Kamis, 15 Januari 2009

Berhutang...? Engga Ah..

Tulisan saya kali ini berdasarkan kisah seorang teman saya, mantan teman satu kantor, yang setiap hari tidak tenang karena mendapat telephone dari berbagai macam bank untuk menagih kartu kreditnya karena telat membayar dan over limit. Dan dia selalu menghindar dan sedikit menyusahkan teman disekitarnya untuk dapat berbohong kepada penagih utang dari bank berbeda, saya pun pernah kena marah dari debt collector yang menagih pembayaran kartu kredit dari suatu bank, dan saya pernah kena bentak dan kena marah dari debt collector, sehingga saya terpancing emosi dan saya marah kembali.

Kondisi keuangan seseorang tergantung bagaimana seseorang mengelola pendapatan dan pengeluran. Suatu rumus dasar dalam persamaan akuntansi Kekayaan=utang + modal, jadi utang adalah diakui sebagai kekayaan kita, tetapi biasanya buntut dari suatu utang kita memiliki kewajiban pengembalian plus suatu nilai yang harus kita bayar atas biaya yang kita bayarkan.

Begitu susah manusia mengerem kebiasaanya untuk berbelanja, sehingga tidak ada dana yang dikeluarkan untuk menabung. Karena manusia di karunia suatu hasrat dan keinginan, maka terkadang manusia sering lupa diri untuk memenuhi hasrat dan keinginan tersebut, walau terkadang tidak sesuai dengan keadaanya. Sehingga antara pengeluran dan pendapatan sering lebih besar pasak dari pada tiang, sehingga menimbulkan Defisit, dan untuk menutup deficit akan muncullah hutang.

Mungkin suatu saat kita menginginkan sesuatu tetapi dana belum tersedia, missal saya menginginkan suatu Handphone keluaran baru dengan fitur yang lebih baik, dengan harga 100 rupiah, sedangkan pendapatan saya hanya 30 Rupiah, karena factor keinginan dan gengsi yang harus dituruti untuk memiliki nya saya mempunyai dua pilihan.

Pertama saya akan berhutang /kredit dengan pembayaran dicicil selama 5 kali, @ Rp 20 + bunga 2,5 rupiah. Berarti total yang saya bayar RP 102, 5 rupiah dalam waktu lima kali. Dengan resiko ketika jangka waktu pembayaran 5 x telah selesai nilai dari Hp Tersebut tinggal Rp 90, karena nilai suatu barang akan menurun seiring waktu pemakaian. Dan cara kedua saya dengan sabar saya akan mengumpulkan uang dalam waktu 5 x sebesar Rp 20 sehingga terkumpul dana Rp 100 dan saya belikan Hp tersebut dimana nilai Hp tersebut telah menurun sebesar Rp 90, jadi saya memiliki uang sisa sebesar Rp 10, dan tidak ada biaya yang saya keluarkan.

Menurut anda mana yang lebih menguntungkan apakah anda mengambil hutang dengan biaya yang anda keluarkan Rp 102,5 atau cukup anda membayar RP 90 untuk suatu benda yang sama. Saya yakin kita sepakat cara kedua yang lebih murah. Dan anda akan pilih. Tetapi kenyataan akan berbeda di lapangan Justru anda akan mengambil yang pertama. Kenapa, karena pada umumnya manusia bersifat tidak sabar, dorongan lingkungan dan gaya hidup, gengsi, kemudahan mengambil hutang dari pihak-pihak yang memberi, iklan, iming-iming hadiah dan sebagainya.

Jika untuk satu barang konsumtif anda rugi sebesar 10,25 bagaimana jika anda memiliki 10 kebutuhan , maka kerugian anda sebesar Rp102,5, wow jumlah fantastis yang harus anda bayar begitu tinggi. Begitulah rata-rata gaya konsumtif membuat kita membayar lebih atas kebutuhan kita. Apa hasilnya kita akan terlilit utang yang besar jika kita penuhi semua keinginan kita, dan pihak yang memberi kemudahan hutang akan menangguk keuntungan yang luar biasa.

Dan hasil kerja keras kita, banting tulang siang-malam akan jadi sia-sia kita hanya menambah kekayaan pemberi hutang, Kita hanya jadi sumber uang pihak-pihak yang memberi kemudahan dengan syarat ada tambahan pembayaran. Walau pun dengan berbagai bentuk dan nama, hutang adalah hutang, dimana kita wajib melunasi, di dalam agama, jika kita meninggal dan kita memiliki hutang maka sebaiknya menjadi tanggung jawab ahli waris kita. Pertanyaan saya tidak malukah kita mewariskan hutang¡Ä

Maka kalau saya boleh menyarankan, coba kendalikan keinginan anda, dan hanya penuhi kebutuhan anda. Membedakan keinginan dan kebutuhan, coba tahan beberapa waktu keingian anda bila masih terdapat keinginan bisa berindikasi itu adalah suatu kebutuhan. Suatu kebutuhan jika kita tidak memenuhi akan mempengaruhi kualitas hidup kita.

Saya heran kenapa saat ini semua orang berlomba memamerkan sesuatu kebendaaan yang dimiliki, tidak peduli bagaimana cara mendapatkanya, apakah itu dengan cara berhutang atau dengan cara menabung, bahkan dengan cara yang kurang terpuji, dengan mencuri, merampok, Korupsi, merampas, menipu. Ketika saya melihat kakek saya di meninggal tidak ada semua kebendaan yang dibawa ikut dikubur semua ditinggal didunia.

Saya hanya coba mengajak semua sahabat termaksud diri saya sendiri yang banyak khilaf, mengapa kita harus mengorbankan diri untuk berhutang hanya untuk suatu gaya hidup sesaat, suatu yang kita kejar adalah suatu penilaian manusia yang bersifat relative. Kita rela membayar biaya hutang yang besar terkadang kita harus mengorbankn harkat dan martabat sebagai manusia, mengapa, saat kita ditagih utang oleh pihak-pihak tertentu sering kita marah, sering terjadi pertengkaran, kata-kata yang tidak layak dikeluarkan akan keluar semua.

Marilah hidup sederhana, dan mengutip kata bapak proklamator Bapak Sukarno, mari Berdiri diatas kaki sendiri, coba kita galakan untuk dapat menabung, berinvestasi, kurangi kegiatan konsuntif, dan mengejar harta dunia.

Hanya cerita, Jujur saya sering bersedih saat ini semua orang Indonesia banyak yang larut berlomba mengunpulkan harta dunia dengan cara tidak halal pejabat semua berlomba korupsi, birokrat jadi tukang sunat, semua terjadi secara terang-terangan disemua aspek hokum, Kemanusiaan, kesehatan, Pendidikan. Padahal semua yang menjabat adalah orang yang pintar dan bergelar, semua orang hebat tetapi semua berlomba menjadi kaya. Semoga allah membukakan hati mereka. lebih baik kita menabung dari pada kita berhutang

JIka tulisan ini terdapat kata-kata yang tidak berkenan saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Jika terdapat saran, kritik, dan masukan, harap langsung ditujukan ke erwinarianto@...

"Hutang adalah suatu harta bersyarat dan memiliki kewajiban untuk diselesaikan"

"Biaya yang timbul dari hutang atau kredit lebih besar dari pada nilai benda yang kita beli dari sebuah hutang"

"Berdiri diatas kaki sendiri, dan hidup sederhana lebih damai disbanding hidup kaya raya penuh hutang "

Terilhami pengalaman rekan mantan satu kantor ku, dan keinginan hati untuk tidak memiliki hutang.

Tidak ada komentar: