Rabu, 03 Agustus 2011

Jangan Terkecoh Emansipasi Sesat, Bunda


Bunda,
Sebentar lagi, 21 April yang biasa diperingati sebagai hari Kartini. RA Kartini, tokoh emansipasi di Indonesia, akupun menghormatinya. Bahkan waktu SD dulu, aku sering sekali diajak bapak atau ibu guru untuk berziarah ke makam RA Kartini, yang kebetulan tokoh sejarah itu dimakamkan di Bulu-Mantingan, yang kebetulan hanya sekitar 14 km dari Blora ke arah Rembang. Bahkan beberapa kali aku dan teman-teman naik sepeda untuk menuju ke sana. Suasana ziarah akan ramai sekali pada bulan April. Jujur, waktu itu aku hanya tahu yang aku ziarahi bersama teman-teman adalah seorang tokoh perempuan yang sangat terkenal di negeri ini.

Bunda,
Usia emansipasi di negeri ini jauh lebih tua dari usia negerinya sendiri. Emansipasi itu sudah dimulai dari zaman penjajahan Belanda. Dan tokoh-tokohnya adalah muslim-muslimah yang taat, Insya Allah. Karena memang seharusnya seperti itulah adanya. Agama kita tidak pernah membeda-bedakan pahala antara laki-laki dan perempuan dalam hal ketaatan kepada Allah. Begitu juga sebaliknya, kalau perempuan. Ataupun laki-laki berbuat maksiat kepada Allah, balasannya tetap sama. Tidak sedikitpun Allah membedakan balasannya, walaupun secara fisik wanita diciptakan dengan sisi kelembutannya.

Kalaupun ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah dalam hal kodratnya. Karena memang dari penciptaannya pun berbeda. Kalau laki-laki diberi Allah kekuatan dari segi fisik, tetapi di sisi lain sebagai penyeimbang Allah menciptakan perempuan dengan jiwa yang lembut. Tapi justru di situlah letak keperkasaan seorang wanita, dalam kelembutannya. Jadi sangat wajar apabila dalam hal-hal tertentu harus ada pengecualian, karena memang beda. Akan sangat lucu kalau seandainya untuk mencapai kesetaraan seorang laki-laki berhak untuk memakai gaun perempuan dan menunjukkan kefeminimannya sementara sebaliknya sang perempuan harus tampil gagah dan garang seperti layaknya seorang laki-laki. Justru di situlah letak keadilan Allah, karena adil memang tidak mesti harus sama.

Bunda,
Jujur aku katakan, saat ini banyak emansipasi yang menyesatkan dan semakin jauh dari tuntunan Islam, walaupun tentunya tidak semuanya seperti itu. Masih segar dalam ingatan kita ketika pada hari Jum'at tanggal 11 Juni 2010 kemarin di Oxford, Inggris barat dilakukan sholat Jum'at dengan khotib dan dan imam seorang perempuan asal Kanada yang bernama Raheel Raza. Walaupun itu jauh terjadi di sana, efeknya seperti bola salju, menggelinding ke seluruh negara-negara muslim, tanpa bisa di filter informasi tersebut karena memang zamannya memang zaman keterbukaan informasi. Tentu tidak akan menjadi masalah seandainya dia menjadi imam sholat bagi sesama perempuan. Bukan berati menghalangi hak perempuan untuk menjadi pemimpin, tetapi memang area yang harus dipimpinnya sudah diatur jelas oleh Allah melalui Rasul-Nya yang tidak mungkin salah. Percayalah Bunda, pada saat seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki di belakangnya, sangatlah mengganggu kekusyukan dan konsentrasi jamaah pria dibelakangnya, apalagi shaf pertama.

Masih lagi hak waris yang saat ini sedang ramai-ramainya digugat oleh mereka yang mengaku 'aktifis perempuan untuk kesetaraan gender'. Kadang aku tersenyum sendiri kalau mendengar mereka selalu mendengung-dengungkan bahwa Islam memasung kebebasan dan kesetaraan bagi kaum wanita. Kalau dilihat dari sistem pembaginya yang 2 bagian bagi laki-laki dan 1 bagian bagi perempuan memang kelihatan tidak adil bagi otak kita yang memang diciptakan terbatas daya jangkaunya ini. Mereka menuntut pembagian yang adil adalah 1:1. Sayang mereka hanya menonjolkan satu sisi, tetapi tidak mau belajar di sisi yang lain. Dan mereka lupa, tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa walaupun bagiannya hanya satu , tetapi oleh Allah bagian tersebut di atur hanya untuk wanita itu sendiri, tidak wajib baginya berbagi dengan yang lain. Beda sekali dengan 2 bagian bagi laki-laki yang harus dan wajib dipergunakan bersama istri dan anak-anaknya. Masihkah Allah salah mengaturnya?

