berkuasa penuh, Mandela sebenarnya sanggup untuk membalas sakit hatinya pada lawan-lawan politiknya, tapi itu tidak ia lakukan. Mandela malah menggunakan rugby untuk mempersatukan semua orang di negaranya, baik kulit putih maupun hitam. Pada Piala Dunia Rugby 1995, tim rugby Afrika Selatan, yang dikapteni oleh Francois Pienaar yang berkulit putih, memenangi turnamen. Film ini sendiri berdasarkan kisah dari buku `Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation', karya pengarang John Carlin. Kita bisa lihat sekarang. Afrika Selatan sukses mengadakan Piala Dunia di negaranya. Warga kulit putih dan hitam bahu membahu mensukseskan acara ini. Kita tak bisa mengesampingkan fakta bahwa Afrika Selatan seperti saat ini berkat kebesaran hati seorang Mandela. Bila Mandela tak memaafkan lawan-lawan politiknya, saat itu, tentu kisah akhir tak akan semanis seperti saat ini. Mudah sepertinya untuk mengatakan: maafkan dan lupakan saja. Pada kenyataannya, hal itu nampaknya sulit dilakukan. Lantas, bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan seseorang? Pertama, lupakanlah segala kebaikan yang telah Anda lakukan, dan ingatlah hanya kebaikan orang lain. Kita sering mengingat kebaikan diri kita sendiri, tapi lupa akan kebaikan orang lain terhadap kita. Justeru sebaliknyalah yang harus kita lakukan. Lebih sering bila kita mengingat orang-orang yang pernah kita bantu, malah justru membuat kita lebih sakit hati. Sekarang, paradigma berpikir itu harus dibalik. Lalu, coba pikirkanlah sekali saja, apa untungnya bila kita tidak mau memaafkan. Saat kita membencinya, jangan-jangan ia saat itu tertawa bahagia dengan keluarganya. Dimanapun juga, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Berbagai penelitian membuktikan bahwa dengan memaafkan, membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Bagi umat muslim, sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Inilah momentum yang tepat untuk saling membersihkan diri dari segala kilaf dan dosa. Namun momentum ini dapat digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk saling memaafkan dan menghormati. Sungguh, Indonesia akan semakin indah. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf lahir dan batin. *) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009 Read More..

Ulat dan Pohon Mangga

Suatu kali, seekor ulat tampak kelaparan. Di depannya, tampak pohon mangga yang sedang menghijau dengan dedaunan segar. Ulat yang sedang kelaparan pun menghampiri pohon mangga tersebut, lalu segera memanjat untuk memakan dedaunan itu. “Hei ulat, sedang apa kamu?” tegur pohon mangga. Ulat, saking laparnya, lupa meminta izin kepada pohon mangga. “Maaf, aku ke sini hanya ingin memakan sedikit dari bagian daunmu. Aku sangat lapar,” jawab ulat memelas. “Asal kamu tahu saja ya. Di sini tanahnya tandus. Daun-daun yang ada di batangku ini tidak banyak. Kalau kamu makan di sini, lalu daunku banyak yang mati, bagaimana aku akan hidup kelak?” tolak pohon mangga dengan halus. “Dan, kalau sampai daun-daunku ini habis, maka aku tak akan bisa berbunga . Aku hanya akan jadi pohon tua tanpa bisa berbuah. Pemilik pohon akan menebangku.” Ulat mengangguk, tanda mengerti kegelisahan pohon mangga. “Baiklah kalau kamu takut. Aku akan pergi, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat