Rabu, 12 Desember 2012

Cukuplah Dengan Cinta, Semua Persoalan Bisa Selesai

Setiap 100 Tahun, Allah Berikan Ulama Pembaharu Wahai ikhwan, setiap kali terlintas dihadapan kita suatu gambaran hidup yang indah lagi mulia, yang dinamis lagi bersinar, yang pancarannya keluar dari perasaan , yang dengannya Allah menyinari hati kita dan membuat dada kita bercahaya, yakni perasaan cinta karena Allah, saling bersaudara karena Allah, dan hasrat meraih keridhaan Allah, maka ketika itulah terasa bahwa segala persoalan dan kesulitan hidup di hadapan kita menjadi tak berarti. Kalaulah saja pada saat pertemuan pertama kita hanya saling bertemu dan bertaaruf saja sudah bisa membawa kepada rasa cinta, tentulah itu sudah cukup. Dengan modal cinta saja, kita bisa mengurai persoalan persoalan yang pelik. Dasar dari cinta ini adalah kelurusan jiwa. Karena sesungguhnya jika jiwa itu rusak , rusaklah segalanya; dan jika jiwa itu baik, ikut baik pula segalanya. Kebaikannya terletak pada kejernihannya, hubungan ruhiahnya, serta keikhlasannya dalam berucap dan beramal. Jika jiwa kalian bersih, ruhani kalian akan tersambung, dan kalian juga dapat berbuat ikhlas kepada Allah dalam amalan dan ucapan kalian, percayalah bahwa kita akan dapat meraih kebaikan yang banyak. Tiada arti cinta kecuali ini. Islam tidaklah datang kecuali untuk menyatukan manusia di atas cinta dan kebenaran. “Tetaplah atas fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu” (Ar Rum 30) Read More..

Perselingkuhan

Ujian Untuk Menjadi Lebih Mulia Berita perselingkuhan kembali merebak dari tanah air. Kita sungguh prihatin, karena sepertinya perselingkuhan ini bukan kejadian aneh. Ia seperti jadi kisah rutin manusia. Bisa jadi kita mendapati kejadian ini bahkan dialami saudara atau teman-teman dekat kita. Satu hal yang pasti membuat kita sakit hati mendengarnya. Kita diingatkan lebih intensif tentang perselingkuhan dan segala efek negatif yang menyertainya ketika kejadiannya menimpa orang-orang yang menjadipublic figure. Masalahnya media massa memang terlalu rakus untuk tidak memberitakan kisah-kisah heboh seperti ini. Kita pun mungkin tidak terlalu suka dengan terisinya ruang wacana publik dengan berita-berita seperti ini. Apalagi kita tentu menyimpan empati terhadap keluarga yang diterpa musibah perselingkuhan ini. Kalau sudah begini, minimal kita bisa menjadikan berita-berita ini bermanfaat buat kita dan tentu kita berdoa semoga keluarga yang ditimpa musibah tadi bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik. *** Kata perselingkuhan ini dekat dengan kata “zina” dalam ajaran Islam. Perselingkuhan bahkan menjadi lebih buruk, sebab kejadiannya bukan pada pemuda dan gadis lajang, akan tetapi pada orang-orang yang telah berkeluarga, yang semestinya sudah mencapai kondisi stabil dan bijak pada kepribadiannya. Ini di antara rahasia, mengapa dalam ajaran Islam hukuman perzinaan bagi mereka yang menikah lebih berat daripada bagi pemuda yang belum menikah. Pada buku Taman Orang-Orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnul Qayyim membahasnya dalam satu bab khusus yang berbicara tentang orang yang memilih yang haram untuk mengganti sesuatu yang halal dan indah. Dalam hal ini mereka yang terjebak pada kenikmatan semu dan mungkin sesaat dengan menyia-nyiakan dan meninggalkan karunia rumah tangga yang harmonis dan kebahagiaan tiada tara yang Allah janjikan di akhirat kelak. Karenanya saya sendiri memandang para pelaku perselingkuhan sebenarnya mengidap penyakit jiwa yang aneh dan berbahaya, sebab jiwa mereka tertutupi tutupan nafsu jahat untuk memandang keindahan yang sebenarnya. Isi bab tulisan Ibnul Qoyyim full berbicara tentang masalah zina. Disampaikan bagaimana jiwa bisa terjebak pada zina, bagaimana pasukan iblis menjadikan “pemisahan suami-istri” sebagai salah satu tolok ukur hasil terhebat kerja mereka, betapa buruknya perbuatan zina ini, apa saja kerugian dan kerusakan yang menimpa mereka yang berbuat zina baik di dunia dan di akhirat. Yang menarik adalah, penuturan Ibnul Qayyim bagaimana godaan berzina itu dialami oleh orang-orang shalih dan bagaimana mereka menangkalnya. Selalu saja ingat akan Allah dan ingat akan kebahagiaan di akhirat yang akan luput dengan perbuatan yang “enak”nya hanya sekejap serta kerasnya hukuman di dunia (kalau ketahuan dan hukum tegas ditegakkan) dan (yang pasti) hukuman di akhirat yang tidak akan bisa dihindari menjadi penangkal jitu dari perbuatan zina. ..”. sesungguhnya nafsu (jiwa) itu selalu mengajak pada kejahatan, kecuali jiwa yang dikasihi Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yusuf:53) Dikisahkan ada seorang pemuda yang baik, yang tidak tahan akan godaan kecantikan seorang gadis. Dia merayu si gadis. Sebenarnya si gadis mengingatkan berkali-kali akan perbuatan buruk si pemuda, akan tetapi si pemuda sudah tidak bisa lagi menahan nafsunya. Akhirnya si gadis pun mengatakan, kalau begitu seluruh pintu harus ditutup. Si pemuda melakukannya, dia tutup semua pintu kamar. Ketika sudah tertutup semua, si gadis mengatakan,”Masih ada satu pintu yang belum kau tutup!” “Pintu yang mana lagi?” tanya di pemuda keheranan. “Pintu di antara Allah dan dirimu!” jawab di gadis. Si pemuda tertegun dan ia pun mengurungkan segala niat buruknya. *** Dalam satu kesempatan silaturahim keluarga muslim bulanan di Chiba, saya mengangkat diskusi tentang perselingkuhan dan zina ini. Saya hanya mengingatkan bahwa kejadian ini sudah menjadi fenomena di tanah air. Betapa dekatnya kejadian ini dengan hilangnya ghirah atau rasa cemburu dalam keluarga, yaitu ketika fungsi pemimpin dan pendidik para suami mulai sirna; Ketika penjagaan nilai-nilai kesucian mulai melemah di kalangan perempuan muslimah. Ditambah lagi pola dan sistem kehidupan, termasuk pola dan sistem kerja di dalamnya, sudah terlalu jauh melanggar norma-norma susila dan keagamaan. Begitu juga media massa terlalu mudah tergiur mencari keuntungan dengan mengeksploitasi birahi yang memang tersimpan potensinya pada manusia. Belum lagi fasilitas teknologi mutakhir, seperti ponsel yang dilengkapi kamera digital, yang alih-alih dimanfaatkan untuk kebaikan malah menjadi sarana penyebar keburukan. Ini semua adalah masalah-masalah yang mesti direnungkan secara seksama, terutama oleh keluarga-keluarga muslim terdidik. Adapun dalam hal zina, maka peringatan ajaran Islam malah pada menghindari untuk mendekatinya. Jiwa preventif amat kuat dalam menghindari perzinaan. Kata orang, cinta itu hadir karena seringnya bertemu. Begitu pula pada sisi buruknya, perselingkuhan itu hadir diawali dengan hal-hal yang tadinya dianggap biasa. Di era komunikasi ini, betapa seringnya kita mendengar ia dimulai dari saling ber-SMS atau chatting di ruang-ruang maya messenger. Kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama, saling curhat, dan pulang kantor bersama. Di sinilah syubhat (keragu-raguan) yang dihembuskan setan ke dalam jiwa; Apakah salah kami memberi perhatian kepada teman yang kesusahan? Bukankah kami tetap bisa menjaga kesopanan dan kami hanya berkomunikasi sebagai teman. Benar, teman tapi mesra! Dan kita akan terkejut ketika tarikan arus perselingkuhan semakin kuat menjerat, sementara kita masih hanyut dalam syubhat-syubhat tadi. Na’udzubiLlaahi min dzaalik. Pencegahan mendekati zina adalah hikmah Ilahiyah, Dia Yang Maha Mengetahui akan kelemahan manusia dan kerentanannya menghadapi godaan syahwat terhadap lawan jenis. Karenanya menundukkan pandangan, melazimi adab berbusana yang sesuai tuntunan ajaran Islam, menjaga adab pergaulan lelaki-perempuan, hingga tuntunan menjalani pernikahan dan kehidupan berumah tangga secara harmonis amat intensif mengisi ruang-ruang pengarahan Ilahiyah dalam Quran dan lewat tuntunan sunnah Nabi-Nya saw. Dan sungguh pada pernikahan itulah curahan terindah cinta dan kasih sayang akan menemukan kesuciannya. Untuk akhir perenungan masalah perselingkuhan dan zina ini, kita tentu tergugah untuk berdoa,”Ya Allah, jauhkanlah kami dari musibah perselingkuhan dan perzinaan, karena ia merupakan dosa dan kejahatan yang keji. Ya Allah, jadikanlah keluarga kami keluarga yang menegakkan sholat, yang senantiasa Engkau karuniai ketentraman dan kesejukkan cinta dan kasih sayang. Ya Allah, karuniakanlah kesejukan mata dan hati dari istri dan anak-anak kami dan jadikanlah kami pimpinan orang-orang yang bertakwa kepadaMu.” Chiba-Japan, Read More..

Sebab Sebab Turunnya Rezeki

Krisis Ekonomi Itu Biasa Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup. Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka. Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut: - Takwa Kepada Allah Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3) Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga. Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.” Allah swt juga berfirman, artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96) - Istighfar dan Taubat Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12) Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.” Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.” Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red) Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan. - Tawakkal Kepada Allah Allah swt berfirman, artinya, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3) Nabi saw telah bersabda, artinya, “Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani) Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata. Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia. - Silaturrahim Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut: -Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, “Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari) -Sabda Nabi saw, artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani) Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram. - Infaq fi Sabilillah Allah swt berfirman, artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39) Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.” Juga firman Allah yang lain,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268) Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim) - Menyambung Haji dengan Umrah Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani) Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji. - Berbuat Baik kepada Orang Lemah Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya, “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari) Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya. - Serius di dalam Beribadah Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.” Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi. Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin. Al-Sofwah( Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan. )/Bambang Ant Read More..

ISTANA IMPIAN KAMI BERBEDA

Hmmm, bagus sekali rumah ini! Sulit membayangkan, bagaimana seseorang mampu membangunnya. Menjadikannya sebagai istana impian yang nyata. Seorang diri! Tidak! Tentu kau membutuhkan bahan dan orang-orang untuk membangunnya. Tapi, semua berasal dari apa yang kau punya, dan tentu saja, yang kau bicarakan adalah uang. Mungkin karena aku miskin, jadi memimpikan istana - sekedar memimpikannya - sekalipun merasa tak sanggup. Ah, apa yang kau sanggup? Nah, hati kecilku selalu mengulang hal yang nyaris sama. Tak bersahabat, mencerca diriku sendiri. Tak seharusnya ia begitu. “Rumahmu ini, bagus sekali!” Aku berkata padanya. Dia tersenyum. “Benarkah?” “Ya, bagus sekali! Tentu ayahmu menghabiskan uang yang tak sedikit untuk mendirikan istana ini!” Ujarku. Kedua mataku mendahului kaki-kakiku untuk berjalan-jalan mengitari semua tempat di rumah ini. “Istana?” “Bagiku ini adalah istana. Kau tentu sangat senang tinggal di sini. Semuanya tampak menyenangkan dan, apa yang tak tersedia untukmu?” Ujarku dan dia tersenyum lagi. Senyumnya manis, lalu aku berpikir, semua penghuni istana memang mempunyai senyum yang manis. Rasanya memang tak sulit untuk tersenyum dengan manis ketika seseorang tinggal dengan nyaman dan bahagia di dalam istana seperti ini. “Tentu senang jika aku bisa melihatnya seperti itu! Tapi, aku memang melihatnya biasa saja. Kau bahkan mungkin tak percaya jika aku beritahu padamu bagaimana semua ini terlihat bagiku!” “Kau tak perlu merendah.” Aku menyela. “Aku benar-benar mengagumi istanamu ini!” “Apa yang kau kagumi?” “Yang aku kagumi adalah, ayahmu sanggup membangunnya! Bagaimana cara istana ini dibangun, itu yang membuatku kagum. Seorang yang miskin seperti aku bahkan membangunnya dalam angan-angan pun tak bisa!” “Tentu kau bisa membangunnya!” “Bagaimana mungkin? Kau membutuhkan semuanya, tapi kau tak mempunyai apapun!” Dia tersenyum lagi. Sepertinya dia tak pernah bosan untuk tersenyum. Mungkin jika aku mempunyai ayah yang membangunkan untukku istana seperti ini, atau mungkin yang lebih megah, aku juga akan selalu tersenyum seperti itu. “Ayahku sebenarnya tak pernah bisa membangunnya.” Kata Dia. “Kau tak sedang mengatakan jika istana ini tiba-tiba ada begitu saja, atau seseorang yang baik hati telah menghadiahi istana ini pada kalian bukan?” “Tentu saja tidak! Ah, sudahlah! Kau duduklah dimana saja kau ingin, aku akan membuatkanmu minum!” “Tak perlu repot-repot!” “Aku harus menyuguhi temanku ini minuman bukan? Tak sopan jika aku membiarkanmu kehausan.” Aku mengangguk akhirnya. Dia berlalu meninggalkanku, berjalan melalui sebuah pintu. Aku berpikir untuk mengikutinya, dan selalu mataku mendahului langkahku atau sesekali menarik langkahku ke tempat yang menarik perhatiannya. Aku pernah membaca dongeng tentang seorang anak yang merasa takjub ketika berada dalam sebuah istana megah. Semua hasrat dikerahkan untuk mengungkap kekaguman yang luar biasa. Rasanya aku menjadi seorang anak dalam dongeng itu sekarang. Mungkin juga saat ini aku memang tengah bermimpi. Banyak sekali pintu-pintu berwarna cokelat mengkilap, dan pada setiap pintu dipasang kain gordin yang mewah, serta gagang pintu berwarna emas. Bentuknya bagus. Dinding-dinding itu dicat dengan warna-warna yang sangat indah. Lalu aku menangkap sosok dibawahku. Kilap lantai itu yang menggambarnya. Langkahku sampai pada sebuah ambang pintu sebuah ruang. Dia di dalam sana dan sesuatu tengah dilakukannya. Terdengar bunyi sendok beradu dengan dinding gelas. Ruang untuk apa ini. “Ini dapur?” Aku bertanya. Dia menoleh dan kembali tersenyum. Ini bahkan lebih bersih dari ruang tamu di rumahku. “Ya, ibuku memasak makanan untuk kami di sini.” Sahutnya. Dia beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan menuju sebuah meja dengan beberapa kursi mengelilingnya. Meletakkan gelas di sana dan mempersilakanku dengan isyarat tangan terbukanya. “Terima kasih.” Aku dan dia duduk berbincang. Aku terus dengan pembicaraan tentang istana ini sebagaimana hasratku, sedang dia selalu mengarahkanku untuk berbicara tentang hal lain. Sepertinya ia tak berminat. Aku mulai merasa, dia seseorang yang aneh. Setiap orang selalu bangga dengan apa yang dimilikinya. Terkadang mereka menceritakan pada orang lain bahkan pada saat tak ada seorangpun yang menanyakannya. “Suatu hari, aku juga ingin bertamu ke rumahmu!” Kata dia ketika aku berpamitan. “Hanya rumah