Kamis, 05 Mei 2011

Menjaga Hati Nan Tetap Ikhlas


“lho... masak sih ngasihnya cuma segitu...? Apalagi dari luar negeri, masak infaknya kecil amat, sih...?” keluh seseorang yang kusegani itu. “gak pantes deh, memang sih udah gede bagi orang sini, tapi bagusnya double ngasih dananya...” lanjutnya lagi.

Sudah berulang kali topik seperti ini mampir di telingaku. Bahkan kualami sendiri di depan mata, skala prioritas yang biasanya kita tetapkan dalam menyalurkan zakat, infaq atau sedekah, seringkali “dikomplain” oleh pihak yang kita beri, herannya hal ini biasanya terjadi di tanah air.

Bahkan hal yang seperti itu bisa menjadi ajang gossip di mana-mana. Padahal jika berada di negara rantau, saling memberi bukan hanya tradisi muslim, tetanggaku banyak yang non-muslim. Sekeping coklat saja yang diberikan sulungku untuk teman bermainnya membuat mama anak itu berterima kasih berulang kali kepada kami. Juga saat sepotong roti yang ia berikan kepada pak tua pembersih taman, “ketulusan ucapan terima kasih” bersinar di mata bapak tersebut.

Dan yang paling menyedihkan dari isu di negeri kita akan hal ini, ada sikap yang berbeda dari sang penerima dana kepada donaturnya berdasarkan jumlah rupiah yang diberikan. Mungkin kalian pernah mengalami hal ini, dalam kehidupan bersanak-saudara, ataupun lingkungan pertemanan dan relasi. Dan kebanyakan “pembumbu cerita” telah lupa, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah dia berkata dengan perkataan yang baik-baik atau dia berdiam saja.” (HR. Bukhari) dan pada riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Kebanyakan dosa anak Adam adalah karena lidahnya.” (HR. Tabrani dan Baihaqi)

Suatu hari ibu Sishy (bukan nama sebenarnya) bercerita kepadaku, “kalau infak buat ustadzahnya, satu orang lima ribu, neng... saya ngasihnya sepuluh ribu atau lima belas ribu, nah... kalau neng ini kan orang berduit, mestinya dua puluh lima ribu-lah pantasnya...” seraya mimik mukanya meyakinkan kalau “hal pantas” yang diungkapkannya adalah pengertian yang tepat.

Sejujurnya, malas meladeni perangai yang seperti ini. Pernah kuungkapkan perihal “pantasnya sedekah seberapa besar”, subjek aneh ini kepada sang kekasih. Suamiku mengutip nasehat, secuil tapi sangat bermakna, “mi... seorang petani yang penghasilannya cuma sejuta perbulan, lalu dia memberikan 500 ribu saat berinfaq tentulah lebih besar nilainya di mata Allah SWT jika dibandingkan seorang milyuner yang memberikan jumlah yang sama, 500 ribu rupiah. Mungkin bagi si milyuner jumlah itu cuma untuk beli kaos kaki, misalnya. Namun, semua orang tidak perlu menilai “pantas atau tidak pantas” jumlah uang itu, apalagi mereka-reka penghasilan seseorang dan membanding-bandingkan. Itu akan mengotori keikhlasan, dan bisa memancing seseorang untuk menyombongkan diri atau malah emosi... Bisa jadi milyuner itu punya pos donasi sendiri di ribuan yayasan atau rumah santunan lainnya, banyak para dermawan yang merahasiakan dana pemberiannya guna menjaga keikhlasan hati...” ujarnya lembut.

Saudara-saudariku, Allah SWT berfirman, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah [2] : 195)

Jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepadaNYA, salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan segala amalan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bekal timbangan di yaumil hisab. Namun menjaga “rewards” dari Allah SWT ini ada dua syarat:

Kesatu, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits arbain yang terkenal, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.”

Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT, misalnya mencampuradukkan harta halal dengan korupsi (yang haram).

Tidak ada seorang pun yang berhak menilai “pantas atau tidak pantasnya” pemberian seseorang, malah prilaku ini dapat berbuah buruk sangka, dengki dan berdampak buruk lainnya, antara lain :

1. Dengki menggusur hati yang bersih, “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (QS. Al-Baqarah [2] : 10)

2. Buruk sangka menyebabkan renggangnya tali persaudaraan, salah satu sifat terbaik dalam ukhuwah islamiyah adalah husnuzhon (berbaik sangka). Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi lahir bathin, perkara ini disabdakan oleh Rasulullah SAW, "Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta." (HR. Muttafaqun alaihi)

Bahkan Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat [49] : 12)

3. Memancing amarah dan menyebut-nyebut pemberian, misalkan terjadi pada salah seorang ibu yang juga disindir oleh ibu Sishy dalam wacana tsb. Sang ibu menjadi emosi dengan pembanding-bandingan donasi, “eh, bu Sishy... gue bukan cuma infak di RT ini, anak yatim asuhan gue banyak, ngurusin persatuan ibu-ibu RT sebelah juga, sedekah gue kemana-mana, sampe’ ikutan dana bantuan Palestine...” uppps...! Kita yang mendengarnya pasti miris.

Padahal Allah SWT berfirman, “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan (pahala) sedekahmu itu dengan mengungkit-ungkit dan menyakitkan hati (penerimanya).” (QS Al-Baqarah [2] : 264)

Serta peringatanNya dalam surah An-Najm agar tidak meremehkan orang lain, ayat 32 : “(Oleh karena itu), janganlah kamu memuji dirimu sendiri. Dia (Allah) Maha Mengetahui siapa yang sebenarnya takut.” (QS. An-Najm [53] : 32)

4. Membuat saudara bersedih hati atau malah menyakiti hatinya. Padahal saling memberi hadiah dan kegiatan tolong-menolong adalah suatu kebiasaan yang bertujuan untuk saling berbagi kebahagiaan,dll. Semoga kita makin pandai meresapi makna ayatNya, berlomba-lomba dalam kebaikan dengan tetap mengutamakan keikhlasan hati, senantiasa istighfar, Astaghfirullahal 'adzim... kala “mulai men-judge” amalan orang lain

Cukup hanya Allah yang paling berhak menilai dan menghitung amal kita!

Allah SWT mengingatkan, "Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar." (QS. An-Nisa [4] : 146)

Wallohu'alam bisshowab.
(Bidadari Azzam, krakow, 2010, edit 2011)

Read More..

Doa Menolak Takdir


Dari Salman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

“Tak ada yang dapat menolak takdir selain doa, dan tak ada yang dapat memperpanjang umur selain kebajikan.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2139. Al-Albani menganggapnya hasan lighairih dalam Shahih At-Targhib, no. 1639).

Ada beberapa hadits lain yang senada dengan ini dan menunjukkan bahwa takdir bisa dicegah dengan doa, tapi semuanya dha’if. Sedangkan hadits ini derajatnya hasan, sehingga bisa dipakai sebagai hujjah.

Bagaimana doa bisa menolak takdir padahal takdir sudah ditentukan?

Jawabnya, Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menciptakan takdir dan menciptakan pula sebabnya. Allah maha tahu apa yang akan terjadi nanti dan Ia tidak mungkin lupa atau kecolongan sehingga mengubah keputusan-Nya yang telah lalu. Tapi itu semua berada dalam dimensi ilahiyyah yang tak mungkin bisa diselami akal manusia yang serba terbatas ini. Maka tak perlu membahas masalah tersebut lebih lanjut.

Manusia hanya diperintahkan untuk melakukan sebab. Bila ingin mendapatkan rezki harus bekerja, tidak mungkin bisa kaya dengan bermalas-malasan. Nah, kerja adalah sebab dan rezki memang di tangan tuhan. Hanya orang kurang akal yang mengatakan, “Ah, buat apa bekerja bukankah rezki di tangan tuhan. Jadi, kalau saya sudah ditakdirkan kaya, maka saya akan kaya dengan sendirinya.”

Demikianlah doa, ia merupakan sebab yang diciptakan Allah untuk memperoleh keuntungan dan menolak kerugian, sama seperti kerja yang diciptakan sebagai sebab untuk mendapat kekayaan.

Kesimpulannya, takdir sudah ditetapkan dan tidak akan berubah dalam dimensi Allah. Ia hanya akan berubah dalam dimensi manusia. Manusia tidak boleh tahu apa yang sudah diputuskan Allah, tapi hanya harus berusaha untuk mendapatkan yang terbaik. Dan, Allah telah menunjukkan jalan terbaik untuk selamat dari keburukan yang kemungkinan besar akan terjadi, yaitu dengan doa. Itulah takdir dalam dimensi manusia, sesuatu yang sudah dipastikan akan terjadi, sehingga secara logika tak mungkin tertolak. Misalnya, ada yang sakit dan menurut dokter tinggal menunggu waktu saja dan tidak mungkin disembuhkan. Tapi, dengan doa siapa tahu terjadi keajaiban dan yang bersangkutan ternyata sembuh. Inilah maksud doa menolak takdir. Walahu ‘alam.