Bunda,
Pernah dalam satu penerbangan Balikpapan-Surabaya yang kebetulan pesawat tersebut terbang malam hari, aku duduk dalam deretan bangku tengah yang kebetulan dua orang disebelahku adalah ibu-ibu paruh baya. Sesaat setelah duduk merekapun berkenalan dan menanyakan tujuan masing-masing. Rupanya keduanya mantan TKW yang baru berkunjung di tempat saudaranya di Balikpapan. Yang satu pernah bekerja di Arab Saudi selama 3 tahun dan yang satunya lagi bekerja di Malaysia selama 2 tahun, kemudian ke Brunei selama 1.5 tahun.

Yang menarik adalah, begitu pulang ke tanah air ternyata suaminya kawin lagi. Masya Allah. Saking kesalnya maka sisa uang yang didapat selama bekerja diluar negeri digunakan untuk jalan-jalan ke Balikpapan. Siapa yang salah? Suaminya jelas salah karena menelantarkan istri, tidak mau bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan satu lagi mengkhianati istrinya. Tapi juga alangkah indahnya kalau seandainya sang istri juga tidak berani bepergian selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun meninggalkan keluarga tanpa mahrom yang sebenarnya dilarang oleh Islam. Bagaimana bisa mendatangkan rahmat Allah kalau yang kita lakukan menyelisihi aturan-Nya? Terbalik rasanya kalau sang istri harus mencari nafkah sampai harus ke luar negeri menjadi TKW yang mungkin (maaf) dengan keterbatasan skill sementara sang suami enak-enak di rumah, merawat anak, sambil menikmati gaji kiriman dari sang istri? Adalah hak Bunda untuk menyampaikan hal tersebut ke suami, hak Bunda juga untuk mendapatkan nafkah dari suami, baik lahir maupun bathin.

Memang negeri ini jumlah pengangguran sangat tinggi sementara sepertinya para penguasa negeri ini masih bisa tersenyum di sela-sela rintihan rakyatnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun masih sebatas kebutuhan primer. Setidaknya itulah yang aku dan banyak orang rasakan saat ini. Satu-satunya jalan pintas yang dianggap mudah adalah memberi fasilitas/kemudahan warganya untuk menjadi TKI di luar negeri walaupun dengan jaminan keamanan dan kenyamanan bekerja yang tidak jelas. Akan sangat indah kalau seandainya yang dikirim adalah tenaga ahli, sehingga bangsa kita tidak menjadi bangsa yang bisa dianggap rendah oleh bangsa lain. Kadang aku miris setiap hari diberitakan tentang TKW yang pulang dengan kondisi kejiwaan yang terganggu atau bahkan menjadi korban perkosaan di tempatnya bekerja dan yang sebagian lagi harus menunggu hukuman mati karena sebenarnya mereka membela diri.

Bunda,
Sering kali di ekspose di media tentang 'wanita-wanita perkasa yang kalau kita tidak jeli bisa membuat pemahaman kita tentang emansipasi menjadi keliru. Di sana ada wanita yang berprofesi sebagai petinju, pemain sepak bola, sopir bis, kondektur bahkan (maaf) tukang becak. Tidak ada maksud sedikitpun dari ananda untuk melecehkan profesi tersebut. Beberapa waktu kemarin aku naik bis Surabaya-Blora yang kebetulan kondekturnya perempuan . Bis itu jadwal berangkatnya jam 22:30. Tak lama setelah bis jalan, distop oleh 2 orang lelaki yang sepertinya baru selesai menenggak minuman keras. Dari bau mulut saat dia ngomong sudah sangat jelas mereka dalam keadaan mabuk. Pada saat di tarik karcis mereka malah marah dan hanya mau membayar 1 tiket. Semakin ditegur oleh ibu kondektur untuk membayar, mereka semakin marah. Akhirnya si ibu kondektur itupun mengalah.