sederhana!” “Aku akan ke sana!” —— “Ah, nyaman sekali rumahmu!” Dia berkata ketika memasuki ruang tamu rumahku. “Aku bahkan tak kerasan tinggal di sini!” Aku menjawabnya dengan sedikit prasangka, ucapannya hanya untuk menyenangkanku saja. “Kau aneh!” Ujarnya. “Sungguh aneh jika kau tak kerasan tinggal di rumah yang damai ini! Bagiku melihatnya saja sudah sangat menyenangkan, tak terbayang jika aku tinggal di sini, pasti luar biasa!” “Damai?” “Ya! Rumahmu tampak seperti tempat beristirahat yang nyaman di tengah taman yang indah! Aneh bukan jika kau tak kerasan tinggal di sini?” Dia tersenyum lagi. “Akan senang sekali jika ayahku membangun rumah yang seperti ini.” “Kau tak sungguh-sungguh bukan? Kau bercanda dengan kata-katamu barusan?” “Tidak, aku sungguh-sungguh! Aku menyukai rumahmu!” Ujarnya. Aku tak percaya mendengarnya. Ia pasti hanya untuk menghiburku saja. “Ah, andai aku akan tinggal di sini…” “Aku rasa kau yang aneh! Aku saja membayangkan tinggal di rumahmu!” Sahutku. “Mari, akan aku tunjukkan semua yang ada dalam rumahku ini!” “Aku tak melihat orang tuamu?” “Ayahku bekerja di tempat yang menjual tanaman bunga. Kau bisa membeli tanaman bunga apa saja di sana. Ibuku menjual kerajinan yang dibuatnya sendiri di pasar. “ “Sekarang aku tahu kenapa rumahmu tampak seperti rumah di tengah taman. Pasti ayahmu yang membuatnya begitu!” “Ayah dan ibu memang senang menanam pohon dan bunga-bunga.” “Mereka melakukannya bersama-sama?” “Terkadang aku membantu mereka!” “Kurasa kalian keluarga yang bahagia!” Ujarnya. “Aku tahu, selalu ada masalah dalam sebuah rumah. Jika yang satu selesai, maka akan datang lagi masalah baru! Tapi kau tahu, jika kau datang pada sebuah rumah, dan kau merasa nyaman disana, ada damai yang menyambutmu, maka sedikitnya kau bisa meyakini jika penghuninya hidup dalam keadaan damai! Masalah yang datang pada mereka membuat mereka semakin tahu cara menghadapi masalah lain yang datang kemudian…” Aku memaksakan senyum mendengar perkataannya. Aku mulai merasa dia sangat berlebihan dengan kata-katanya tentang rumahku, dan sekali lagi aku yakin dia hanya ingin menyenangkanku saja. Sudah jelas rumahnya seperti istana, dan aku merasakan kenyamanan dan kedamaian begitu datang tempo hari. Bagaimana mungkin dia mengatakan rumah ini sebagai rumah yang sangat damai. Aku rasa memang dia yang aneh, bukan aku. Aku membawanya keseluruh tempat yang ada dalam rumahku. Senyum tetap tergambar di bibirnya. Aku lalu membawanya ke dapur, dimana ada tungku dengan abu yang berhamburan di depannya, amben kecil tempat ibu mengiris sayuran dan memarut kelapa atau yang lainnya jika sedang memasak, tumpukan kayu di samping tungku dan rak bambu yang dipenuhi peralatan memasak yang kesemuanya hitam pada bagian yang selalu terkena api dari tungku. “Sebagaimana kau menyukai rumahku, aku juga menyukai rumahmu! Seperti kau, aku juga tak keberatan tinggal di rumah ini! Aku bahkan langsung kerasan begitu datang tadi!” Katanya sembari meraih gelas berisi air teh yang kuhidangkan didepannya, pada sebuah meja kecil di ruang tamu. Sesaat kemudian dia meminumnya dengan hati-hati. “Teh ini rasanya enak sekali. Aku pernah meminum teh seperti ini, tapi aku lupa di mana. ” Ujarnya lagi. “Aku bahkan tak keberatan jika kita bertukar rumah!” Kata dia lagi sambil tertawa kecil. “Kau bercanda sedari tadi…” Aku menimpali dengan maksud mencari tahu apakah ucapannya sungguh-sungguh, atau sekedar untuk menyenangkanku saja. “Aku bercanda? Tidak! Aku mengatakan yang sebenarnya! Kau boleh kagum dengan rumahku, tapi aku kagum dengan rumahmu! Mungkin istana impian kita memang berbeda!” “Tak ada yang akan mengatakan aneh jika orang mengagumi istanamu, tapi aneh jika orang yang tinggal di sana malah mengagumi rumah yang seperti ini!” Kataku. Dia sekali lagi tersenyum. “Aku ceritakan sesuatu padamu. Ayahku membangun apa yang kau katakan sebagai istana. Ya! Ayahku membangun dengan uang yang dimilikinya. Menurutku itu bukan sesuatu yang mengherankan jika orang yang memiliki uang bisa melakukan apa saja, bahkan membuat istana! Hanya saja ayahku melupakan satu hal, bahwa ada yang tak bisa dibangun cukup hanya dengan uang. Aku rasa ayahku bukan apa-apa jika dibanding dengan ayahmu yang bisa membuat rumah ini seakan tempat beristirahat yang menyenangkan di tengah taman yang indah. Ayahku hanya bisa membangun istananya saja, dia tak membangun pula kebahagiaan dan kedamaian di sana. Kami tercerai berai, mungkin belum tentu sebulan sekali ayah pulang kesana! Begitu juga dengan ibu! Kakakku entah pergi kemana! Aku kesepian di sana. Aku tak tahu apa kau akan mengatakan menyenangkan tinggal di sana jika menjadi aku…” “Kau membayangkan ayahku dengan uang dan istananya. Aku membayangkan ayahmu dengan rumah di tengah taman yang damai ini. Aku hampir tak percaya kau mengatakan tak kerasan di sini. Yang telah dilakukan ayahmu ini luar biasa! Aku tak yakin jika kau sedang bermasalah dengan ayah atau ibumu…” “Aku memang tak memiliki masalah, kami semua baik-baik saja. Ayahku tak pernah membuatku kecewa.” “Istana itu memang megah dari luar, aku pun akan menyukainya jika aku bukan orang yang tinggal disana. Tapi kita tak pernah tahu ada surga atau neraka didalamnya! Kau akan sama seperti aku yang mengagumi rumahmu ketika kau tinggal disana dengan apa-apa yang terjadi denganku.” “Tapi bukankah kau jadi bebas disana?” Aku bertanya sambil memikirkan kembali pertanyaanku. Rasanya benar, kan? “Ya, bebas! Tapi aku selalu menginginkan saat aku duduk menghadapi buku-buku, ada ayah dan ibu duduk dengan cangkir teh di tangan merekam asing-masing dan saling bicara. Ketika aku ingin bertanya, mereka ada untuk menjawabnya, ketika aku tak bisa melakukan sesuatu, mereka ada untuk membantuku, dan mereka juga ada untuk mengingatkanku, ketika aku melakukan kesalahan. Semuanya! Dalam semua suasana. Aku selalu ingin berkumpul dengan mereka pada malam dengan cerita kami masing-masing tentang siang harinya!” “Aku memiliki suasana seperti itu.” Kataku. Aku tak tahu, karena bagiku itu biasa saja. Tak ada yang istimewa. Aku bahkan seringkali bosan mendengar pembicaraan ayah dan ibu padaku. “Aku akan senang dan bersyukur sekali jika aku memiliki suasana yang kau miliki. Aku yakin kau pasti senang.” Aku tersenyum. Sebenarnya tidak, tapi sejenak kemudian ada sesuatu yang mencuat dalam pikiranku. Sederhana yang diinginkannya, yang dia katakan sebagai hal yang luar biasa, dan sebenarnya aku memilikinya! Tapi entahlah, aku merasa tak memiliki apapun. “Istanaku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan damainya hidup yang kau miliki. Kau tahu, aku tak memiliki itu di sana!” Aku diam dan berpikir keras. Magelang, Desember 2012 “Kita hanya saling memandang, semuanya tak selalu seperti yang sebagaimana terlihat.” Read More..

Senin, 12 November 2012

JALAN TERDEKAT MENUJU SURGA

Bismillahirrahmanirrahim Surga…negeri indah yang jauh di mata, tapi setiap jiwa mengharapkannya. Ada yang berusaha sungguh-sungguh, ada pula yang jatuh bangun untuk mendapatkannya. Tapi…adapula yang putus asa, sehingga membiarkan dirinya tenggelam dalam kubangan dosa. Mengapa? Karena, ia merasa jalan ke surga itu sulit, melelahkan serta banyak rintangan. Sungguh, wahai kawan yang hampir putus asa, atau telah berputus asa, dan kawan-kawan yang tak ingin berputus asa, telah ku dapati percakapan penuh nasehat dalam tulisan yang singkat, tentang jalan paling mudah dan dekat menuju surga… Inilah percakapan yang ku maksud… Si Fulan bertanya pada temannya, “Wahai saudaraku tercinta! Apakah engkau menginginkan surga?” Temannya menjawab, “Siapakah dari kita yang tidak ingin masuk surga? Siapa di antara kita yang tak ingin mendapatkan kenikmatan yang kekal abadi? Dan siapakah di antara kita yang tak ingin merasakan kesenangan yang kekal, serta kelezatan-kelezatan yang terus menerus, yang tak kan lenyap dan tak pula terputus?” Si Fulan berkata, “Kalau begitu…maka mengapa engkau tak beramal shalih yang dapat menyampaikanmu ke surga?” Temannya menjawab, “Sesungguhnya jalan ke surga itu sulit, panjang, penuh rintangan dan duri. Sedangkan diriku ini lemah, tak dapat aku bersabar atas kesulitan dan kesusahan yang terdapat di jalan itu.” Si Fulan berkata, “Saudaraku…jika engkau merasa tidak dapat bersabar dalam mentaati perintah-perintah Allah, serta bersabar untuk menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat selama di dunia, lalu bagaimana engkau akan bersabar jika nanti di akhirat engkau menjadi penghuni neraka Jahannam?! semoga Allah melindungi aku darinya.” Temannya menjawab, “Inilah yang mempengaruhiku dan menjadikanku bimbang dalam urusanku. Akan tetapi, aku tidak mengetahui apa yang harus kulakukan dan dari mana aku harus memulainya…. Dan sungguh aku telah terlanjur terjerumus ke jalan maksiat dan hal-hal yg diharamkan.” Si Fulan berkata, “Aku akan menunjukkan padamu jalan pintas yang akan menyampaikanmu ke surga. Dan jalan ini adalah jalan yang mudah, tidak ada kesulitan maupun usaha yang berat di dalamnya.” Temannya berkata, “Tunjukkan padaku jalan itu, semoga Allah merahmatimu. Sungguh aku selalu ingin memngetahui jalan yang mudah itu.” Si Fulan berkata, “Jalan yang dimudahkan ini, dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Al-Fawaaid”, dimana beliau berkata, ’Marilah masuk ke surga Allah…serta berdekatan denganNya di Negeri Keselamatan…tanpa ada letih…tanpa ada kesulitan…dan tanpa ada susah payah…bahkan melalui jalan yang terdekat dan yang termudah…’ ’Sesungguhnya, engkau saat ini sedang berada pada satu masa di antara dua masa…dan pada hakikatnya masa itu adalah umurmu…yaitu dimana saat ini engkau ada…di antara masa yang telah lalu dan masa yang akan datang…’ ’Adapun masa yang telah lalu…maka ia diperbaiki dengan taubat, penyesalan serta permohonan ampun…dan itu bukanlah sesuatu yang sulit bagimu…serta tidak memerlukan amal-amal yang berat…karena sesungguhnya ia hanyalah amalan hati…’ ’Dan pada masa yang akan datang…berusahalah menjauhi dosa-dosa… dan usahamu untuk menjauhi dosa itu adalah hanya berupa usaha untuk meninggalkan dan bukanlah ia merupakan amalan anggota badan yang menyusahkanmu karena sesungguhnya ia hanyalah berupa kesungguhan serta niat yang kuat…yang akan menyenangkan jasadmu, hatimu serta rahasia-rahasiamu…’ “Apa yang terjadi pada masa lalu, diperbaiki dengan taubat…dan di masa mendatang diperbaiki dengan penghindaran (dari yang haram) dengan kesungguhan serta niat… dan tidak ada kesusahan bagi anggota tubuh atas dua usaha ini.” “Akan tetapi, yang terpenting dalam masa kehidupanmu adalah masa di antara dua masa (yaitu dimana saat ini engkau berada). Jika engkau menyia-nyiakannya maka engkau telah menyia-nyiakan kebahagiaan dan kesuksesanmu. Namun, jika engkau menjaganya dengan perbaikan dua masa, yaitu masa sebelum dan sesudahnya, dengan cara yang telah disebutkan…maka engkau akan selamat dan menang dengan mendapatkan kelapangan, kelezatan serta kenikmatan…” Maka, inilah jalan ke surga yang mudah itu…. Bertaubat atas apa yang telah lalu kemudian beramal sholeh serta meninggalkan maksiat pada masa yang akan datang. Si Fulan menambahkan, Dan kusampaikan pula padamu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Setiap ummatku akan masuk surga, kecuali yang enggan!” maka shahabat bertanya, siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah? Nabi menjawab, “Siapa yang mentaatiku maka ia masuk surga dan siapa yang tidak taat padaku maka ialah yang enggan” (HR Al-Bukhari) Dan juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Surga itu lebih dekat kepada salah seorang dari kalian dibandingkan dekatnya tali sendalnya terhadapnya, demikian pula dengan neraka.” (Muttafaqun ‘alaih). Read More..

Mendulang Pahala atau Dosa?

Bicara adalah kebutuhan.. Dengan bicara gagasan-gagasan yang tersimpan di kepala, dan emosi yang tersimpan di hati jadi bisa ditangkap oleh orang lain. Hal ini akan memberikan kepuasan tersendiri bagi kita. Bahkan menyehatkan! Apalagi bila kemudian gagasan dan emosi kita ini direspon oleh lawan bicara, tentu ini makin membuat kita merasa diperhatikan. Begitu banyak orang yang merasa diterima di sebuah lingkungan hanya gara-gara dia bisa mendominasi pembicaraan atau karena orang-orang mau mendengarkan kata-katanya, juga mengagumi isi ceritanya. Respon yang positif ini akan mendorong seseorang untuk melakukaan hal yang sama di lain tempat dan waktu. Sebaliknya banyak orang yang merasa ditolak hanya gara-gara dia tidak bisa mengimbangi lawan bicaranya, atau tak ada yang mengagumi cerita-ceritanya, bahkan tak ada yang mau mendengarkan kata-katanya. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya. Semua kata yang keluar dari lisan seorang muslim seharusnya punya konsekuensi yang lebih besar dan lebih bisa dipertanggungjawabkan. Ini disebabkan seorang muslim berbicara diawali dengan pemahaman atas apa yang dia bicarakan dan pemahaman atas konsekuensi-konsekuensi dari apa yang dia bicarakan, tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Pemahaman atas apa yang dia bicarakan membuat seorang muslim tidak bicara “ngaco”. Ilmu menjadi dasarnya, baik ilmu yang diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal, bahkan ilmu dari pengalaman hidup sekalipun. Pemahaman terhadap ilmu ini akan membuat seorang muslim bisa bijaksana memilah kata-kata yang tepat, sesuai dengan latar belakang dan kecenderungan orang yang diajak bicara. Pengetahuan tentang konsekuensi atas apa yang dia bicarakan pun akan mendorong seorang muslim untuk menjaga lisannya agar hanya mengeluarkan kata-kata terbaik yang mengandung kemanfaataan dan keselamatan bagi orang lain. Bukan sekedar kata-kata basa-basi dengan harapan mendapat decak kagum dari orang lain. Bukan juga kalimat-kalimat manis yang diluncurkan hanya untuk tujuan-tujuan dan kepentingan pribadi, tanpa ada nilai manfaatnya bagi orang lain. Dalam beberapa hal, ini masih bisa ditolerir pada batas-batas tertentu. Namun bila kemudian menjadi kebiasaan yang berkepanjangan dikhawatirkan bisa menjerumuskan kita pada kata-kata dusta tanpa kita sadari, hanya untuk tujuan ini; tujuan pengakuan dari orang lain. Sungguh, sebuah kebohongan yang kita ucapkan sekali, dan kemudian kita ulangi kedua kali bahkan sampai ketiga kalinya tanpa adanya penyesalan akan menjadikan kita terbiasa olehnya. Satu kata kebaikan yang keluar dari lisan seorang muslim pun punya konsekuensi bahwa dialah orang pertama yang melaksanakan kata-katanya tersebut. Apa pun kata-kata itu; diucapkan langsung ataupun dalam bentuk tulisan. Bukan suatu yang mudah memang. Kadang tuntutan ini membuat kita jadi takut mengajak orang lain pada kebenaran. Akhirnya kita lebih memilih diam. Padahal satu kebaikan yang kita sebarkan melalui kata-kata kita, kemudian orang lain ikut melaksanakan, maka pahalanya akan mengalir kepada kita tanpa mengurangi pahala orang yang melaksanakannya sedikit pun. Apalagi jika kebaikan itu terus menyebar dan dilaksanakan oleh banyak orang, terus dan terus. Begitu murahnya Allah memberikan balasan berlipat-lipat atas kebaikan yang telah kita ucapkan kepada orang lain, walau itu hanya sepatah kata. Jika kemudian Allah juga menuntut kita untuk melaksanakan kata-kata kita, itu bukan bermaksud untuk memberatkan, tapi untuk menunjukkan kepada kita bahwa apa pun yang keluar dari lisan kita akan dimintai pertanggungjawabannya. Berbicara untuk kebaikan dan kemanfaatan akan mudah kita lakukan jika ini sudah menjadi kebiasaan.Tanpa diformat terlebih dahulu, semuanya akan mengalir dengan sendirinya. Mudah dan ringan. Tentu saja bagi yang belum terbiasa harus memformat awal semua kebaikan di dalam kepala dan hati kita, kemudian kita ingatkan diri kita untuk mengulanginya kembali, melaksanakan sedikit demi sedikit apa yang kita mampu, berulang-ulang, sampai kemudian menjadi kebiasaan yang keluar secara otomatis. Yang jelas memang butuh waktu dan proses. Dengan demikian gagasan-gagasan dan emosi yang tersimpan di kepala dan hati bisa kita keluarkan dengan lebih baik, tanpa menimbulkan kesia-siaan bagi diri kita juga bagi orang lain. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Sangat besar kemurkaan Allah atas apa yang kamu katakan tapi tidak kamu perbuat.” (ash shaff : 2-3). Wallahu a’lam/Oleh : Kinan Nasanti Read More..

