Kamis, 30 April 2015

Ulat dan Pohon Mangga

Suatu kali, seekor ulat tampak kelaparan. Di depannya, tampak pohon mangga yang sedang menghijau dengan dedaunan segar. Ulat yang sedang kelaparan pun menghampiri pohon mangga tersebut, lalu segera memanjat untuk memakan dedaunan itu. “Hei ulat, sedang apa kamu?” tegur pohon mangga. Ulat, saking laparnya, lupa meminta izin kepada pohon mangga. “Maaf, aku ke sini hanya ingin memakan sedikit dari bagian daunmu. Aku sangat lapar,” jawab ulat memelas. “Asal kamu tahu saja ya. Di sini tanahnya tandus. Daun-daun yang ada di batangku ini tidak banyak. Kalau kamu makan di sini, lalu daunku banyak yang mati, bagaimana aku akan hidup kelak?” tolak pohon mangga dengan halus. “Dan, kalau sampai daun-daunku ini habis, maka aku tak akan bisa berbunga . Aku hanya akan jadi pohon tua tanpa bisa berbuah. Pemilik pohon akan menebangku.” Ulat mengangguk, tanda mengerti kegelisahan pohon mangga. “Baiklah kalau kamu takut. Aku akan pergi, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat lagi. Aku benar-benar lapar dan butuh makan,” jawab ulat dengan nada berat. Terseok-seok, ia pun hendak pergi mencari makanan lain. Melihat itu, pohon mangga merasa tidak tega. Ia pun akhirnya memanggil ulat kembali. “Wahai ulat, kalau kamu pergi dengan keadaan itu, kamu bisa mati. Aku pun tidak tega. Maka, makanlah daunku. Tapi, pastikan jangan sampai membuat aku mati. Makan seperlumu saja.” Ulat pun sangat berterima kasih kepada pohon mangga karena ia bisa kembali makan. “Terima kasih, pohon mangga yang baik. Aku tidak akan melupakan jasamu. Aku berdoa, semoga hujan segera turun, sehingga membuat tanah kembali subur dan daunmu lebih lebat lagi,” ucap ulat dengan tulus. Rupanya, doa si ulat dikabulkan. Tidak beberapa lama, mendung tampak memayungi bumi. Matahari yang tadi sangat terik, pelan-pelan tertutupi awan yang siap menumpahkan hujan. Angin yang bertiup pun segera membawa hawa sejuk yang diiringi rintik hujan. Pohon mangga bersorak kegirangan. Ia kembali mendapat kesejukan sehingga tanah tandus di sekitarnya kini menyediakan air yang berlimpah untuk membuatnya subur kembali. Beberapa waktu kemudian, tampak pohon mangga makin menghijau dan rimbun daunnya. Tetapi, hingga beberapa lama, pohon mangga itu rupanya belum berbuah juga. Suatu kali, ulat yang sudah cukup lama hidup dengan memakan daun pohon mangga, berubah menjadi kepompong. Pada saatnya kemudian, ulat menjadi kupu-kupu indah. “Wahai pohon mangga temanku yang baik, kali ini tiba giliranku membantumu. Aku akan terbang mencari saripati mangga lain untuk aku bawa kemari. Semoga bisa membuatmu berbuah lebat, seperti keinginanmu.” Begitulah, mereka saling membantu. Serbuk saripati mangga yang dibawa kupu-kupu setiap kali terbang, menjadikan pohon mangga memiliki buah ranum dan manis. Sang pemilik pohon itu pun makin menyayangi pohon mangga. Ia rutin memberikan pupuk tanaman terbaik. Kini, pohon mangga yang dulu tumbuh seadanya dan bahkan nyaris mati, bisa tumbuh subur berkat kebaikannya membantu sang ulat. Keindahan saling tolong-menolong, tergambar jelas dalam kisah di atas. Perbuatan baik memang pasti akan mendapat balasan kebaikan. Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini. Kita memang tidak pernah tahu, tidak pernah mengerti, mengenai timbal balik suatu kebaikan. Tapi, hampir selalu pasti, kebaikan itu akan membawa lebih banyak keberkahan. Kadang, datangnya pun tak kita duga-duga. Kadang di saat kesulitan, tiba-tiba ada saja yang membantu kita. Kadang, apa yang kita sebut sebagai “kebetulan” sebenarnya merupakan “buah” dari kebaikan yang dulu pernah kita lakukan. Di sinilah, konteks keikhlasan dan ketulusan dalam membantu orang lain akan membawa keberkahan dan kebahagiaan. Mungkin tidak selalu “dibalas” secepat yang kita harapkan. Tetapi saat kita “melupakan”, bisa jadi berbagai kebaikan malah datang tanpa kita harapkan. Itulah Hukum Tuhan yang universal. Karena itu, terus bawa dan tularkan kebaikan ke mana pun dan di mana pun kita berada. Mari berbagi dengan apa yang kita bisa. Baik tenaga, pikiran, waktu, atau materi. Semua itu akan menjadi “modal” sekaligus “tabungan” yang akan mengantarkan kita pada hidup penuh keberuntungan. Hidup penuh kelimpahan./Andrie Wongso *sumber: andriewongso.com* Read More..

Siapa yang Hadir dan Pergi dalam Kehidupan Kita ?

Pernahkah Anda memiliki seseorang yang memasuki kehidupan Anda dalam satu waktu yang ternyata dikemudian hari barulah kita mengerti mengapa seseorang tersebut hadir dalam kehidupan kita. Ketika merenungkan peristiwa kehidupan, Anda akan menemukan bahwa ternyata orang-orang yang hadir dalam kehidupan anda akan mempunyai arti dan tujuan dikemudian hari walau Anda tidak menyadari pada saat itu. Kadang-kadang orang itu hadir untuk menjadi teman dalam waktu kesulitan, atau guru ketika Anda membutuhkan bimbingan, atau bahkan menjadi musuh untuk mengajarkan pelajaran. Allah menempatkan orang-orang dalam kehidupan kita pada waktu tertentu sesuai dengan alasan tertentu, dan menghapus mereka dari kehidupan kita pada waktu tertentu. Pelajaran untuk mengambil dari hal ini adalah bahwa kita harus selalu bersyukur atas kehadiran semua orang dalam kehidupan kita, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan kita peroleh, atau manfaat dari orang itu … bahkan hal buruk sekalipun Katakanlah “Alhamdulilah” karena setiap orang dikirim dalam kehidupan kita pastinya mempunyai suatu alasan/tujuan tertentu. Kita hanya harus belajar untuk memahami peran mereka dalam kehidupan kita pada saat-saat kita tumbuh secara intelektual, emosional, sosial, dan bahkan spiritual. Saya yakin jika Anda merenungkan tentang orang-orang yang Anda temui di masa lalu dan sekarang, Pikiran dan semangat Anda bisa terbangun dan memanfaatkannya! Mari kita lihat beberapa contoh yang saya alami, dan pengalaman dari beberapa orang lain, dan mungkin Anda juga mempunyai pengalaman yang sama. 1. Teman sekamar seorang Hindu Pada satu titik dalam hidup saya, saya membutuhkan tempat untuk tinggal, dan seorang teman yang adalah seorang Hindu dari India, menawarkan agar saya tinggal bersama dengan mereka, sampai saya bisa mendapatkan tempat sendiri. Selama saya tinggal dengan mereka, saya selalu mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang mereka lakukan dalam hal keyakinan mereka, dan suatu hari mereka bertanya apa yang saya yakini Saya menjelaskan bahwa saya tidak memiliki agama, tetapi saya menjelaskan apa yang saya yakini, dan orang itu mengatakan kepada saya bahwa saya adalah seorang Muslim. Subhanallah. Aku belum pernah mendengar tentang Islam, atau Muslim sebelum memiliki teman sekamar ini. Percakapan ini membawa saya penasaran dan ingin bertemu dengan beberapa Muslim dan akhirnya belajar lebih banyak tentang Islam, dan akhirnya saya mengambil dua kalimat syahadat …. jadi, alhamdulilah bahwa orang hindu ini memasuki hidupku untuk akhirnya saya memeluk Islam! Ini benar-benar menunjukkan bahwa Anda tidak pernah bisa tahu siapa atau bagaimana seseorang dapat menyebabkan diri anda menjadi Muslim. 