lagi. Aku benar-benar lapar dan butuh makan,” jawab ulat dengan nada berat. Terseok-seok, ia pun hendak pergi mencari makanan lain. Melihat itu, pohon mangga merasa tidak tega. Ia pun akhirnya memanggil ulat kembali. “Wahai ulat, kalau kamu pergi dengan keadaan itu, kamu bisa mati. Aku pun tidak tega. Maka, makanlah daunku. Tapi, pastikan jangan sampai membuat aku mati. Makan seperlumu saja.” Ulat pun sangat berterima kasih kepada pohon mangga karena ia bisa kembali makan. “Terima kasih, pohon mangga yang baik. Aku tidak akan melupakan jasamu. Aku berdoa, semoga hujan segera turun, sehingga membuat tanah kembali subur dan daunmu lebih lebat lagi,” ucap ulat dengan tulus. Rupanya, doa si ulat dikabulkan. Tidak beberapa lama, mendung tampak memayungi bumi. Matahari yang tadi sangat terik, pelan-pelan tertutupi awan yang siap menumpahkan hujan. Angin yang bertiup pun segera membawa hawa sejuk yang diiringi rintik hujan. Pohon mangga bersorak kegirangan. Ia kembali mendapat kesejukan sehingga tanah tandus di sekitarnya kini menyediakan air yang berlimpah untuk membuatnya subur kembali. Beberapa waktu kemudian, tampak pohon mangga makin menghijau dan rimbun daunnya. Tetapi, hingga beberapa lama, pohon mangga itu rupanya belum berbuah juga. Suatu kali, ulat yang sudah cukup lama hidup dengan memakan daun pohon mangga, berubah menjadi kepompong. Pada saatnya kemudian, ulat menjadi kupu-kupu indah. “Wahai pohon mangga temanku yang baik, kali ini tiba giliranku membantumu. Aku akan terbang mencari saripati mangga lain untuk aku bawa kemari. Semoga bisa membuatmu berbuah lebat, seperti keinginanmu.” Begitulah, mereka saling membantu. Serbuk saripati mangga yang dibawa kupu-kupu setiap kali terbang, menjadikan pohon mangga memiliki buah ranum dan manis. Sang pemilik pohon itu pun makin menyayangi pohon mangga. Ia rutin memberikan pupuk tanaman terbaik. Kini, pohon mangga yang dulu tumbuh seadanya dan bahkan nyaris mati, bisa tumbuh subur berkat kebaikannya membantu sang ulat. Keindahan saling tolong-menolong, tergambar jelas dalam kisah di atas. Perbuatan baik memang pasti akan mendapat balasan kebaikan. Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini. Kita memang tidak pernah tahu, tidak pernah mengerti, mengenai timbal balik suatu kebaikan. Tapi, hampir selalu pasti, kebaikan itu akan membawa lebih banyak keberkahan. Kadang, datangnya pun tak kita duga-duga. Kadang di saat kesulitan, tiba-tiba ada saja yang membantu kita. Kadang, apa yang kita sebut sebagai “kebetulan” sebenarnya merupakan “buah” dari kebaikan yang dulu pernah kita lakukan. Di sinilah, konteks keikhlasan dan ketulusan dalam membantu orang lain akan membawa keberkahan dan kebahagiaan. Mungkin tidak selalu “dibalas” secepat yang kita harapkan. Tetapi saat kita “melupakan”, bisa jadi berbagai kebaikan malah datang tanpa kita harapkan. Itulah Hukum Tuhan yang universal. Karena itu, terus bawa dan tularkan kebaikan ke mana pun dan di mana pun kita berada. Mari berbagi dengan apa yang kita bisa. Baik tenaga, pikiran, waktu, atau materi. Semua itu akan menjadi “modal” sekaligus “tabungan” yang akan mengantarkan kita pada hidup penuh keberuntungan. Hidup penuh kelimpahan./Andrie Wongso *sumber: andriewongso.com* Read More..