Istri Durhaka

Istri Yang Di Anggap Durhaka Kepada Suami Apabila dipanggil oleh suaminya ia tidak datang. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Apabila suami memanggil isterinya ke tempat tidur. ia tidak datang nescaya malaikat melaknat isteri itu sampai Subuh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim) Membantah suruhan atau perintah suami. Sabda Rasulullah SAW: ‘Siapa saja yang tidak berbakti kepada suaminya maka ia mendapat laknat dan Allah dan malaikat serta semua manusia.” Bermuka masam terhadap suami. Sabda Rasulullah SAW: “Siapa saja perempuan yang bermuka masam di hadapan suaminya berarti ia dalam kemurkaan Allah sampai ia senyum kepada suaminya atau ia meminta keredhaannya.” Jahat lidah atau mulut pada suami. Sabda Rasulullah SAW: “Dan ada empat golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalai Neraka (diantaranya) ialah wanita yang kotor atau jahat lidahnya terhadap suaminya.” Membebankan suami dengan permintaan yang diluar kemampuannya. Keluar rumah tanpa izin suaminya. Sabda Rasulullah SAW: “Siapa saja perempuan yang keluar rumahnya tanpa ijin suaminya d akan dilaknat oleh Allah sampai dia kembali kepada suaminy atau suaminya redha terhadapnya.” (Riwayat Al Khatib) Berhias ketika suaminya tidak disampingnya. Maksud firman Allah “Janganlah mereka (perempuan-perempuan) menampakkan perhiasannya melainkan untuk suaminya.” (An Nur 31) Menghina pengorbanan suaminya. Maksud Hadis Rasulullah SAW “Allah tidak akan memandang (benci) siapa saja perempuan yang tidak berterima kasih di atas pengorbanan suaminya sedangkan dia masih memerlukan suaminya.” Mengijinkan masuk orang yang tidak diijinkan suaminya ke rumah maksud Hadis: “Jangan ijinkan masuk ke rumahnya melainkan yang diijinkan A suaminya.” (Riwayat Tarmizi) Tidak mau menerima petunjuk suaminya. Maksud Hadis: “Isteri yang durhaka hukumnya berdosa dan dapat gugur nafkahnya ketika itu. Jika ia tidak segera bertaubat dan memint ampun dari suaminya, Nerakalah tempatnya di Akhirat kelak. Apa yang isteri buat untuk suami adalah semata-mata untuk mendapat keredhaan Allah SWT” Read More..

Sikap Terhadap Istri Yang Selingkuh?

Kebebasan bergaul yang berkembang dan sudah menjadi adat yang mendarah daging dalam sebagian kaum muslimin adalah satu musibah besar dan berimplikasi sangat buruk. Implikasi buruk ini tidak hanya mengenai sang wanita atau pria saja namun juga berakibat buruk bagi tatanan keluarga dan masyarakat. Karena itulah Islam memberikan batasan pergaulan antara lawan jenis dengan demikian indah dan kuatnya, sehingga kemungkinan muncul perselingkuhan, pacaran dengan cinta monyet serta perzinahan dapat dicegah dan diputus sejak awal. Ditambah lagi dengan hukuman keras bagi pezina baik yang belum pernah menikah maupun yang pernah menikah. Sayang masyarakat enggan menerapkannya sehingga terjadilah peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan seperti ini. Dalam rumah tangga seorang suami haruslah menjadi pemimpin yang menampakkan kebijakan dan kemampuannya mengatur biduk rumah tangga. Perselingkuhan disamping akibat kebebasan pergaulan yang ada dimasyarakat dan diperkenankan sang suami juga terkadang disebabkan karena sikap suami yang tidak mengetahui kebutuhan istri. Penampilan suami ketika menjumpai istri, cara bergaul dan bersikap sampai cara memberikan nafkah batin terkadang dapat memicu hal tersebut. Yang jelas pergaulan wanita dengan lelaki lain secara bebas akan memberikan opini kepada wanita tipe lelaki yang lain lalu bisa jadi ia banding-bandingkan dengan suaminya. Rasa bosan dengan suami dan mulut buaya dan sikap lelaki lain pun tidak kalah berbahayanya. Oleh karena itu Syari’at islam sangat menekankan seorang wanita membatasi pergaulannya dengan lelaki asing (bukan suami dan mahramnya) dan tidak bersinggungan kecuali karena kebutuhan dan sebatas kebutuhannya saja. Lalu bagaimana sikap suami bila sudah mendapatkan musibah demikian. Orang yang ia cintai ternyata berselingkuh dengan lelaki lain. Maaf sebelumnya, dugaan berzina yang anda sampaikan memiliki hukum sendiri. Syari’at islam sangat menjaga kehormatan wanita dan mengancam penuduh wanita berzina dengan ancaman berat. Lihat saja firman Allah: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar” (QS. An-Nuur/24: 4-9) Dalam ayat ini Allah membagi penuduh wanita mu’minah berzina dalam dua kategori: Orang yang menuduh bukan suaminya, maka wajib menghadirkan empat saksi yang melihat langsung kejadiannya atau wanita itu mangakuinya. Apabila terjadi demikian maka wanita itu dihukum dengan hukuman pezina. Namun bila tidak mangakui dan tidak dapat menghadirkkan empat saksi maka penuduh didera (cambuk) delapan puluh kali dan tidak diterima persaksiannya selama-lamanya kecuali bila bertaubat. Suami wanita tersebut, dalam hal ini sama dengan diatas, hanya saja bila wanita tidak mengakui dan ia tidak mampu menghadirkan saksi ia tidak dikenakan hukuman dera. Akan tetapi ia harus melakukan mula’anah (saling melaknat) seperti dalam ayat diatas. Kembali ke kasus yang anda ceritakan, bila sang istri terbukti selingkuh -walaupun tidak sampai berzina- maka tindakan yang paling tepat -menurut saya- adalah wajib menceraikannya dan tidak sepantasnya seorang suami mempertahankan istri yang telah mencederai kesetiaannya dengan berbuat serong (dengan maknanya yang luas). Sebab, istri telah melakukan kesalahan yang tidak bisa dipandang remeh. Menjalin hubungan asmara terlarang dengan lelaki lain, siapapun dia. Syaikh Prof. DR. Shalih Fauzan Al-Fauzan Hafizhahullah (seorang anggota majelis ulama besar kerajaan saudi Arabia dan anggota Islamic Fiqh Academy (IFQ) Liga Muslim Dunia (Rabithoh al-’Alam al-Islami)) memaparkan: “Apabila keadaan istri tidak lurus agamanya, seperti meninggalkan shalat atau suka mengakhirkan pelaksanaannya di akhir waktu, sementara suami tidak mampu memperbaikinya, atau bila tidak memelihara kehormatannya, maka menurut pendapat yang rajih, suami dalam kondisi ini wajib untuk menceraikan istrinya.” (Al-Mulakhas Al-Fiqhi, 2/305) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Raahimahullahu Ta’ala berkata: “Jika istri berzina, maka suami tidak boleh tetap mempertahankannya dalam kondisi ini. Kalau tidak, ia menjadi dayyuuts (suami yang membiarkan maksiat terjadi di dalam rumah)”. Adapun bila ia tidak mau bercerai dan mengaku masih mencintai suaminya, maka ini bohong. Bila ia cinta sama suaminya kenapa harus selingkuh. Wanita yang baik dan normal tidak akan berselingkuh dengan lelaki lain, sebab ia memiliki rasa malu yang jauh lebih besar dari lelaki. Bila ia telah selingkuh dengan lelaki lain maka rasa malu tersebut tentunya hilang dan kemungkinan berselingkuh lagi sangat besar sekali. Bagaimana tidak? Ia tidak puas dengan suaminya yang ada dan telah merasakan keindahan semu selingkuhnya dengan PIL (pria Idaman Lain). Wanita yang secara umum perasaannya lebih menguasai dari akal sehatnya tentu kemungkinan mengulanginya lagi itu sangat mungkin. Apalagi PIL nya tersebut masih membuka pintu baginya. Karena itu nasehat saya kepada suami, ceraikan saja wanita tersebut dan berilah ia kemudahan untuk mendapatkan yang ia angan-angankan. Dengan bertawakkal kepada Allah dan mengikhlaskan perceraian tersebut kepada Allah maka Allah akan menggantikan dengan yang lebih daik darinya. Mudah-mudahan jawaban ini memberikan pencerahan yang gamblang terhadap para suami yang tertimpa musibah memiliki istri tidak setia dan pelajaran bagi kita semua untuk berhati-hati dalam memilih pendamping kita. Lihat agamanya dan akhlaknya nanti kamu akan beruntung, seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ustadz Kholid Syamhudi, Lc Read More..