Kalau hal seperti ini dianggap lumrah, tentu akan berbeda hasilnya ketika kondekturnya laki-laki, karena memang profesi itu sebenarnya cocok untuk laki-laki. Belum lagi kalau sopir bis nya juga perempuan. Masya Allah … Memang benar ada ungkapan bahwa sebenarnya apapun yang bisa dilakukan laki-laki sebenarnya bisa dilakukan oleh perempuan kecuali mengandung, karena laki-laki memang tidak mempunyai rahim. Dan itulah yang selalu didengung-dengungkan mereka yang mengaku membela perempuan. Dan itu dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk mempekerjakan perempuan sebanyak mungkin. Mereka beranggapan bahwa dengan membayar murah dan tidak banyak tingkah seperti laki-laki, merupakan modal untuk mendapatkan keuntungan besar bagi perusahaan. Akan sangat cocok kalau perusahaan tersebut bergerak dibidang garmen, farmasi atau perusahaan bidang lain yang memerlukan ketelitian tinggi.

Mohon maaf kalau ini hanya idealisme ananda. Seandainya kaum hawa sedikit 'merelakan' beberapa pekerjaan yang memang seharusnya di lakukan oleh laki-laki mungkin pengangguran tidak separah ini. Contoh sederhana saja, saat ini banyak perusahaan kayu lapis yang sebagian besar pekerjanya adalah perempuan. Padahal di sana banyak memerlukan kegiatan/pekerjaan yang bersifat fisik. Belum lagi para pekerja di pompa bensin yang saaat ini sebagian besar dilakukan oleh perempuan. Pekerja-pekerja di toko material bangunan juga sebagian besar perempuan. Akan indah kalau sesuatu itu sesuai porsinya.

Mungkin sebagian besar akan sinis dengan hal di atas. Atau bahkan akan semakin menganggap bahwa dunia wanita adalah: sumur, dapur dan kasur. Bukan seperti itu maksudku. Wanita adalah mitra sejajar laki-laki. Bahkan Rasulullah SAW mengajari kita bagaminana mengukur kekuatan suatu bangsa. Ukuran kekuatannya terletak pada kaum wanita. Kalau kaum wanitanya baik Insya Allah baik dan kuatlah negara itu. Sebaliknya kalau kaum wanitanya rusak maka rusaklah seluruh negara itu. Di sini dituntut selain sholihah wanita juga harus pintar. Karena generasi sebuah bangsa berada dalam genggamannya. Islam tidak pernah membatasi kaum perempuan untuk sekolah dan menuntut ilmu setinggi-tingginya. Bahkan walaupun tidak diwajibkan untuk sholat Jum'at, seorang wanita boleh menuntut suaminya untuk menyampaikan ilmu yang didapat dari khotbah Jum'at sang suami.

Bunda,
Kadang hatiku gundah dan geram melihat eksploitasi wanita di semua lini. Coba kita lihat di televisi, iklan apapun akan menggunakan wanita sebagai ikonnya. Bahkan produk yang tidak ada hubungannya dengan wanitapun tetap menggunakan wanita sebagai daya tariknya. Belum lagi saat ini banyak ibu-ibu yang tidak merasa resah pada saat anak gadisnya belum pulang sementara sudah diatas jam 22:00. Justru mereka resah pada saat anak gadisnya yang berusia SMP belum mempunyai pacar. Astaghfirullah. Dan fenomena ini terjadi di depan mata kita, Bunda. Sebuah fenomena yang mungkin tidak terjadi pada saat Bunda masih muda dulu. Padahal mereka adalah generasi penerus kita kelak.

Kekuatan bangsa dimulai dari keluarga yang didalamnya peran Bunda sangatlah dominan. Jepang dikenal sebagai bangsa yang kuat karena kaum ibunya yang kembali ke rumah dengan modal pendidikan yang cukup. Pendidikan itu digunakan untuk mendidik anak-anaknya yang kemudian menjadi generasi yang unggul. Meraka tidak malu berkarir di rumah, sementara di negri kita akan disebut wanita yang sukses adalah yang berkarir tinggi di suatu perusahaan dengan ratusan karyawan pria di bawahnya, atau menjadi selebritis yang dielu-elukan di berbagai tempat. Padahal aku, yang dilahirkan dari salah satu Bunda sangat menantikan dan merindukan datangnya kaum ibu yang menghasilkan generasi yang berkualitas, generasi yang kuat ketakwaannya kepada Allah, sehingga tidak lagi aku harus menyaksikan profesi dokter ahli kebidanan dan kandungan yang saat ini justru masih didominasi oleh kaum pria. Aku tunggu baktimu dengan kerinduanku yang teramat dalam./M .jono AG

Read More..