Janganlah ISTI, karena Laki-Laki Sebagai Pemimpin Rumah Tangga

Ketika mendapati sebagian keluarga di Mesir sini, ternyata yang memegang tampuk kepemimpinan keluarga adalah seorang perempuan , walaupun itu tidak mutlak, artinya bisa saja itu tidak disepakati secara resmi, namun sangat sering penulis , mendapatkan seorang laki- laki ( suami ) merasa mlinder dan takut untuk berbicara kebenaran atau sekedar berbicara ataupun ketika memutuskan sesuatu yang sebetulnya menjadi wewenangnya ketika istrinya ada di depannya. Itu ternyata , setelah di teliti , walau secara sekilas, di dapatkan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah , karena seorang istri lebih kaya dari suaminya, sehingga dengan hartanya , dia leluasa untuk mengatur suami dan keluarganya. Atau sang istri terlalu cantik di banding suaminya yang biasa- biasa saja, sehingga sang suami selalu kawatir kalau istrinya yang cantik ini marah dan minta cerai. Ataupun sang istri tersebut, selain cantik, juga jauh lebih muda di banding suaminya yang sudah loyo dan lanjut usia. Faktor- faktor tersebut ternyata , sedikit banyak mempengaruhi kejiwaan relasi dan hubungan antara suami istri, sekaligus membuat suami merasa mlinder dan takut dengan istrinya. Ditambah kebodohan sang suami terhadap ajaran agamanya . Kasus tersebut , menunjukkan betapa telah terjadi pergeseran nilai di dalam masyarakat. Untuk meneliti lebih lanjut wewenang kepemimpinan dalam keluarga maupun di dalam masyarakat, apakah itu hak paten milik laki-laki ataupun perempuan, alangkah baiknya kita kutip dahulu Firman Allah di dalam QS al- Nisa’ : 34 : “ Kaum laki- laki itu adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka ( laki- Laki) atas sebagian yang lain ( wanita ) dan karena mereka menginfakkan sebagian harta mereka “ Sebab turun ayat : Adalah sebagai tanggapan dari kasus Sa’ad bin Abi Robi’ yang memukul istrinya yang bernama Habibah binti Zaid, karena durhaka kepadanya, kemudian kasus ini di adukan kepada Nabi, lalu Nabi menyuruhnya untuk qishos. Kemudian turun ayat ini. [1] Di sana ada sebab- sebab lain, tapi ini dianggap mewakili. Ayat di atas secara jelas dan tegas menunjukan bahwa laki- laki adalah pemimpin bagi wanita. Dan Allah telah menciptakan laki-laki dalam bentuk pastor tubuh dan sifat- sifat yang bisa di jadikan bekal untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan memerlukan pendayagunaan akal secara maksimal dan memutuhkan stamina tubuh yang kuat , khususnya di dalam menghadapi berbagai rintangan dan kendala, dan tatkala memecahkan berbagai problematika yang cukup rumit. . Dan dalam satu waktu , Allah adalah Dzat Yang Maha Adil , tidak mau mendholimi seseorang . Sehingga, dipilihlah laki- laki sebagai pemimpin rumahtangga dan pemimpin bagi kaum wanita secara umum. Karena tabi’at perempuan yang lemah lembut, mudah terbawa arus perasaan , yang mengandung dan menyususi , serta merawat anak, sangatlah tidak relevan untuk dibebani sebagai pemimpin bahtera rumah tangga yang begitu besar dan berat. Dari sini, sangatlah tepat ayat di atas . Keterangan di atas, oleh sebagian orang di sebut nature, yaitu sebuah teori yang beranggapan perbedaan fungsi dan peran laki- laki dan perempuan disebabkan oleh perbedaan alamiyah, sebagaimana tercemin di dalam perbedaan anatomi biologi kedua makhluk tersebut. [2] Walaupun teori ini banyak di kritik , khususnya oleh Karl Marx, namun , menurut