Kamis, 11 Oktober 2012

Untuk Bisa Sukses, Terlebih Dulu Anda Harus Bahagia

Untuk Bisa Sukses, Terlebih Dulu Anda Harus Bahagia Apakah jadi bahagia itu penting? Lha iya lah. Orang-orang bekerja keras banting tulang segala macem, pengen sukses, biasanya karena ingin cari kebahagiaan. Namun menariknya, ternyata kebahagiaan juga menjadi prasyarat bagi seseorang untuk mencapai sukses, bukan melulu menjadi dampak atau akibat. Beberapa tahun yang lalu Sonja Lyuomirsky dan rekan2nya dari Universitas California melakukan sebuah kerja besar mereview ratusan studi yang mana sang peneliti coba menceriakan orang-orang terpilih dan lalu memonitor dampak dari keceriaan mereka. Beragam jenis cara untuk membuat partisipan merasa bahagia telah dicoba: membuat partisipan mengendus bau bunga wangi yang baru saja dipetik, membaca keras-keras kalimat afirmasi (misa: ‘Saya ni memang orang yang luar biasa’), menyantap kue cokelat, berdansa atau menonton film lucu. Terkadang sang peneliti menggunakan cara yang ‘nakal’, misal dg mengatakan pada partisipan bahwa mereka telah dapatkan nilai yg bagus dalam sebuah tes IQ, atau memastikan bahwa mereka ‘secara tak sengaja’ menemukan uang di jalan. Terlepas dari cara yang digunakan, hasil keseluruhannya sudah jelas – bahwa kebahagiaan tidak hanya menjadi dampak dari kesuksesan, namun juga menjadi penyebab kesuksesan itu sendiri. Untuk Bisa Sukses, Terlebih Dulu Anda Harus Bahagia Setelah menjaring data dari lebih 250.000 partisipan, Lyubomirsky menemukan benefit yang luar biasa dari perasaan bahagia. Kebahagiaan membuat seseorang menjadi lebih mudah bersosialisasi dan baik kepada sesama, juga membuat mereka jadi lebih menyukai diri sendiri dan juga orang lain, meningkatkan kemampuan dalam menangani konflik dan masalah, serta memperkuat sistem imunitas diri. Efek komulatif yang didapat? Seseorang jadi punya relationship yang lebih sukses dan memuaskan diri, mendapatkan karir yang membuat batin terpuaskan serta hidup lebih sehat dan lebih lama. Dengan benefit yang luar biasa seperti itu, tak heran jika semua orang lantas ingin miliki bahagia itu. Namun sekarang pertanyaannnya adalah bagaimanakah cara yang paling efektif untuk membuat wajah kita bisa terus tersenyum? Kebanyakan orang tampaknya akan memberikan jawaban yang gamblang – lebih banyak uang. Dari survei satu ke survei yang lain, kebutuhan untuk miliki dompet lebih tebal secara konsisten menempati daftar teratas dari apa yang harus dipunya. Tapi apakah memang bisa kebahagiaan itu dibeli? Atau uang itu sebenarnya malah membawa seseorang pada rasa sengsara? Read More..

Berbicara dengan Hati, Bukan Jari

"Matikan komputermu. Matikan juga ponselmu. Dan perhatikan manusia di sekelilingmu." -- Eric Schmidt, CEO Google ADIL jengkel betul dengan istrinya. Sepanjang liburan akhir pekan keduanya sepakat memilih beristirahat di rumah. Lima hari bekerja membuat mereka ingin melemaskan otot-otot. Sekaligus tentu saja mempererat tali cinta diantara mereka berdua. Maklum, mereka belum lagi genap dua tahun menikah. Buah hati yang menjadi dambaan mereka tak kunjung datang. Mungkin Yang Di Atas belum memberikan mereka kepercayaan. Begitu keduanya menghibur diri. Tapi akhir pekan yang seharusnya indah justeru berubah menyebalkan. Seharian Anita, sang istri, hanya berada di kamar. Mungkin saja letih. Dia ingin istirahat penuh. Namun yang membuatnya jengkel, Anita terus menggenggam gadget kesayangannya. Anita kadang tertawa sendiri. Sampai kadang dia tak ingin jauh dari colokan listriknya. Gadget kesayangannya itu sering kehilangan tenaga, sehingga terpaksa harus dicharge. Adil geleng-geleng kepala. Namun Anita cuek bebek. Katanya, dia sedang asyik mengobrol dengan teman yang lama tak dijumpainya. Bertemu di jejaring sosial facebook, mereka kemudian bertukar nomor PIN. Lalu itulah yang terjadi, mereka mengobrol ngalor-ngidul sesuka hati. Adil pun memilih untuk keluar rumah dan mengobrol dengan tetangga. Ponsel cerdas itu menjadi booming di dunia, termasuk Indonesia. Apalagi setelah beberapa tokoh dunia dan seleb memakainya juga. Kelebihan menggunakan gadget ini dibandingkan dengan ponsel biasa memang beragam, misalnya saja layanan push mail, menerima dan membalas email yang masuk pada saat itu juga. Atau mengambil foto dan mengirimkannya ke handai taulan di luar negeri dalam sekejap. Lalu ada pula fasilitas chatting, browsing, hingga fasilitas online berbagai situs jejaring sosial. Kedekatan seseorang di dunia maya seakan-akan tidak lagi terpisahkan oleh ruang dan waktu. Tak aneh bila kemudian muncul istilah, 'mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.' Namun memakai gadget ini bukan tak ada kekurangannya sama sekali. Contohnya, ya itu, interaksi antara Adil dan Anita menjadi tak nyaman. Ketika seseorang berasyik masyuk dengan dirinya dan dunianya sendiri, serta tidak memperdulikan lingkungan sekitar, apalagi menjadikannya sebagai ketergantungan yang sangat, maka menurut anak zaman sekarang dikatakan terkena 'gejala autis'. Tapi bukankah merujuk peribahasa, 'man behind the gun', bahwa baik-buruknya penggunaan teknologi tergantung si pemakainya? Betul. Bila pemakainya memakai dengan bijak, tentu tak masalah. Sebaliknya pun demikian. Tapi nyatanya memang, menurut penelitian, ketergantungan akan gadget menyebabkan seseorang menjadi tak fokus. Bahkan para uskup senior di Liverpool, Inggris menantang umatnya untuk berpuasa teknologi selama 40 hari. Mereka mendorong masing-masing orang untuk memangkas penggunaan karbon dengan tidak memakai sejumlah gadget. Tingkat ketergantungan pemakai gadget memang sungguh luar biasa. Hingga muncul istilah, 'it is heaven for business owners, but hell for employees'. Gadget dibuat dengan tujuan membantu si pemakainya. Untuk menjadikan urusan berjalan dengan efektif dan efisien. Ambil satu contoh, misalnya saja ketika diadakan rapat penting. Saat dalam rapat membutuhkan komunikasi rahasia di antara peserta rapat, tentu saja cara yang cerdas dengan menggunakan gadget yang tersedia. Tetapi pada kenyataannya, yang kerap kita jumpai, teknologi yang awalnya dirancang untuk membantu kehidupan manusia, malah justeru membuat kita semakin menjauh satu dengan lainnya. Menjauh dari orang-orang yang kita kasihi, dan menjauh pula dari Tuhan yang sesungguhnya dekat dengan kita. Dengarlah apa yang dikatakan Eric Schmidt, CEO Google, dalam pidatonya di University of Pennsylvania, Amerika Serikat, pada 18 Mei 2009 lalu dihadapan enam ribu wisudawan. Schmidt berujar, "Matikan komputermu. Matikan juga ponselmu. Dan perhatikan manusia di sekelilingmu." Schmidt mengatakan demikian setelah melihat banyaknya kaum muda yang hanya terpaku pada dunia virtual di internet. Seakan tak peduli untuk berelasi dengan orang lain. Itulah yang dirasakan Adil sekarang. Ia merasa jauh sekali dari istrinya. Adil sesungguhnya tak menuntut lebih dari Anita. Adil hanya ingin Anita menghentikan sekali saja pada saat mereka berada di rumah. Apalagi disaat-saat mereka sedang berdua atau liburan. Baginya komunikasi yang baik bukan lagi semata dengan jari-jari, walau teknologi sudah maju. Berbicara dengan tatap muka, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh tentu lebih memanusiakan diri. Kita seharusnya memang dapat berhenti sejenak dari kegaduhan dunia virtual dan kembali pada 'habitatnya' sebagai makhluk sosial. *) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009 Read More..

HUKUM TRUK SAMPAH

Suatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pd jalur yg benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dr tempat parkir tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.Pengemudi mobil hitam tsb mengeluarkan kepalanya & memaki ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum & melambai pada orang tersebut. Saya sangat heran dgn sikapnya yg bersahabat. saya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!"Saat itulah saya belajar dr supir taxi tsb mengenai apa yg saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah". Ia menjelaskan bahwa byk orang seperti truk sampah. Mrk berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dgn semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat utk membuangnya, & seringkali mereka membuangnya kpd anda. Jgn ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup. Jgn ambil sampah mereka utk kembali membuangnya kpd orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dlm perjalanan.Intinya, orang yg sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dgn merusak suasana hati. Hidup ini terlalu singkat utk bangun di pagi hari dgn penyesalan, maka kasihilah orang yg memperlakukan anda dgn benar, berdoalah bagi yg tidak. Hidup itu 10% mengenai apa yg kau buat dengannya dan 90% ttg bagaimana kamu menghadapinya.Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi ttg bagaimana belajar menari dlm hujan. Selamat menikmati hidup... Read More..