“Suamiku, Apa Yang Menutupi Hatimu ?”


Prangkkk….!! semua berhamburan, piring-piring dan gelas pecah berserakan.
Plakk…!! kembali tamparan mendarat dipipiku, aku hanya bisa meringis menahan sakit, pipiku lebam. Mungkin sudah tak bisa lagi dihitung dengan jari saking seringnya aku dapat hadiah tamparan dari suamiku jika dia sedang marah.
Dia tak peduli dengan sakit yang aku rasakan, dia tak pernah menghiraukan ngilunya sendiku setelah dia membanting tubuhku ke lantai, ceceran darah dipipiku dia anggap biasa saja.
Sifatnya itu tak pernah ku temui sewaktu kami masih berpacaran dahulu. Sungguh berbeda.
Kemarahannnya sungguh tak beralasan, hanya karena rasa cemburu yang membakar hatinya.
Sifat cemburunya tak dapat lagi diterima akal sehat. Jika aku pergi kewarung untuk sekedar membeli keperluan dapur, dia akan menghujaniku dengan berbagai pertanyaan, “ Habis dari mana, tadi bertemu dengan siapa saja, kamu bicara dengan siapa saja, laki-laki mana saja yang ajak kamu ngobrol, kamu berbicara tentang apa saja..? dan banyak lagi.
Ya Allah…… aku sungguh tak tahan dengan keadaan ini. aku sungguh lelah…, aku merasa tepasung dalam istanaku sendiri…..
Jika dia berangkat kerja, aku selalu dikurung di rumah, jendela dan pintu selalu di tutup, aku sama sekali tidak diizinkan bergaul dengan lingkunganku. Terkadang aku malu dengan tetangga.
Hampir setiap hari kami bertengkar walau itu hanya masalah sepele. Dia selalu mengutamakan egonya.
Apalagi jika sa’at di panggil aku agak telat merespon, dia langsung marah.
Yang makin membuat hatiku sakit….tatkala malam tiba, dia seperti menganggap tak pernah terjadi apapun pada kami disiang hari, meski dia masih bisa melihat bekas tamparan tangan kekar nya dipipiku, dia dengan leluasanya menikmati “ sajian malam” nya tanpa rasa bersalah ataupun mengluarkan sebait kata ma’af karena telah menyakitiku. Terkadang aku bertanya dalam hati “ sebenarnya hati suamiku terbuat dari apa..”? Astaghfirulllah!..
Pernah suatu hari ihksan anak kami melihat pertengkaran kami. Dia sangat ketakutan tatkala suamiku memukul serta membanting tubuhku kelantai hingga pelipisku berdarah yang menyebabkan pendengaranku agak sedikit terganggu.
Anakku gemetar dan ketakutan hingga dia pipis dicelananya, anakku yang semula periang berubah menjadi pendiam, dia selalu ketakutan jika ada orang asing yang menyapanya, dia sangat susah didekati, dia tak mau lagi datang kesekolah. Dia selalu menangis jika disuruh kesekolah, hingga akhirnya aku terpaksa menitipkan dia untuk sementara di rumah orang tuaku, agar mentalnya kembali stabil. Dia mengalami depresi berat. Aku kasihan jika dia terus-menerus menyaksikan kami bertengkar..
Aku berusaha sekuat tenagaku mempertahankan pernikahanku, walau sejujurnya aku sudah tidak kuat diperlakukan seperti itu oleh suamiku. Dalam hati aku masih sangat menyayangi suamiku meski sikapnya seperti itu.
Aku sangat sedih dengan sikap suamiku..Bukankah seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang…. ? Jikalaupun si istri melakukan kesalahan apa mesti di tegur dengan tamparan dan pukulan…?
Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ
“Sesungguhnya Allah Mahalembut, menyukai orang yang lembut. Dan sesungguhnya Allah memberikan kepada kelembutan apa yang tidak diberikannya kepada sikap kasar.” (HR. Muslim
Aku teringat lirik lagu yang pernah aku putar sewaktu aku belum menikah dulu.
“Ia ibarat kaca yang berdebu jangan terlalu keras membersihkannya Nanti ia mudah retak dan pecah...
Ia ibarat kaca yang berdebu jangan terlalu lembut membersihkannya... Nanti ia mudah keruh dan ternoda...
Ia bagai permata keindahan... Sentuhlah hatinya dengan kelembutan
ia sehalus sutera di awan... jagalah hatinya dengan kesabaran...
Lemah lembutlah kepadanya namun jangan terlalau .. Tegurlah bila ia bersalah namun jangan lukai hatinya. “
Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok, ketika dibiarkan dia akan makin bengkok namun ketika ditarik dengan keras dia akan patah. RASULULLAH Shalallahu 'Alaihi Wasallam adalah sosok pria yang ketika beliau dengan kesabaranya menghadapi banyak sikap dari para istri beliau. Beliau adalah seorang suami yang rela berdiri berjam-jam untuk menjadi sandaran istrinya ('Aisyah) ketika ia ingin melihat suatu pertunjukan olah raga pedang para sahabat. padahal waktu itu usia beliau sudah masuk usia senja. Beliau juga tidak serta merta memarahi istrinya ('Aisyah) ketika ia salah memasukkan sesuatu kedalam minuman Rasulullah , yang seharusnya ia masukkan gula namun garam yang tercampur didalamnya , namun dengan bijaknya beliau tersenyum dan berkata wahai Istriku minuman yang kau buat sangatlah nikmat, Aisyah pun menjawab benarkah Ya...Rasulullah?" kemudian Aisyah mencicipi minuman tersebut dan....Wajahnya memerah karena sangat malu juga khawatir kalau kalau Rasulullah marah. Namun Rasulullah sudah dapat membaca kekhawatiran tersebut dan tersenyum pada istrinya dengan penuh sayang.
Firman Allah Ta‘ala, "Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nisa': 19).
Setiap sujud malamku.. aku selalu ber do’a agar Allah melunakkan hatimu suamiku. Aku hanya bisa memohon kepada yang Maha membolak balikkan hati manusia agar engkau berubah , Aku tak ingin pernikahan ini hancur…, bagaimanapun aku sangat mencintaimu karena Allah , karena aku yakin Allah Maha Pemurah , sehingga kuat keyakinanku bahwa kita akan memetik buah yang indah dan manis pada akhirnya ,
Kembalillah ke jalan Allah suamiku , simpan tangan dan kekuatanmu untuk menegakkan kalimat Allah , bukan untuk meremukkan tulang rusukmu sendiri. Simpan amarahmu untuk musuh – musuh Allah yang kita wajib bersikap keras terhadapnya , bukan kepadaku yang selalu mendampingimu .Kami merindukan imam yang tegas dalam hal yang Allah mengharuskan kita tegas terhadapnya dan lemah lembut terhadap keluarga dan sesame muslim .
Buat suamiku… semoga kau membaca note’sku ini..
Cece (indah_putri85@yahoo.co.id )


