Jumat, 16 Juli 2010

Pilih Motor Mana?


Ada sepasang suami istri yang masing-masing memiliki motor sendiri-sendiri untuk berangkat kerja. Motor itu mereka miliki jauh sebelum menikah. Beberapa hari setelah menikah sebagai pengantin baru, mereka menempati rumah kontrakan dan motor diurus, dirawat oleh pemiliknya. Dari penampilan dan kualitas motor istri jauh lebih bagus daripada motor suami.

Sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta, istri suka memakai apapun benda yang dimiliki oleh suaminya. Demikian juga suami suka bila istrinya memakai benda kesayangannya seperti helm dan jaketnya bila dipakai oleh istrinya. Sampai pada suatu hari sebelum mereka berdua berangkat ke kantor istrinya bertanya pada sang suami.

'Ayah, pilih pakai motor yang mana?' tanya istri.

'Ayah, pilih pakai motor Bunda aja ya,' jawab suaminya.

Betapa bahagia istrinya mendengar jawaban itu karena sebenarnya ia juga ingin memakai motor sang suami. Meski motor suaminya jelek tetapi milik orang yang dicintai seumur hidupnya. Dengan wajah berseri-seri sang istri bertanya kembali kepada suaminya.

'Emangnya Ayah kenapa memilih motor Bunda?

'Habisnya enak sih, larinya kencang nggak kayak motornya Ayah.' jawa suaminya.

Mendengar jawaban itu istrinya menangis, kebahagiaannya menjadi hilang. Air matanya membasahi pipi. Istrinya berharap sang suami menjawab, 'karena Ayah jatuh cinta pada pemiliknya.'

Pesan kisah diatas bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki alasan hidup bahagia sesuai dengan versinya masing-masing. Jika kita memaksa orang lain bahagia menurut versi diri kita maka bukan kebahagiaan yang kita dapatkan melainkan hidup penuh konflik dan pertengkaran tiada henti.

--
Setiap manusia pasti banyak berbuat kesalahan dan sebaik-baiknya orang yang berbuat kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Damiri, By: agussyafii).


Read More..

Selasa, 13 Juli 2010

Surat Untuk Anak-anakku


“Anak-anakku… Cahaya orang tua…”

Pagi tadi, ketika kita semua duduk dan sarapan (minus ayah, suami tercinta yang sedang bertugas…. ) Ibu “baru melihat”… You are grown up. Si Sulung…, sudah demikian dewasa, dengan jilbab putih, engkau tampak ayu dan “bermartabat” sebagai muslimah. Abang… mulai nampak “gurat ketegasan” diwajahmu. Sikecil aini… juga sudah mandiri dengan dapat mengungkapkan apa yang ingin kau makan, dan rapih… makan sendiri.

Ada haru…, kalian sudah mulai “menapak” hidup kalian masing-masing. ibu jadi “sadar”… akan ada masanya kalian akan “lepas” dan “bertanggung jawab” sendiri tidak lagi bergantung pada kami, ibu dan bapakmu.

Sayangku… ibu minta maaf, ibu merasa ibu masih kurang dapat mendidikmu dengan baik, seharusnya kalian bisa mendapatkan lebih baik dari apa yang sudah ibu berikan pada kalian selama ini.

Ibu tidak punya pendidikan agama yang cukup, ibu tidak punya kepekaan yang tinggi sebagi ibu, ibu tidak punya cukup tenaga untuk selalu melindungimu dari dampak negatif derasnya “globalisasi”. Ibu banyak melarangmu melakukan hal-hal yang “lumrah” untuk anak-anak seusiamu.. (misalnya main PS tiap hari, ngobrol ngalor-ngidul berjam-jam, dsb), Ibu banyak “memaksamu” misalnya… kursus bahasa Inggris, mengaji… dsbnya yang tidak begitu menarik bagimu. Seringkali dihujan yang sangat deras…, ibu tetap memaksamu, mengantarmu naik motor ketempat les. (sungguh saat itu, ibu juga “nelangsa” karena ibu tahu kita semua diatas motor kedinginan) , membangunkanmu dan mengajakmu sholat tahajud diwaktu malam, padahal saat itu engkau pasti ngantuk berat…. Maafkan sayang- maafkan ibumu ini.