2. Pasangan Hidup Ada lagi seorang wanita yang bernama Katherine, ia telah menikah dengan pria Muslim sementara ia masih beragama Kristen. Beberapa bulan setelah menikah, ia bertemu keluarga suaminya, dan mereka berbicara dengannya tentang Islam. Ini memicu dia untuk belajar lebih banyak tentang hal itu, karena suaminya tidak pernah berbicara kepadanya tentang agama. Setelah merenungkan tentang Islam, ia kemudian menetapkan diri untuk beralih agama ke Islam dan intens belajar Islam selama 6 bulan. Semakin banyak ia belajar dan menerapkan Islam dalam hidupnya, suaminya menjadi menjauhinya , bahkan lebih jauh, dan suaminya mulai memiliki argumen yang berbeda. Akhirnya dia mulai menyadari bahwa suaminya ternyata bukan seorang Muslim. Suaminya meminta kepadanya untuk dukungan dalam belajar, tapi akhirnya ia dihadapkan berbeda posisi . Suaminya mendorongnya untuk tidak menerapkan Islam ke dalam hidupnya agar tetap pada tingkat keserasian dengan suaminya. Namun akhirnya mereka berakhir dengan perceraian karena saat ia belajar dari Islam tentang hak-haknya sebagai seorang istri, ia menyadari bahwa suaminya tidak memberikan hak padanya. Ketika Katherine menikah lagi, ia dibekali dengan pengetahuan tentang perkawinan dalam Islam, dan hak-haknya, dan mengetahui siapa orang yang dapat membantunya untuk mempelajari Islam. jika bukan karena suaminya , maka Katherine tidak akan pernah belajar tentang Islam Melihat kembali masa lalunyaKatherine menyadari bahwa suami pertamanya yang masuk ke dalam hidupnya ternyata memperkenalkan Islam kepadanya serta mengungkapkan apakah suaminya ber-islam yang benar, atau tidak, dan apakah suaminya Muslim yang baik atau tidak. Hal itu membuat dia berpengetahuan yang cukup sehingga mengetahui apa yang harus dicari pada calon pasangan barunya. Dia menikah lagi, dan telah bahagia menikah dengan seorang Muslim dan sudah lebih dari 10 tahun membangun mahligai rumahtangganya. Alhamdulilah kehadiran suami pertama, jika bukan karena dia, dia tidak akan belajar tentang Islam, dan mengakibatkan dia menemukan jodohnya yang terbaik! Mungkin Anda mendapatkan manfaat dari seseorang dengan mengajarkan mereka sesuatu, , atau bahkan menjadi ujian atau cobaan, Allah memiliki cara untuk menempatkan orang-orang tersebut hadir dalam kehidupan kita, dan menempatkan kita dalam kehidupan orang lain , karena Allah adalah Penguasa dan Perencana terbaik Bahkan ketika Dia menghapus kehadiran seseorang dari hidup kita, kita harus mengatakan “Alhamdulilah” karena pasti ada alasan yang tidak dapat kita pahami pada saat itu. Kita tidak akan pernah benar-benar tahu pasti apa peran banyak orang bermain dalam hidup kita, tetapi Allah yang tahu. Tidak ada di bumi ini terjadi tanpa kehendak-Nya. {Katakanlah: “Tidak ada yang akan terjadi pada kita kecuali apa yang Allah telah menetapkan bagi kita: Dia adalah pelindung kita”:. Hanya kepada Allah orang-orang mukmin bertawakal} (09:51) (Nn) Read More..