hemat penulis, masih menjadi pijakan alasan atau penafsiran yang paling sesuai di dalam membicarakan relasi gender, pembagian tugas , hak dan kewajiban antara laki- laki dan perempuan. Dan jumhur ulama , hingga sekarang masih menggunakan alasan di atas. Penolakan terhadap teori ini , di sebabkan kesalah pahaman bahwa perbedaan tugas identik dengan penindasan dan diskriminasi . Padahal al- Qur’an ketika membedakan tugas- tugas tersebut , tidaklah bermaksud untuk melakukan hal itu, dan bahkan kenyataannya setelah dipraktekan dengan syarat- syaratnya, maka penindasan dan diskriminasi yang di takutkan itu tidak pernah ada. Keterangan di bawah ini bisa menjelaskan masalah tersebut . “ Qowwam “ menurut Imam Qurthubi artinya melakukan sesuatu dan bertanggung jawab terhadapnya dengan cara meniliti dan menjaganya dengan kesungguhan. Maka tanggung jawab laki-laki terhadap perempuan dalam batasan tersebut. Yaitu dengan mengurusi, mendidik dan menjaga dirumahnya dan melarangnya untuk keluar ( tanpa ada keperluan ) . [3] Dari situ bisa dipahami bahwa kepemimpinan laki-laki terhadap wanita bukanlah kepimpinan otoriter, tapi lebih cenderung seperti kepemimpinan untuk memperbaiki dan meluruskan yang bengkok. Walaupun begitu, kepimpinan laki-laki dalam rumah tangga adalah kepimpinan mutlak, sebagaimana para pemimpin negara terhadap rakyatnya, artinya dia berhak untuk memerintah , melarang mengurusi dan mendidik. Di situlah rahasia kenapa Al Qur’an menggunakan kata sifat ( al Rijal Qowwamuna ) [4] Dalam satu sisi kepimpinan laki- laki terhadap perempuan bukan seperti kepemimpinan militer atau administrasi, yang menyuruh dan melarang tanpa diikut sertakan anggota rumahtanga. Akan tetapi kepemimpina tersebut lebih cenderung kepemimpina yang dijalankan melaui musyawarah , saling memamahami dan saling merelakan. [5] Bahkan menurut Syekh Muhammad Ismail Muqoddim[6] , bahwa kepemimpinan laki- laki terhadap perempuan, bukan sekedar kekuasaan dan kediktatoran , akan tetapi sudah menjadi sebuah sistem. Sistem ini harus diterapkan oleh masyarakat, agar terjadi keserasian di dalam kehidupan ini. Sistem ini, mirip sistem yang dipakai dalam sebuah negara. Artinya kepimpinan cenderung ditetapkan demi sebuah keserasian dan keteraturan. Oleh karenanya, seorang muslim akan di katakan berdosa, kalau dia keluar dari sistem ini, walaupun dia lebih utama dari pemimpin negara. Begitu juga, seorang perempuan akan di katakan berdosa , jika ia keluar dari kepemimpinan laki- laki ini , walau secara dlhohir , dia mungkin lebih afdhol ( utama ) dalam beberapa segi. Dan inilah rahasia , kenapa al Qur’an tidak menggunakan kalimat “ ar Rijal Sadah ala Nisa ‘ “ Sadah berarti tuan. Sangat menarik sekali apa yang di tulis oleh DR. Abdul Mun’im Sayid Hasan , ketika mengomentari ayat di atas. Beliau menyebutkan bahwa dalam ayat tersebut, Allah tidak menggunakan kata perintah , tetapi menggunkan metode pemberitahuan , yang mengandung perintah dan keharusan . Menurut beliau, metode ini menunjukkan bahwa masalah kepemimpinan dan tanggung jawab seorang suami dalam keluarga, seakan- akan sesuatu konsep yang sudah di sepakati oleh manusia, , bahkan kesepakatan ini , bisa di katakan sudah ada sebelum ayat tersebut diturunkan .