Ibu berharap engkau ikhlas,… dan memaafkan ibu.. Ibu berharap dan berdoa apa-apa yang telah engkau lalui dengan keterpaksaan itu, akan menjadi pintu kebaikan dimasa depan, duniamu dan akhiratmu.

Anak-anakku sayang… ibu juga memohon pada Allah agar kalian akan terus melangkah… men”jadikan perjuangan dan penderitaan” sebagai bagian dari upaya kita meraih “Insan Kamil”. Jangan pernah menyerah pada apapun anakku. Allah tidak akan pernah lengah walau sepermilyard detik, mengawasi hamba-hambaNYA. Dan Allah akan melihat setiap proses dari perjuangan kita, tidak hanya hasil akhirnya {(kata para ustadz) apa-apa yang diperjuangkan dengan susah payah dan istiqomah punya “nilai lebih”}

Siang malam ibu mendoakan kebaikan kalian. Ya… sayang… Maafkan ibu….
Read More..

Senin, 12 Juli 2010

~..~ CINTA BERSANDIWARA ~..~


Hemm...?Kita telah melihat bahwa cinta itu dapat membawa manusia Arah kemerosotan moral dan akhlak. Dilihat dari sisi ekonomi.Pengeluaran biaya bagi orang yang dimabok cinta sulit untuk diduga. Dilihat dari segi hukum , percintaan itu sering menimbulkan masalah hukum. Bila dilihat dari segi bahasa , maka akhir percintaan dapat menumbuhkan karangan yang Bermutu dalam skenario yang menyedihkan.

Kita akui banyak cinta yang berhasil dalam perjalanan hidup di dunia ini , tetapi akhirnya Perjalanan tentu terjadi perpisahan jua. Namun tidak jarang bahkan lebih banyak cinta itu membawa kejutan martabat. Sebab cinta bertujuan untuk penguasaan , pemilikian sepenuhnya agar tercapai kebutuhan SEX dan pada giliran jatuh kepada cinta monyet.

Apapun kita cinta yang tertuju kepada benda ciptaan-Nya, dan dengan kata atau ikatan
Bagaimana menjalainya, ia tetep akan berpisah yang satu mendahului yang lain.
Ada cinta yang sangat sedikit muncul ke permukaan sebab sedikit umat mengenal cinta kepada Wajah hakiki, Dia adalah yang dimiliki kaum sufi, cinta yang bersemi dari dahulu sampai saat ini bahkan sampai Dunia ini berakhir ditempati umat manusia sebagai khlifah Allah Subhannahu Wa Ta'ala.


Cinta itu tidak diperkatakan oleh orang yang belum mengenalnya. Hanya orang yang telah sama-sama meminum nira kelapa akan berkata manis rasanya. Mereka yang belum meminum nira kelapa akan berkata kira-kira , dan pada gilirannya Ia akan membantah , tidak demikian rasanya,sedang dia belum merasakan.

Mereka yang sudah sama-sama merasakan manisnya , maka ia akan berpendapat sama dan ia Akan bertukar pikiran tentang nira kelapa. Demikian pula mereka yang telah merasakan Nikmatnya cinta dengan kekasihnya. Nikmatnya tertanam di lubuk kalbu terdalam dan sama pula dapat dirasakan meskipun Mereka berbeda jasad. Tetapi mereka menjadi bersaudara.

Persaudaraan itu tidak lagi terikat oleh tingkat , golongan , jabatan dan derajat.
Ia tidak membedakan kaya atau miskin . Mereka mampu membina cinta dari bersama tertuju kepada yang satu. Terjadilah persaudaraan dalam iaman ''UKHUWAH ISLAMIYAH''

SEMOGA CATATAN INI BERARTI DAN BERGUNA
BAGI YANG LAGI BERCINTA
~..~ SYUKRON KATSIRON ~..~

Read More..