Read More..

Kasih Sayang Yang Tidak Cukup


“Aduuh, Sinta, ibu sudah tak tahan lagi jagain anak kamu, keduanya bertengkar terus…seperti anjing dan kucing,” ibu melampiaskan kekesalan dan juga kesusahannya menjaga anak-anak Sinta yang dititipkan padanya. Sinta merupakan anak bungsu dan sudah 7 tahun menikah serta memiliki 2 anak, yang sulung berusia hampir 4 tahun dan yang adiknya perempuan berusia 2 tahun. Jarak antara keduanya bukan 2 tahun, namun hampir 1,5 tahun. Sebetulnya untuk anak yang kedua Sinta belum siap melahirkan kembali. Ketika itu Sinta memang menyusui anak sulungnya dan ia berpikir dengan menyusui akan terbentuk KB alami. Namun, karena ia pun bekerja si sulung diberi tambahan susu formula untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut membuat ASI Sinta menjadi semakin tidak lancar, sehingga susu formula lebih berperan dalam proses pertumbuhan gizi anak sulungnya, Imran.

Sinta tetap dalam pemikiran bahwa selagi ASI diberikan, maka tidak akan hamil lagi. Namun Sinta lupa bahwa asi yang diberikanpun hanya sedikit saja, hanya pelengkap sehingga wajar pada saat Imran belum genap satu tahun, Sinta merasa lemas, dan tiba-tiba pusing, mual dan malas, inginnya tidur terus seperti orang ngidam.

Semula Sinta mengira dirinya kelelahan karena kerja lembur gantikan kawannya yang sedang cuti hamil. Tetapi pada saat ia memeriksakan dirinya ke dokter, ia dinyatakan poisitif hamil.