Suami Suami Dekil

Tak semua bunga punya keindahan yang sama. Ada bunga yang enak dipandang, enak pula dicium. Harumnya menggiring kita untuk berada lebih dekat. Ada juga bunga yang indah dipandang, tapi tak enak dicium. Keindahannya cuma untuk dari jauh. Lebih tak enak lagi dengan bunga jenis ketiga. Wajahnya suram, baunya…, oh seram! Pak Budi bersyukur tergolong orang yang bahagia. Selain isteri shalihat, Allah mengaruniainya dengan anak-anak yang taat. Baginya, dua karunia itu sudah merupakan karunia yang teramat besar. Dan itulah inti dari doa seorang muslim. “Ya Allah, karuniakan kami isteri-isteri dan anak-anak yang bisa menjadi penyejuk mata….” Betapa indahnya hidup ini. Siang malam dikelilingi para pelipur lara. Senyum isteri yang bisa mengubah dunia suram menjadi tenteram. Celoteh dan tingkah polah anak-anak yang membalikkan duka jadi bahagia. Kalau mengingat-ingat itu, lidah Pak Budi selalu tergerak untuk dzikir dan tahmid. “Maha besar Allah dengan segala karunia-Nya yang tak terhingga,” ucap Pak Budi dengan penuh syukur. Tapi, rasa bahagia Pak Budi pernah juga tergores luka. Sebenarnya, goresan itu kecil buat ukuran umum. Bahkan, nyaris tak terasa. Tapi, buat Pak Budi itu teramat besar. Kalau mengingat itu, Pak Budi jadi malu. Malu sama Allah, isteri, anak, dan dirinya sendiri. Goresan itu terjadi ketika Pak Budi lupa merubah kebiasaan. Selagi lajang, Budi muda tergolong aktivis yang super sibuk. Aktif di masyarakat, di kampus, dan berbagai organisasi Islam. Pagi pergi, pulang menjelang pagi. Paling cepat, ia pulang jam sebelas malam. Badan letih, pikiran capek, tidur pun jadi pilihan menarik. Jangankan pakai minyak wangi, mandi saja cuma sekali sehari. Itu pun cuma pagi. Buat suasana aktivis, pemandangan itu memang bisa dianggap biasa. Tapi, gimana kalau yang mengelilingi Pak Budi adalah seorang isteri yang lembut, senang rapi dan cinta bersih. Juga, anak-anak yang butuh teladan. Wah, suasana jadi kurang mesra. Boro-boro tertarik, melihat saja sudah jijik. Masih segar ingatan Pak Budi ketika pulang malam. Saat itu, ia langsung menghampiri isteri tercintanya. Padahal, bajunya sudah basah kering dengan keringat. Tiba-tiba bau tak sedap menyergap seisi ruangan. Dengan susah payah, isterinya menahan bau yang tak karuan. Bahkan, sempat bersin berkali-kali. Mau bilang khawatir tersinggung. Terus diam, bikin kepala tak karuan. Sayangnya, Pak Budi tak sadar diri. “Sudah mandi, Mas,” tanya sang isteri tiba-tiba. “Sudah,” jawab Pak Budi spontan. “Kapan?” tanya sang isteri lagi. “Tadi pagi,” jawab Pak Budi ringan. Pernah juga, dengan tiba-tiba mertua berkunjung. Biasanya, Minggu pagi bisa dimanfaatkan Pak Budi buat tidur lagi. Itu karena malamnya penuh terisi dengan aneka kesibukan: rapat, kunjungan, dan lain-lain. Dengan perasaan tak berdosa, Pak Budi menghampiri tamu kehormatannya dengan mata agak belekan. Rambut ikalnya masih tegak berdiri seperti pemain sepak bola terkenal dari Inggris. “Eh, ada bapak sama ibu. Silakan duduk!” ucap Pak Budi sambil merapikan sarung. Saat itu, sang isteri cuma bisa bingung. Malu. Mau negur sudah di hadapan. Mau diam bikin perasaan tak karuan. Mungkin isteri Pak Budi cuma bisa kebayang-bayang dengan reaksi ayah ibunya. “Kamu ini. Ngurus suami saja kok tak becus. Gimana kalau ada anak?” Pak Budi juga tergolong makhluk yang susah rapi. Busana Pak Budi mudah ditebak: kaos, celana katun, dan sandal kulit. Kadang-kadang, cuma sandal jepit. Sebenarnya, Pak Budi punya sepatu. Tapi, itu hanya terpakai saat jadi pengantin. Selebihnya, Pak Budi kembali kepada habitatnya. Apa adanya. Suatu kali, Pak Budi diajak isteri menghadiri walimahan. Sang isteri minta Pak Budi berdandan. Pak Budi bingung sendiri. Mau pakai baju apa. Pakai batik, nanti mirip birokrat. Pakai jas, bisa dianggap borju. Selain itu, badan bisa terasa panas. Pakai kemeja kurang pas. Pasalnya, hampir-hampir tak pernah Pak Budi memasukkan bajunya kedalam celana panjangnya. Biasanya, sang baju dibiarkan menjuntai melambai-lambai. Lama Pak Budi merenung di depan lemari. Sekumpulan baju yang nyaris tak pernah tersentuh, hanya bisa terpandang. Sesekali, ia melirik busana seragamnya. Kaos, dan celana katun. Tapi, ia yakin, isterinya pasti tak setuju. Masak ke pesta berbaju ala kadarnya. Jadilah Pak Budi terdiam dalam aneka pilihan. Selain batik dan kemeja, Pak Budi juga alergi dengan minyak wangi. Terlalu naif buat Pak Budi berminyak wangi. Ia lebih memilih mandi berkali-kali ketimbang harus pakai minyak wangi. Ungkapan penolakan terhadap minyak wangi memang tak bisa tergambar jelas. “Pokoknya, gimana gitu,” ucap Pak Budi suatu kali ke teman dekatnya. “Sepertinya, kok genit amat pake minyak wangi segala. Cengeng,” tambah Pak Budi suatu kali. Di sisi lain, penampilan Pak Budi kadang bisa menguntungkan. Terutama ketika naik kendaraan umum. Biasanya, copet mengincar mereka-mereka yang tampil necis. Dalam hal ini, Pak Budi diuntungkan. Jangankan mengincar, melirik ke Pak Budi saja, copet-copet sudah pesimis. Akhirnya, sang isteri tak bisa tahan dalam diam. Suatu hari, isteri Pak Budi berbagi rasa. “Mas ganteng, deh. Apalagi kalau bajunya kemeja, pakai minyak wangi, dan bersisir rapi. Wah, seperti bintang film aja!” ucap sang isteri sambil bercanda. Yang diajak bicara cuma diam. Hanya senyumnya yang mengembang. “Repot, ah!” ucap Pak Budi ringan. Kesadaran pun muncul ketika pasangan suami isteri itu dikaruniai Allah seorang puteri. Saat puteri Pak Budi pulang dari sekolah TK, Pak Budi mau berangkat keluar. Mereka saling berpapasan. “Lho, Ayah mau kemana?” tanya si anak. “Kerja!” jawab Pak Budi singkat. “Tapi, kok rambutnya masih acak-acakan,” komentar sang anak spontan. “Emangnya kenapa?” tanya sang ayah. “Malu, dong!” protes si kecil tajam. “Malu ama siapa?” tanya Pak Budi lagi. “Ya, sama Rasulullah! Nabi Muhammad itu selalu rapi. Tau!” bentak si kecil enteng. Kontan saja, ucapan si kecil bikin Pak Budi mikir berkali-kali. Aih, benarkah? Suara hati Pak Budi bertanya dalam. Benarkah Rasulullah yang tak pernah sedetik pun waktu luangnya terlewatkan tanpa pergerakan selalu tampil rapi? Pak Budi merenung sejenak. Saat itu juga, ia kembali masuk ke rumah. Diambilnya sebuah buku. Buku itu berjudul ‘Akhlak Nabi’. Lambat Pak Budi membuka helai demi helai halaman buku. Dan…. “Benar. Anakku memang benar!” suara Pak Budi perlahan. Mata Pak Budi masih tertuju pada halaman buku yang berisi sebuah hadits Rasulullah saw. Artinya, “Sesungguhnya, kamu akan bertemu dengan saudara-saudara kamu. Rapikanlah busana kamu. Dan bersihkanlah kendaraanmu. Sesungguhnya Allah swt. tidak suka dengan hamba yang jorok, lagi dekil.” Sejak itu, Pak Budi berubah perlahan tapi pasti. Ia mulai pakai kemeja. Sesekali dengan minyak wangi. Cuma jas yang masih belum ia terima. Entah kenapa, seleranya belum nyambung dengan busana yang satu ini. Tapi, itulah Pak Budi. Ah, bahagianya jadi bunga. Enak dipandang, nyaman didekati. Lagian, bagaimana mungkin bisa merubah masyarakat kalau mereka tak mau mendekat. Itu namanya sulap. Bukan sulap, bukan sihir. Orang khilaf, kurang zikir. (nh) Read More..