Selasa, 06 Juli 2010

~..~ PERNIKAHAN TEMPAT BERMUARANYA CINTA ~..~


''Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai (Sesuatu yang sangat menyenangkan ) seperti pernikahan''( Ibnu Majah )

Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah kewajiban bagi yang mampu. Dan bagi insan manusia yang saling menyintai pernikahan seharusnyalah Menjadi tujuan utama mereka.

Karena itulah percintaan yang tidak mengarah kepada pernikahan bahkan Disertai hal-hal yang diharamkan Agama sangat tidak disarankan oleh Islam. Cinta dalam pandangan Islam bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara Fisik, dan bukan pula pembenaran terhadap perilaku yang yang dilarang Agama. Karena hal ini bukanlah cinta melainkan sebuah lompatan birahi yang besar saja yang akan segera pupus .Karena itu cinta memerlukan kematangan dan kedewasaan untuk membahagiakan pasangannya bukan menyengsarakannya dan bukan juga menjerumuskannya ke jurang maksiat.

Percintaan tanpa didasarkan oleh tujuan hendak menikah adalah sebuah perbuatan
maksiat yang diharamkan oleh Agama. Karena antara batas cinta dan nafsu birahi pada dua orang manusia Yang saling menyintai sangattipis sehingga pernikahan adalah sebuah obat yang Sangat tepat untuk mengobatinya.

Pernikahan adalah sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah SWT Sebagai pemersatunya.Dan tidak ada yang melebihi ikatan ini. Dan inilah puncak segala kenikmatan cinta itu di mana kedua orang yang Yang saling menyintai itu memilihuntuk hidup bersama dansalin berjanji dan berbagi hidup baik suka maupun duka.
SEMOGA CATATAN INI BERMANFAAT
~..~ JAZAKUMULLAH KHOIRON ~..~

Read More..

Jumat, 02 Juli 2010

Apakah Kesetiaan Itu? (sebuah cerita)


Ada yang mengartikan kesetiaan sebagai sebuah ikhtiar untuk menjaga hubungan yang telah dibina. misalnya, antara sahabat dengan sahabat, bawahan dengan atasan, rakyat dengan tanah airnya, dan lain-lain. Lebih kepada wujud cinta yang diaplikasikan untuk memberikan yang terbaik agar “sesuatu” yang sedang dimiliki tidak hilang. Lain lagi bagi suami istri. Mungkin kesetiaan bisa diartikan sebagai utuhnya kasih sayang yang diterima dari pasangannya, yang diiring ketulusan untuk selalu mendampingi dalam kondisi apapun.

Mungkin artikel dibawah ini bisa menjadi tauladan bagi kita , terutama untuk pasangan suami istri ….. AMIIIIIN
===================================================
Hari itu, pelajaran Embriologi yang membosankan ditiadakan. Karena ibu dosen yang bersangkutan tidak datang. Aku dan teman-teman bisa bernafas lega, karena otak bisa diistirahatkan dari gambar-gambar perubahan bentuk yang susah sekali untuk di mengerti. Namun, ada sesuatu yang terasa lain .. “menurutku, tidak biasanya Ibu absen”, . Dalam keadaan sakit sekalipun, ibu memaksakan diri datang.

Jujur saja, dunia kuliah kadang menjemukan. Dalam canda, sering aku dan teman-teman melontarkan pertanyaan “Kapan ya giliran si ibu sakit ?”. Sulit juga mencari standar sakit buat Ibu, karena sudah sekitar lima tahun beliau berperang melawan kanker. Padahal menurut prediksi dokter luar negeri yang menangani pengobatannya, seharusnya diperkirakan dua tahun yang lalu usianya habis. Ternyata Alhamdulilah, sampai kini Ibu masih segar bugar.