Istriku Tidak Cantik

Istriku tidak cantik, standar dan biasa saja. Aku juga sadar bahwa dia tidak cantik dan kalau bersanding denganku maka aku nampak lebih rupawan dari dia. Badannya kecil ada dibawah dadaku, juga kulitnya agak hitam, lebih putih kulitku, satu lagi kakinya agak pincang, yang kanan lebih kecil sedikit daripada yang kiri. Aku menyadarinya ketika aku sudah menikahinya, namun aku sadar bahwa aku telah memilih dia dengan ikhlas dihatiku, kan aku yang memilih, bukan dia yang memaksa, dan walau istriku tidak cantik, namun aku mencintainya. Allah taburkan rasa cinta itu ketika malam pertama aku bersamanya. Dimataku dia tetap tidak cantik, namun aku nyaman bila melihat senyumannya. Dia selalu menerima apa adanya aku, sempat aku pulang tidak bawa gaji seperti yang dijanjikan di lembar penerimaan karyawan bahwa gajiku tertera 4 juta sekian-sekian, namun karena aku selalu terlambat dan juga sering bolos lantaran mengantar si kecil ke rumah sakit dan juga si sulung ke sekolah maka hampir 40 % gajiku dipotong. Subhanallah dia tidak bersungut, malah segera bersiap menukar menu makanan dengan yang lebih sederhana dan bersikeras meminjam komputer butut kami untuk menulis artikel yang dikirimkannya ke beberapa majalah yang terkadang satu atau dua artikel ditayangkan, dan baginya itu sudah Alhamdulillah bisa menambah sambung susu anakku. Istriku tidak cantik, namun aku ingat, banyak sekali sumber daya alam yang buruk bahkan legam dan membuat tangan kotor namun tetap dicari, diburu dan dipertahankan orang, seperti batubara. Istriku mungkin bukan emas, dia mungkin batubara, keberadaannya selalu menghangatkan hatiku dan selalu membuatku tidak merasakan resah. Aku membayangkan bila aku menyimpan batubara satu kilo dirumahku dibandingkan dengan menyimpan emas satu kilo dirumahku, maka aku tidak akan dapat berjaga semalaman bila emas yang kusimpan. Namun bila batubara yang ku simpan, aku masih punya izzah ada barang yang ku simpan yang cukup berharga, namun aku tetap dapat tidur nyenyak dengannya. Bayangkan bila istriku sangat cantik, mungkin aku tidak akan tenang membayangkan dia ke pasar dilirik semua lelaki, membayangkan dia sms-an dengan bekas pacar-pacarnya dulu, membayangkan mungkin dia bosan padaku. Akh.. aku bersyukur istriku tidak cantik sehingga aku bisa tidur nyenyak walau banyak nyamuk sekalipun. Istriku tidak cantik, namun dia adalah istri terbaik untukku. Pesanku: aku selalu melihat sisi baik dari istriku yang membuatku merasa sama dan nyaman dengannya. Fifi. P. Jubilea Read More..

Kamis, 06 September 2012

Perusak Kebahagiaan Rumah Tangga

Terlepas dari tolak ukur kebahagiaan yang berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lain, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi materi, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi kedudukan, ada keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi keteguhan memegang sebuah kaidah dan prinsip dan ada pula keluarga yang memandang kebahagiaan dari sisi berbeda lainnya, namun dari semua itu bisa ditarik sebuah benang merah yang menurut hemat penulis bisa mengikat perbedaan pandangan dalam perkara kebahagiaan. Kebahagiaan adalah terwujudnya harapan dan tertepisnya kekhawatiran. Jika dua perkara ini terealisasikan pada diri seseorang atau pada sebuah rumah tangga maka dia akan merasakan kebahagiaan. Satu dari keduanya tidak cukup menciptakan, jika harapan terwujud akan tetapi apa yang dikhawatirkan terjadi, atau sebaliknya apa yang dikhawatirkan tidak terjadi namun harapannya tidak terwujud, dalam kondisi ini kebahagiaan tidak terwujud sempurna. Walaupun penulis juga menyadari bahwa harapan dan kekhawatiran sebuah keluarga tidaklah sama dengan keluarga yang lain. Meskipun apa yang diharapkan oleh seseorang dan apa yang dia khawatirkan beragam dan beraneka sehingga titik pertimbangan dalam menilai sebuah kebahagiaan secara otomatis beragam dan beraneka pula, namun penulis yakin bahwa para pembaca dengan keberagaman mereka menyetujui bahwa perkara-perkara di bawah ini merusak kebahagiaan dalam rumah tangga, memperkeruh beningnya jalinan kasih di antara anggotanya, bahkan bisa lebih parah dari itu tergantung beratnya perkara tersebut. Pertama, berbohong atau berdusta Berdusta berarti menyampaikan atau memberitakan sesuatu menyelisihi realita, bisa dengan kata-kata, bisa dengan perbuatan, bisa dengan isyarat atau bahasa tubuh bahkan bisa pula dengan diam. Semua orang bahkan anak kecil sekali pun mengetahui bahwa dusta merupakan perangai tercela dan perbuatan buruk. Dusta menyeret kepada fujur (perbuatan dosa) dan fujur menyeret ke neraka. Demikian peringatan Rasulullah saw terhadap akhlak tercela ini. Dusta termasuk sebab ditolaknya perkataan, runtuhnya kepercayaan kepada pelakunya dan pandangan kepadanya dengan mata pengkhianatan, padahal kepercayaan dalam rumah tangga merupakan salah satu kunci kebahagiaannya. Apalah arti sebuah bangunan rumah tangga yang tidak didasari dengan sikap saling percaya karena adanya kedustaan dari salah seorang pilarnya atau keduanya, di mana dalam hal ini adalah suami dan istri? Siapa pun sadar bahwa dusta sekecil apa pun akan menyeret kepada dusta berikutnya, sehingga tidak ada cara yang paling manjur menurut pendusta untuk menutupi dusta pertama selain dusta kedua dan begitu seterusnya. Hal ini karena dusta ibarat tambang pendek yang jika diruntut sebentar saja maka akan tertangkap ujungnya, demikian pula dengan dusta yang jika diruntut dengan sedikit kecermatan maka akan terkuak kedoknya, agar ujung tambang tidak tertangkap maka ia harus disambung, agar dusta tidak terkuak maka harus ditimpali dengan dusta yang baru, dan begitu seterusnya. Betapa buruknya sebuah perangai yang menyeret pelakunya kepada perangai berikutnya di mana kedua-duanya sama-sama buruk. Betapa susahnya hidup orang yang memilih jalan seperti ini. Imam al-Mawardi berkata, “Dusta adalah kunci segala keburukan, dasar setiap celaan karena akibatnya yang buruk dan hasilnya yang busuk, ia menelurkan namimah dan namimah melahirkan kebencian dan kebencian menyeret kepada permusuhan, tidak ada rasa tenang dan aman dengan adanya permusuhan, dari sini maka dikatakan, qalla shidquhu fa qalla shadiquhu (sedikit kejujurannya maka sedikit pula kawannya).” Penulis yakin bahwa Anda wahai pembaca yakin bahwa siapa pun tidak berharap didustai atau dikibuli. Anda pasti merasa sakit dan kecewa jika seseorang mendustai Anda. Sakit dan kecewa ini akan semakin tinggi dan berat jika ia terjadi dari orang yang telah Anda percayai, karena semakin tinggi sebuah kepercayaan semakin sakit sebuah pengkhianatan, sebagaimana semakin tinggi Anda jatuh semakin sakit pula yang Anda rasakan. Lalu siapa orang yang paling Anda percayai dalam kehidupan Anda? Bukankah dia adalah orang-orang terdekat Anda? Benar, pasangan hidup Anda. Bagaimana jika pasangan Anda ini mendustai Anda? Penulis yakin Anda telah mengantongi jawabnya, oleh karena itu jangan coba-coba mendustai. Jangan melakukan apa yang tidak Anda ingin dilakukan oleh pasangan Anda kepada Anda, termasuk dusta. Di samping itu untuk apa Anda membohongi pasangan? Dengan alasan dan atas dasar apa Anda mendustainya? Dusta biasanya dilakukan oleh para pengecut yang tidak berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Bohong pada umumnya diperbuat oleh orang-orang rendah yang ingin kerendahannya tidak terungkap. Namun tahukah Anda bahwa pada saat kebohongan dan kedustaan itu terungkap, dan pasti terungkap, maka rasa kecewa dan rasa sakit dari korban kebohongan jauh lebih berat dibanding jika dia mengetahui apa adanya dari awal, jika dia mengetahui dari awal karena Anda tidak berdusta maka tidak menutup kemungkinan yang bersangkutan tidak akan mempersoalkannya atau memakluminya karena dia sadar bahwa manusia tidak sempurna. Jadi untuk apa berdusta? Dengan asumsi pasangan Anda akan marah dan kecewa jika Anda berterus-terang dan meninggalkan kedustaan dan kepalsuan, bahkan dia mungkin berubah sikap atau mungkin menghukum Anda, namun penulis jamin bahwa semua itu akan lebih besar, marah pasangan akan lebih besar, perubahan sikapnya akan lebih ekstrim dan hukumannya kepada Anda akan lebih berat pada saat dia mengetahui Anda telah mendustainya. Anda bukan anak kecil yang takut cubitan atau jeweran dari ibu jika dia berkata jujur bukan? Rasa kecewa dan menyesal pada saat didustai benar-benar merusak kebahagiaan, menciderai ketenteraman dan menenggelamkan kepercayaan kepada pasangan. Sekali dua kali barangkali dimaklumi oleh pasangan, walaupun tidak semua pasangan bisa seperti itu, akan tetapi jika hal ini terus terulang, maka jangan pernah bermimpi meraih kebahagiaan dalam rumah tangga Anda, mendingan kalau pasangan tidak melakukan hal serupa, tetapi siapa yang berani jamin sementara manusia cenderung membalas. Semakin runyam perkaranya, semakin kusut benangnya, semakin becek tanah basahnya jika dusta telah berbalas dusta. Stop kebohongan sekarang juga, kalimat bijak berkata, “Ash-shidqu manja wal kadzibu mahwa.” Jujur itu menyelamatkan dan dusta itu mencelakakan. Kedua, menghina dan mencela Kata orang, luka di tubuh bisa diobati, tetapi luka di hati sulit dicari kesembuhannya. Benar, karena hati ibarat kaca, jika ia pecah maka tidak bisa ditambal. Menghina dan mencela melukai hati, sekali pun orang yang dihina dan dicela karena sesuatu memang demikian, namun dia akan tetap merasa sakit dan hal itu bukan merupakan pembenaran bagi orang lain untuk mencela dan menghinanya. Dalam batas-batas tertentu orang cenderung mengacuhkan hinaan dari orang lain, karena bisa jadi dirinya memang seperti yang dikatakan oleh orang lain itu, bisa pula dirinya merasa tidak mempunyai urusan dengan orang lain tersebut, apa pedulinya. Bodoh amat. Namun hal ini akan berbeda manakala hinaan dan celaan datang dari orang yang ada di samping kita, orang yang paling kita sayangi, suami atau istri. Sudah barang tentu hal ini akan lebih menyakitkan hati, rasa kecewa yang dipikul pun lebih berat. Bayangkan orang yang kita sayangi dan kita cintai justru malah berani menghina dan mencela. Sakit bukan? Kalau sudah demikian lalu bagaimana? Apa pun, penulis yakin hal ini mengganggu kebahagiaan Anda. Ini dari sisi korban hinaan dan celaan. Kalau dari sisi pelaku maka penulis katakan bahwa mencela atau menghina merupakan perilaku tercela dan terhina, tidak ada manusia termasuk istri atau suami Anda bahkan Anda sendiri yang merasa nyaman dicela dan dihina, jika demikian maka Anda tidak patut melakukannya, lebih-lebih kepada orang yang selalu mendampingi Anda. Satu hal yang jarang disadari oleh seorang pencela atau penghina, bahwa celaan dan hinaan yang berasal darinya merupakan indikasi dari apa yang bercokol di dalam jiwanya. Mencela dan menghina bersumber dari jiwa yang hina dan cela, layaknya air keruh yang berawal dari mata air yang keruh pula. Kalau sebuah jiwa itu bersih maka yang keluar darinya adalah kata-kata dan sikap yang bersih, ibarat mata air yang jernih mengalirkan air yang bening dan menyejukkan. Dari sini maka orang yang mencela dan menghina, lebih-lebih jika celaan dan hinaan dialamatkan kepada suami atau istri, lebih berhak dan lebih layak mendapatkan hinaan dan celaan tersebut, dirinya lebih patut untuk dia cela, karena dengan mencela menunjukkan bahwa dirinya busuk. Perhatikanlah firman Allah Ta'ala manakala Dia melarang kaum muslimin, termasuk kaum muslimat, saling mengejek di antara mereka. Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita-wanita yang lain, karena bisa jadi wanita-wanita yang diperolok-olok itu lebih baik daripada wanita-wanita yang memperolok-olok.” (Al-Hujurat: 11). Dalam ayat di atas Allah menyatakan bahwa pihak yang diejek bisa jadi lebih baik, ini menunjukkan bahwa dengan mengejek, seseorang telah meletakkan dirinya pada posisi yang lebih rendah daripada orang yang dia ejek. Kalau suami menghina atau mencela istri, berarti secara tidak langsung dia memposisikan diri lebih rendah, konsekuensinya adalah bahwa dirinyalah yang lebih berhak mendapatkan hinaan yang dia katakan itu. Kata orang, ketika kamu menunjuk kepada seseorang, maka satu jari mengarah kepadanya dan empat jari mengarah kepada dirimu sendiri. Wallahu a'lam. (Izzudin Karimi) Read More..