Kisah nyata:

Kisah ini dialami oleh salah seorang teman istri saya yang bekerja di PT Sanyo Electronics Cikarang. Dia menuliskan ceritanya khusus untuk penulisan buku saya ini, semoga Allah membalasnya dengan kabaikan.

Ia mengalami kehamilan pertama, dan ketika diperiksa oleh dokter ternyata janin yang ia kandung terinveksi virus rubella akibat sakit yang diderita sang ibu. Virus itu menyerang pada saat usia kandungannya 3,5 bulan. Hasilnya, sang bayi positif akan lahir dalam keadaan cacat, seperti buta, gangguan pendengaran dan lain sebagainya.

Beberapa kali ia berusaha memeriksakan kandungannya melalui USG. Menurut dokter yang memeriksa bayi tersebut memiliki kelainan kromosom di tengkorak belakang yang akan mengakibatkan anak itu jadi idiot setelah lahir nanti.

Dengan perasaan tak menentu sang teman ini berusaha untuk pasrah. Sampai pada saatnya untuk melakukan pemeriksaan lanjutan di RSCM. Pada malam sebelum pemeriksaan itu dia bangun shalat tahajjud dan berdoa kepada Allah, dengan keyakinan penuh bahwa Allah pasti mendengar doa hamba-Nya yang kesusahan. Lalu dia juga berusaha bertawassul dengan meminum air zam-zam. Dan sangat mengejutkan bahwa hasil pemeriksaan di RSCM menyatakan bahwa sang janin sehat dan tidak terdapat kelainan apapun. ALLAHU AKBAR!

Bukan main gembiranya perasaan sang teman ini, dan dia merasakan betapa Allah maha baik bila diminta dengan ikhlas oleh sang hamba. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengenakan jilbab (sebelumnya dia tidak berjilbab) pasca melahirkan sebagai bentuk syukurnya kepada Allah Taala.

Dari sini ada beberapa hal menurut pandangan syar’i mengapa anaknya itu sembuh. Beberapa ikhtiyar yang dia lakukan adalah:

Dia berdoa
Dia pasrah pada keputusan Allah
Dia Shalat Tahajjud
Dia bertawassul dengan meminum air zamzam

Semua itu memang disunnahkan, dan masing-masing akan menyebabkan terkabulnya doa bila dilakukan ikhlas dan memasrahkan diri kepada Allah Ta’ala. Ini adalah salah satu makna hadits Rasulullah SAW di atas yang menerangkan bahwa doa bisa mengubah takdir. Maksudnya, takdir yang sudah diperkirakan bakal terjadi tapi masih mengandung kemungkinan lain. Wallahu a’lam.

Anshari Taslim.

Read More..

PANTASKAH SUAMI MEMUKUL ISTRI


Setiap orang senantiasa mendambakan kebahagaiaan, namun kadang harapan indah itu tak selamanya terwujud di dalam kehidupan berumah tangga, konflik dan pertengkaran kecil antara suami istri adalah suatu yang lumrah yang tak bisa di tampik dari fakta yang ada, bahkan kadang konflik tersebut berubah manjadi sangat negatif

Kenyataan pahit ini banyak dirasakan dan dialami oleh pasangan suami-istri jika mereka tidak pandai-pandai mengelolah konflik yang muncul, disebabkan kurangnya pengertian antara keduanya, bermula dari hal kecil namun begitu kompleks menimbulkan ketidak senangan terhadap pasangan, lama kelamaan perasaan ini berubah menjadi sangat benci dan membangkang oleh salah satu pihak dari suami maupun istri, sikap inilah yang dikenal dengan Nusyuz.

Banyaknya fakta aktual yang membuktikan, dengan kompleksnya konflik berumah tangga membuat suami tak segan-segan untuk memukul istrinya. Dalam majalah Family Relation menyatakan, 79% laki-laki di Amerika memukul istrinya hingga koma, 17% dari wanita yang dipukul suami harus dirawat di rumah sakit jiwa, begitu pun di Inggris dan Perancis, bahkan di Indonesia sendiri telah bosan koran dan majalah memuat berita tersebut. Kejadian demikian haruslah di pertanyakan, apakah pantas seorang suami memukul istri yang telah ia pilih sendiri sebagai pendamping hidupnya dan apakah penyebab yang membuat ia memukul istri itu logis atau hanya mengada-ada? Apakah suami pernah terpikirkan atau sadar mengapa harus melakukan perbuatan tersebut? pasti jawaban rata-rata suami adalah gelap mata disebabkan karena telah naik pitam termakan ego sendiri, padahal masalahnya sangat simpel dan mudah untuk dibenahi, karena wanita adalah makhluk yang lemah, dan segala sesuatu yang lemah mudah untuk diluruskan agar tidak terjadi pemukulan.