[7] Pernyataan seperti ini , dikuatkan oleh J.C. Mosse, yang menyatakan bahwa pola relasi jender seperti yang diterangkan di dalam Al Qur’an tersebut , dimana laki-laki memegang tangguang jawab keluarga, mempunyai kemiripan di seluruh belahan bumi bagian utara, termasuk Eropa dan Amerika. Bahkan menurut konsep keluarga dalam tradisi Yunani dan Romawi, kepala rumah tanggapun di pegang oleh laki- laki . [8] Untuk menafsirkan arti “ Qowamah “ yang lebihjelas lagi, Syekh Muhammad Madani justru mengaitkannya dengan lanjutan ayat yang berbunyi( bima fadolahu ba’dhohum ‘ala ba’dhin perempuan dalam ayat ini, bukan berarti laki- laki lebih super, lebih mulia dari perempuan, dan bahwa perempuan itu lebih lemah, lebih rendah dan berada di kelas kedua dari laki- laki. Akan tetapi artinya , bahwa laki- laki mempunyai ciri dan tugas tersendiri yang tidak di miliki oleh perempuan. Sebagaimana perbedaan antara anggota tubuh manusia itu sendiri, seperti tangan , kaki, mata, telinga, hidung dan mulut. Masing – masing dari anggota tubuh tadi mempunya fungsi dan kelebihan sendiri yang tidak di milki oleh anggota lain. [9] ) yaitu karena Allah memberikan kelebihan sebagian mereka ( laki- laki ) di atas sebagian yang lain ( wanita ) . Allah menyebutkan bahwa laki -laki merupakan bagian dari perempuan , begitupun sebaliknya. Dr Ahmad Zain * Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana , Fakultas Studi Islam, Universitas Al Azhar, Mesir. [1] Qurtubi, op. cit. 5/110. Lihat pula Ibnu Katsir, op cit 1/503. [2] DR. Nasaruddin Umar . op. cit. hlm 4 [3] Qurthubi, op.cit 5/111. [4] Syekh Ali Shobuni., Rowai’l Bayan fi tafsiri ayatil ahkam , yang di nukil oleh Ishom bin Muhammad Syarif, Liman Qowamah fil Bait, Kairo : Darul Sofwah, 2003. Cet II. Hlm 31 . [5] Ishom bin Muhammad Syarif , op cit hlm 52 [6] Ismail Muqoddim, op cit . 2/ 130. [7] Ibid, hlm 48 [8] DR. Nasaruddin Umar.op.cit hlm 134 [9] Muh Madani. Op cit. hlm 104 Read More..

Selasa, 15 April 2014

Ibu: Jangan Lupa Salat

“Hari boleh kemana saja, asal jangan lupa salat ya.” Kalimat itu yang paling saya ingat dari sosok wanita cantik yang saya panggil Mama. Ia selalu memberikan kesempatan untuk melakukan apa yang saya mau. Mau pergi ke mana saja, berteman dengan siapa saja. Ya, apapun itu. Kemudian, jangan tanya seberapa cinta saya padanya. Sangat cinta. Itu jawabannya. Jangan pula ditanya seberapa dekat saat dengannya karena saya merasa dialah orang yang paling dekat selama ini. Apapun yang saya alami dan rasakan selalu saya curahkan padanya. Dia pendengar yang baik. Dia pemberi motivasi yang sangat berpengaruh. Dia juga seorang sahabat yang selalu ada untuk saya. Ya, saya tahu itu. Saya sadar semua itu. Namun, saya juga tak luput dari sikap mengecewakan. Sulit rasanya saya menceritakan semua tentang saya dan dia. Pernah suatu saat saya bertindak bodoh hingga bertengkar dengannya. “Kalau Hari seperti ini, lebih baik keluar dari rumah,” teriak Mama pada saya saat itu. Karena perasaan kesal, saya malah menjawab semuanya, “Ya, sudah. Hari pergi dari sini.” Saya benar-benar pergi dari rumah. Selama tiga hari saya tak kembali. Saya malah menginap di rumah teman dan sama sekali tak menghubungi. Umur saya yang baru tujuh belas tahun saat itu membuat saya tak bertahan lama. Saya merasa bersalah seiring uang dan pakaian yang habis tak bisa terpakai lagi. Sungguh apa jadinya saya tanpa seorang Mama. Tak bisa mengurus hidup sendiri walau saya seorang laki-laki. Semua terasa tak bisa terkendali. Entah jasmani entah rohani. Seketika saya diam merenungi yang telah terjadi. Mengapa saya