Dalam kegembiraan, mau tidak mau ada juga rasa gelisah yang hadir dalam pikiranku “Ada apa dengan ibu yah ? “. Masih teringat senyum dan semangat Ibu saat memberi kuliah seminggu yang lalu. Walau sebelah matanya sudah diperban. Namun, sedikitpun tidak terbersit wajah putus asa. Seperti lazimnya terlihat pada pasien penderita kanker lainnya. Saat sedang merenung, tiba-tiba muncul Bang Rudi (asisten ibu) sambil berkata, “Ibu masuk Rumah Sakit.”, ujarnya. Kontan, diam-diam muncul pertanyaan di hati… ” Buah dari doa kita kah ?”. Mata-mata yang tadinya jail berubah jadi sendu. Inikah saatnya perjuangan Ibu berakhir ?, pikirku kembali.

Perlahan. ., aku dan teman-teman melangkah ke kantor Jurusan dengan alam pikiran masing-masing. Tepat di depan Dekanat, Suami ibu yang juga dosenku melintas dan menyapa dengan keramahannya yang khas “Habis kuliah ya? Kuliah apa ?”, sapa beliau.

Lalu, Bagai berondongan senapan mesin, kami semua ingin bersuara untuk menjawab sambil mengajukan perrtanyaan, “jadwal kuliah sama Ibu Pak, tapi kami dapat kabar Ibu dirawat.” “Ibu nggak apa-apa kan Pak ?”, “Ibu kenapa Pak? “, tanya kami.

Sambil tersenyum, Bapak tersebut menjawab “Ibu anfal semalam, menurut dokter … kanker ibu sudah menjalar ke kepala sehingga harus dioperasi, mohon doa dari kalian semua” , ujar beliau penuh harap.

“Wah, gue salut banget sama Bapak. Beliau gagah. padahal ibu nggak gitu cantik, ga punya anak lagi tapi setianya itu. gue benar-benar salut deh !” tiba-tiba Anti nyerocos tanpa diminta. “Gue mau deh jadi isteri keduanya Bapak” tambah Anti lagi, kontan semua rekanku menjadi tertawa.

========== *** =========

Hari itu, sudah dua pekan Ibu dirawat di Rumah Sakit, namun selalu saja cari-cari alasan untuk tidak menjenguk beliau. Kuliah Exacta-lah, Jadwal kuliah dan praktikum yang sangat padat lah, belum lagi setumpuk tugas dan laporan yang harus diselesaikan. Kalaupun ada waktu, siang hari di saat mentari sedang bersinar garang. Melelahkan.

Dari kejauhan, di ujung koridor.. wajah Bapak terlihat sendu, tidak seperti biasanya. “Apa yang terjadi dengan ibu yah ?, tanyaku. “Jangan-jangan.” , diriku mulai berpikir cemas.

Kali ini, setengah berlari aku dan teman-teman menyongsong Bapak, tidak sabar ingin dapat jawaban.

“Pak, maafin ya.. kami belum sempat menjenguk ibu.” Dengan penyesalan yang dalam Dida membuka percakapan.

“Bapak ngerti. ” , sambil tersenyum, walaupun dalam sorot matanya tidak bisa menyembunyikan kesenduan.

“Ibu kalian mulai tidak sadarkan diri, dan juga Bapak telah melakukan kesalahan”, kata beliau memulai ceritanya pada kami. “Dua hari yang lalu, ujar beliau, seperti biasa Bapak papah Ibu ke kamar kecil. tapi Bapak ceroboh sehingga Ibu tergelincir. bapak spontan menarik tangan Ibu agar jangan jatuh. Ibu memang tidak jadi jatuh, tapi tangan kiri Ibu patah, sesalnya.

Namun, dalam sakitnya Ibu masih bisa tersenyum dan menghibur. bahwa itu bukan salah Bapak”, kata beliau sambil merenung.