Di dalam Al Quran, masalah memukul istri hanya termuat sekali yang terdapat dalam surah An Nisa ayat:12 “Wallati takhafuna Nusyuzahunna fa’idzuhunna wahjuruhunna fil Madhaji’ wadhribuhunna”, Nusyuz adalah pelanggaran terhadap nilai sosial dan moral dimana seorang istri lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri yang mana kewajiban tersebut adalah hak dari seorang suami, begitupun sebaliknya terhadap seorang suami. Ibnu Mandzur (630-711 H) dalam Lisanul Arab mendefenisikan Nusyuz adalah rasa kebencian salah satu pihak (suami atau istri) terhadap pasangannya. Wahbah Az Zuhaili, guru besar ilmu fiqh pada Universitas Damascus, mengartikan Nusyuz sebagai ketidakpatuhan salah seorang pasangan terhadap apa yang seharusnya dipatuhi atau rasa benci terhadap pasangannya. Lebih jelas lagi, Nusyuz berarti tidak taatnya istri terhadap suami dan suami terhadap istri secara tidak sahatau tidak mempunyai alasan yang cukup kuat, kecuali membangkan terhadap susuatu yang memang tidak wajib untuk dipatuhi maka tidak dikategorikan sebagai nusyuz, misalnya suami menyuruh istri untuk berbuat maksiat dan sebaliknya.

Inti dari arti Nusyuz adalah pelanggaran terhadap nilai moral dan sosial, apabila istri melakukan pelanggaran tersebut maka bagi suami diperintahkan untuk menasehati istrinya dengan perkataan yang lemah lembut untuk mengingatkan akan hak dan kewajibannya sebagai seorang istri yang telah diberikan oleh Allah SWT yang merupakan bagian dari masalah sosial, apabila belum berhasil dalam mengingatkannya cara kedua adalah pisah ranjang sebagai tekanan agar ia lebih berfikir tentang hak dan kewajibannya. Jika kedua cara tersebut belum juga berhasil, agama membolehkan untuk memukul sebagai ungkapan rasa ketidakrelaan melihatnya lalai dalam melaksanakan kewajiban ataupun ungkapan kemarahan. Akan tetapi haruslah diingat bahwa pukulan itu janganlah sampai meninggalkan bekas apalagi melukai. Tidaklah menjadi keharusan bagi suami untuk memukul karena semua ulama menganjurkan agar suami menjauhi dari perbuatan tercela tersebut, begitupun jika suami yang melanggar dan lalai akan kewajibannya maka istri harus mengingatkannya, contohnya suami memecahkan keperawanan istri dengan memakai jari, meskipun hal itu enak namun tidak sesuai dengan akhlak, tidak heran ulama-ulama berkata: Izalatul bakarah bil Asba’i haramun”, apalagi hingga memukul istri.

Dalam islam, Rasulullah SAW mensunahkan kepada orang muslim agar tidak memukul istrinya, Nabi sendiri tidak pernah memukul istrinya hal itu menunjukan bahwa memukul adalah tercela yang tergolong ke dalam perbuatan makruh bahkan haram, karena Nabi sangat marah dan murka terhadap para suami yang memukul istri mereka, sebagaimana yang terdapat dalam sunan Abi Dawud hal:245, banyaknya suami-suami yang memukul istrinya sehingga mereka mengadu kepada rasul SAW, seraya Rasul marah dan keras terhadap suami-suami yang telah memukul istrinya. Kalaupun terpakasa dan tak bisa mengelak untuk memukul, maka Rasulullah SAW menganjurkan untuk memukul dengan siwak seperti sikat gigi dan semacamnya. Menurut Muhammad Ali As Shabuni dan Wahbah Az Zuhaili, saat suami melakukan pemukulan terhadap istri haruslah dihindari, 1. bagian wajah, sebab wajahn adalah bagian tubuh yang paling dihormati, 2. Bagian perut dan bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan hal yang negatif atau kematian, sebab pemukulan tidak dimaksudkan untuk mencederai apalagi membunuh istri yang nusyuz melainkan untuk mengubah sikap nusyuznya, 3. Memukul hanya pada suatu tempat , karena akan menambah rasa sakit dan memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya di daerah lain. Dalam soal memukul istri yang nusyuz, dalam mazhab Hanafi dianjurkan agar menggunakan alat berupa sepuluh lidi atau kurang atau dengan alat yang tidak akan melukai istri.

Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana jika suami memukul istri atas permintaan istri itu sendiri dengan maksud untuk bertamattu’ atau bersenang senang, atau si istri yang hyper yang lebih bersemangat dan bernafsu jika dupukuli oleh suami? Islam adalah agama yang mengajarkan untuk tidak melukai sesorang lahir batin, dan tidak seorang pun ingin celaka, olehnya itu islam menganjurkan untuk tidak mencelakai dan mengantarkan diri ke dalam kecelakaan yang berakibat buruk. Dan para ulama telah sepakat bahwa suami yang memecahkan keperawanan istri dengan jari adalah haram meskipun hal itu enak apalagi sampai memuku “Izaalatul bakarah bil Asba’i haramun”.

Dari uraian di atas, jelas bahwa pengertian memukul dalam islam adalah suatu musibah yang harus dijauhi dan ditentang oleh setiap orang muslim sebagaimana para ulama telah menentangnya, karena Rasulullah SAW sendiri telah menjelaskan bahwa hubungan antara suami istri adalah hubungan yang berdasarkan mawaddah warahmah yang menunjukkan tidak boleh adanya pemukulan dan penyiksaan sebagaimana sabdanya:”Ayadhribu ahadukum imraatahu kama yudhrabul ‘abdu tsumma yujaamiuha akhiral yaum”, apakah pantas bagimu untuk memukul istrimu seperti seorang hamba yang dipukul kemudian setelah itu engkau gauli ia pada malam hari?,pantaskah atau tidak, tanya saja pada diri anda sendiri./fikar


Read More..

Istri Yang Di Anggap Durhaka Kepada Suami


Apabila dipanggil oleh suaminya ia tidak datang. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:
“Apabila suami memanggil isterinya ke tempat tidur. ia tidak datang nescaya malaikat melaknat isteri itu sampai Subuh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Membantah suruhan atau perintah suami. Sabda Rasulullah SAW:
‘Siapa saja yang tidak berbakti kepada suaminya maka ia mendapat laknat dan Allah dan malaikat serta semua manusia.”
Bermuka masam terhadap suami. Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja perempuan yang bermuka masam di hadapan suaminya berarti ia dalam kemurkaan Allah sampai ia senyum kepada suaminya atau ia meminta keredhaannya.”

Jahat lidah atau mulut pada suami. Sabda Rasulullah SAW:
“Dan ada empat golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalai Neraka (diantaranya) ialah wanita yang kotor atau jahat lidahnya terhadap suaminya.”

Membebankan suami dengan permintaan yang diluar kemampuannya.

Keluar rumah tanpa izin suaminya. Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja perempuan yang keluar rumahnya tanpa ijin suaminya d akan dilaknat oleh Allah sampai dia kembali kepada suaminy atau suaminya redha terhadapnya.”
(Riwayat Al Khatib)

Berhias ketika suaminya tidak disampingnya. Maksud firman Allah
“Janganlah mereka (perempuan-perempuan) menampakkan perhiasannya melainkan untuk suaminya.”
(An Nur 31)

Menghina pengorbanan suaminya. Maksud Hadis Rasulullah SAW
“Allah tidak akan memandang (benci) siapa saja perempuan yang tidak berterima kasih di atas pengorbanan suaminya sedangkan dia masih memerlukan suaminya.”

Mengijinkan masuk orang yang tidak diijinkan suaminya ke rumah
maksud Hadis:
“Jangan ijinkan masuk ke rumahnya melainkan yang diijinkan A suaminya.” (Riwayat Tarmizi)

Tidak mau menerima petunjuk suaminya.
Maksud Hadis:
“Isteri yang durhaka hukumnya berdosa dan dapat gugur nafkahnya ketika itu. Jika ia tidak segera bertaubat dan memint ampun dari suaminya, Nerakalah tempatnya di Akhirat kelak. Apa yang isteri buat untuk suami adalah semata-mata untuk mendapat keredhaan Allah SWT”

Read More..