bisa melakukan hal yang sangat mengecewakan itu? Bahkan saya tak berpikir bahwa Mama bisa saja menangis mendengar anak pertamanya yang sangat dekat membentak dengan begitu kasarnya. Di tambah lagi malah memutuskan untuk meninggalkan rumah bukan meminta maaf. Saya ingin kembali. Namun, selalu rasa bersalah dan pertanyaan, akan ditaruh dimana wajah pembangkang ini saat bertemu dengan Mama? Tak peduli, saya harus kembali dan memperbaiki segalanya. Saya tak bisa hidup tanpanya. Saya benar-benar tak terkendali tanpanya. Akhirnya, saya pulang ke rumah dengan hampa dan rasa bersalah. Saya datang dan ternyata Mama masih tidak peduli dengan saya. Sampai keesokan harinya, tidak butuh waktu lama, Mama langsung memafkan kesalahan saya yang fatal itu. Saya benar-benar terharu. Malu. Sungguh, seorang Mama adalah malaikat yang tak pernah tega pada anaknya. Segalanya ia lakukan semata-mata demi seorang anak tercinta. Itu hanya sedikit cerita saya dengan Mama. Sebuah kisah yang pernah saya alami. Sebuah cerita yang ternyata tak selalu saya jadikan pelajaran. Saya terus dan terus melakukan kesalahan yang bisa menyakiti hatinya. Namun, Mama selalu memaafkan segalanya. Mama masih mendengarkan cerita saya. Mama masih mengingatkanku akan salat. Mama masih mengingat anaknya sepanjang doa. Mama masih terus menyayangi saya ketika kenakalan-kenakalan terus saya lakukan. Saya benar-benar mencintainya. Lebih dari apapun. Kasihnya memang sepanjang masa. Tak akan pernah habis. Salah satu aktor Indonesia pernah berkata dalam sebuah acara, “Pilihan orang tua belum tentu pilihan anak. Tapi membahagiakan orang tua adalah sebuah pilihan yang wajib bagi anaknya.” Kini, saya sudah mulai dewasa. Pikiran saya mulai terus bertanya, “Sampai kapan saya terus mengecewakannya, menyia-nyiakan kasih sayangnya? Mulai kapan saya berusaha menjadi orang yang dibanggakannya?” /Oleh: Hanif Hawari /Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Read More..

Diam Itu Emas (Diam Aktif)

K.H. Abdullah Gymnastiar Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari. 1. Jenis-jenis Diam Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam: a. Diam Bodoh Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu. b. Diam Malas Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas. c. Diam Sombong Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya. d. Diam Khianat Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji. e. Diam Marah Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah. f. Diam Utama (Diam Aktif) Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara. 2. Keutaam Diam Aktif a. Hemat Masalah Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah. b. Hemat dari Dosa Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah. c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita. d. Lebih Bijak Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif. e. Hikmah Akan Muncul Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya. f. Lebih Berwibawa Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan. Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti: 1.Diam dari perkataan dusta 2.Diamdari perkataan sia-sia 3.Diam dari komentar spontan dan celetukan 4.Diam dari kata yang berlebihan 5.Diam dari keluh kesah 6.Diam dari niat riya dan ujub 7.Diam dari kata yang menyakiti 8.Diam dari sok tahu dan sok pintar Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga. Read More..