Subhanallah, memang tidak mudah dalam keadaan seperti itu hamil lagi, dan malu rasanya bila sering-sering cuti bekerja. Ketika di kantor inginya pulang duluan, ketika rapat tidak konsentrasi dan rasanya tidak maksimal. Kasihan dengan kawan-kawannya yang bujang maupun kawan lelakinya, walau mereka diam saja namun nampak mereka mengasihani dirinya yang tidak lama kemudian hadir dikantor dengan selalu menggunakan pakaian gombrong menutupi kehamilannya yang sudah cukup besar.

Keadaan Sinta yang hamil kedua cukup payah disamping kondisinya yang harus terus bekerja membuat Sinta menyerahkan anaknya Imran dalam pengasuhan ibunya, dan dibantu dengan satu orang asisten rumah tangga. Imran sehari-hari mendapatkan banyak hal termasuk perhatian dan kasih sayang dari pihak luar, kondisi Sinta tidak memungkinkan untuk bercengkrama dan berkasih sayang dengan Imran, bila hari kerja, Sinta bekerja, bila pulang kerumah Sinta yang sudah kelelahan memilih untuk tidur dan tidur, sementara sang suami yang dikenakan tugas sebagai wartawan memerlukan dirinya untuk meliput berita sampai larut malam dan lebih sering keluar daerah.

Salahkah bila Imran merasakan kurangnya kasih sayang dan perhatian, bila kemudian lahir adiknya Aisyah yang putih, gemuk dan lucu, dan juga menyita perhatian nenek dan semua orang, bahkan bunda lebih memihak pada adiknya yang muncul tiba-tiba.

Mungkin Imran kecil akan berfikir, ” waktu tidak ada adik, aku sudah tidak dipedulikan, ketika ada adik, maka aku lebih lebih lagi tidak dipedulikan, maka adik sebaiknya pergi saja dari rumah ini agar aku lebih banyak waktu dengan bunda, ayah, nenek dan semuanya…”

Bukan salah Imran bila dia menjadi membenci adiknya dan sering bertengkar dengan adiknya, karena ketidakpandaian orangtua dalam memberi perhatian dan kasih sayang. Anak adalah amanah dan rizki dari Allah yang harus dijaga. Kedatangan sang adik yang mungkin terlalu cepat adalah juga sebuah rizki dari Allah yang menuntut orang tua agar dapat membagi kasih sayang yang sama bagi anak-anaknya. Jangan sampai kehadiran si adik justru membuat bunda dan ayah semakin jauh dengan si sulung tetapi justru harus lebih dekat dan sering mengajaknya berbicara mengenai si adik dari sejak di kandungan sehingga si sulung dapat menjadi kakak yang turut menjaga adiknya.


Read More..

Mandikan Aku Bunda


Assalamu'alaikum wr.wb.
Sebagian akhwat menganggap tugas wanita lebih sebagai manajer di rumahnya tanpaperlu dipusingkan urusan dapur dan merawat anak yang lebih pantas dilakukanoleh para bawahan, alias pembantu ataupun baby-sitter. Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama. Disisi lain, tidak sedikit akhwat yang tetap "teguh" dan bangga dengan kesibukan seputar urusan dapur dan diaper ini. Mereka cukup puas dengan imbalan surga untuk jerih payahnya membenamkan muka di asap "sauna" mazola (minyak goreng) dan berparfumkan aroma popok bayi. Saya tidak hendak membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini.
Seperti saya tulis di muka, sudah banyak para ulama dan ustadz yang memberikan arahan. Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya.

Sebut saja Rani namanya. Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara" dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi. Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ? "Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan.

Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. "Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya.

Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif. Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandikan Alif " begitu setiap pagi.

Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian. Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. " Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency". Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late.Allah sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya. Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya, shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan anaknya.

Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku.
" Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, "Ini sudah takdir, iya kan ? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ? ". Saya diam saja mendengarkan. " Ini konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya !" serunya kemudian, " Bangunlah Lif. Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif". Rintihan it begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah"Apabila timbul pada dirimu prasangka, janganlah dinyatakan Bila dihatimu timbul kecewa, jangan cepat dienyahkan. Bila timbul dihatimu dengki, jangan di perturutkan"Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian tugas suami isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut : " Mandikan aku, Bunda ." Akankah kita menolak ? Ataukah menunggu sampai terlambat ?
Wassalam,



Read More..