Belum selesai Bapak bercerita.., bulir-bulir air mata beliau perlahan turun menuruni pipinya.

Suasana itu pun membawa kami jadi ikut bersedih, sehingga menangis bersama. Aku pun bertanya dalam hati, kenapa dalam duka kebersamaan itu baru terasa ?, Ya Rabb, beri kami kesempatan untuk tetap menikmati semangat Ibu, harapku.

Entahlah, mungkin doa yang sama terucap dari batin masing-masing ketika itu.

Sore itu, kami akhirnya menjenguk Ibu ke Rumah Sakit. Dan memang Ibu mulai tidak sadarkan diri. Dia mengigau. Sebentar-sebentar memanggil Bapak. Lalu dengan setia, Bapak mengusap tangan Ibu yang mulai bengkak karena telah lama dipasok infus dan terus berbaring. Dengan tatapan cinta dan senyuman Bapak membesarkan hati Ibu dan meyakinkannya bahwa ibu Insya Alloh bisa sembuh.

Pemandangan itu meluluh lantakkan segala kearoganan. Sampai akhirnya ada seorang teman Bapak bersuara “Sebenarnya istrimu sudah lama ingin menghadap Rabbnya, tapi kasih sayangmu masih membelenggunya, sehingga dia belum bisa pergi tenang. Lepaskanlah dia.. biarkanlah dia kembali. Allah mencintainya lebih dari cinta yang kau punya. Yakinlah saudaraku ! Allah pun takkan mengambilnya tanpa restumu, orang yang telah menjaga cinta yang dititipkan-Nya”, jelas bapak tersebut memberi nasehat.

Genangan air mata yang tadi tertahan, sekarang meluncur deras . mengiringi perjuangan seorang hamba mempertaruhkan cintanya. Semua terpaku diam.. hening..

“Ya Rabb, bantu Bapak untuk mengikhlaskan Ibu pergi. Jangan hukum Bapak karena rasa cintanya” , kataku dalam hati ini berharap.

Lalu, dengan suara tersendat, Bapak berujar “Pergilah kekasih hatiku. sudah banyak kebahagiaan yang kau beri untukku, dengan sabarmu telah kau buat aku SETIA, dengan ketegasanmu telah kau antar aku menjadi seorang yang berarti. Dia lebih mencintaimu sayang. kembalilah kepadanya dengan tenang. Semoga kedamaian rumah tangga yang selama ini kita bina akan mempertemukan kita kembali di surga-Nya. Aku mencintaimu isteriku. Asyhaadu allaa ilaaha illallaah wa asyhaadu anna muhammaadurrasuulullaah..” Bapak terkulai di dahi Ibu. seakan tak rela berpisah. Ibu pun tersenyum perlahan. Dan ternyata itulah senyumannya yang terakhir.

“Innalillaahi wa ina ilaihi raaji’un.”

Ibu kembali ke pangkuan Yang Kuasa. Akankah Embriologi tetap menjemukan ?

Tidak !! Kami harus semangat. tidak boleh gagal ! Setidaknya, Ibu tetap bisa tersenyum dari alam sana. karena perjuangannya tidak sia-sia.

“Ringankan siksa Ibu di kuburnya ya Rabb. Izinkan Ibu tetap tersenyum dalam menjalani penantian menunggu hisabnya. Beri kami semangat dan ketabahan seperti yang Ibu punya ya Allah. Sampaikan kalau kami sangat kehilangan.

Ampuni kesalahan kami pada Ibu. Kami menyayanginya ya Rahman”

Saudaraku yang baik. mungkin kesetiaan menjadi lain artinya dalam versi sahabat semua. Mudah-mudahan cerita ini menjadi bahan renungan, bahwa setia itu tidak diukur oleh faktor yang tampak, tapi lebih didominasi oleh komitmen dan cinta yang terarah. Mudah-mudahan SETIA yang terbentuk hanya berasal dari cinta kepada Allah.

Wallaahu’alam
Read More..