Aku Tak Sanggup…

Pernahkah kalian berpikir mengapa Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan? Benarkah sesuatu yang kita miliki adalah hal yang kita butuhkan? Terpikirkah bahwa sesuatu yang dimiliki mempunyai masa? Hal itu selalu terpikirkan olehku. Mengapa aku tidak seperti mereka? mengapa aku tidak sempurna? Aku iri dengan mereka, aku ingin merasakan kasih sayang seperti yang mereka rasakan, aku juga ingin bermanja dengannya. Aku ingin seperti mereka, memanggilnya dengan sebutan ‘Ayah’. Seiring berjalannya waktu, hasrat itu ikut memudar. Aku mulai menyadari, Tuhan memang tidak mengabulkan keinginanku, tapi Ia memberikan sesuatu yang ku butuhkan. Seorang malaikat yang melindungiku melebihi seorang ayah, menjagaku melebihi seorang kakak, dan menyayangiku melebihi seorang adik. Dia begitu kokoh, tampak tegar meski tau ia tak sanggup, berusaha kuat meski tidak tau caranya bertahan. Menunjukkan jalan meski ia pun tidak mengerti arah yang dituju. Mencoba optimis meski ia sendiri ragu. Dan berdiri tegak meski tau ia pun membutuhkan sandaran. Dia selalu tau posisi ia berpijak, dan tau apa yang harus dilakukan. Ia mampu berjalan di depan, memberikan contoh terbaik untuk orang yang mengikuti di belakangnya. Ia juga mampu berjalan berdampingan, saling berpegang tangan dan tersenyum layaknya sahabat. Ia pun mampu berjalan di belakang, memberikan perlindungan untuk orang di depannya. Selama belasan tahun ia berjuang seorang diri untuk hidup kami. Waktu pun terus berputar, kini usiaku delapan belas tahun, Keadaan telah menuntutku untuk dewasa dalam berpikir. Adikku, bukan lagi seorang bayi merah ketika Ayah meninggalkan kami, kini ia telah memasuki masa remaja. Bagaimana dengan malaikatku? Ketika ia tidur tampak jelas kerutan di wajahnya tanda bahwa ia mulai lelah. Ketidak berdayaannya yang selalu ia sembunyikan untuk sekedar menunjukkan bahwa ia kuat, kini jelas keasliannya. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain memandanginya. Waktu terus merenggut kebersamaan kami. Kesibukkan telah menyita waktu kami masing-masing. Hanya tersisa kenangan ketika kami bersama, tertawa, canda dan bahagia. Adikku kini asyik dengan masa remajanya, aku pun sibuk menata masa depanku. Sedangkan ia?? Menua seiring waktu. Ucapan terima kasih tidak akan pernah cukup untuk membalas segala hal yang ku terima darinya. Tidak pernah ku izinkan ia bersedih, aku hanya ingin melihat kebahagiaannya, tangis harunya untuk menunjukkan kebahagian dirinya atas usahaku, sangat ku damba. Akankah ku mampu mewujudkan hal itu? Bagaimana jika aku terlambat? Bagaimana jika waktu berkata lain? Aku selalu berusaha mengenyahkan pemikiran itu, terlalu takut untukku sekedar membayangkan hal itu terjadi. Aku tidak akan pernah sanggup menghadapi hal itu. Aku benci memikirkan akhir kebersamaan kami. Memang aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan olehnya, aku pun tidak pernah memilih untuk menjadi anaknya, tapi jika aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku akan meminta posisiku yang sekarang. Tidak pernah terbayangkan memiliki harta berharga sepertinya. Seorang yang selalu mengesampingkan kepentingannya demi kebahagiaan kami. Aku tidak pernah ingin berpisah darinya. Aku mampu berpisah dengan ayah, karena aku memilikinya. Tapi bagaimana jika ia meninggalkanku juga? Apa yang harus ku lakukan? “Maafkanku yang selalu menusukkan pisau di hatimu, mengiris perasaanmu dengan ucapanku, maafkan segala ketidaksengajaanku yang membuatmu kecewa. Terima kasih untuk semua pelajaran yang kau berikan, terima kasih karena kau selalu berusaha kuat di hadapanku. Aku mohon, jangan pernah tinggalkan aku. Aku ingin kau terus berada di sampingku, menguatkanku dan berjalan bersamaku menuju tujuan kita. Malaikatku. Mama”./Oleh: Vicky Yunita Clara Wati (Mahasiswa Jurnalistik PNJ) Read More..