Begitu Mudahkah Kata Cerai Terucap

Dulu ketika televisi swasta masih belum sebanyak sekarang ini dan media informasi hanya terbatas pada koran yang hanya beberapa dan juga radio, perceraian pada sebuah rumah tangga adalah aib. Namun, saat ini sepertinya perceraian sudah menjadi hal yang biasa. Tidak ada yang istimewa dan tidak ada yang salah juga tampaknya. Ketika menikah dan kemudian menemukakan ketidakcocokan, pasangan dapat mengajukan perceraian. Mungkin, bukan tidak ada usaha untuk memperbaiki, hanya saja sepertinya perceraian kalo boleh mengutip istilah barat "it's not a big deal" bukan masalah besar. Dalam Islam perceraian memang bukan hal yang haram, tetapi perbuatan halal yang dibenci Allah Swt. Mari dibaca ulang, 'perbuatan halal yang dibenci Allah Swt.' Halal tetapi dibenci, apakah rasanya melakukan hal yang boleh dilakukan tetapi tidak disukai bahkan sampai dibenci?! Bukan berarti saya hanya memandang perceraian sesuatu yang tidak boleh dilakukan apapun permasalahannya. Tentu, adakalanya perceraian adalah langkah yang terbaik yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri dengan alasan jika pernikahan dilanjutkan akan membawa kemudharatan bagi keduanya bahkan keluarga dan agama. Seperti misalnya apabila suami atau isteri meninggalkan shalat, kecanduan minuman keras dan obat-obatan terlarang, atau si suami memaksa isteri melakukan perkara yang haram, atau menzaliminya dengan menyiksanya atau tidak memberikan haknya yang syar’i. Sementara berbagai upaya telah dilakukan dan nasehat tidak lagi bermanfaat bagi si suami/isteri dan masing-masing tidak mendapatkan jalan untuk memperbaiki keadaan. Maka ketika keadaan seperti ini tidak disalahkan istri meminta cerai dari suaminya guna menyelamatkan agama dan jiwanya. (Al Muharramat Istahana bihan Nas Yajibul Hadzru Minha, hal. 33) Tetapi melihat fenomena perceraian yang sepertinya menjadi trend dan juga melihat data statistik dari beberapa sumber, sungguh merasa miris. Berdasarkan data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI, dari dua juta orang yang menikah, ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian. Hal ini juga tercatat dalam situs BKKBN yang mencatat ada lebih dari 200.000 kasus perceraian di Indonesia setiap tahun, dan saat ini ternyata angka perceraian tersebut telah mencapai rekor tertinggi se-Asia Pasifik. Sementara itu, data perceraian dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama (Badildag) pada tahun 2010 menunjukkan, 67.891 pasangan (24 persen) bercerai karena masalah ekonomi. Sekitar 10.029 kasus perceraian yang dipicu masalah cemburu dan 91.841 bercerai karena alasan ketidakharmonisan rumah tangga. Ada fakta unik dalam data Badildag, alasan perceraian karena cemburu dipicu dari produk perkembangan teknologi, seperti smartphone, SMS, email, dan jejaring sosial. Tak disangsikan bahwa perkembangan teknologi pun ikut mewarnai gejolak masalah dalam rumah tangga yang mengakibatkan perceraian. Dari angka yang terlihat pada data tersebut bukan hanya masalah ekonomi yang menjadi problema perceraian tetapi ketidakharmonisan, perselingkuhan menjadi alasan utama fenomena perceraian yang terjadi di masyarakat. Kesulitan ekonomi dan tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga, memang menjadi masalah krusial yang dapat memicu pertengkaran antara suami istri. Namun, sebagai muslim kita memiliki panduan Quran dan Sunnah. Dalam Quran ????????? Swt. telah memerintahkan kepada suami untuk memberikan nafkah kepada keluarga sesuai dengan kemampuan. “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya…” (Al Baqarah : 233) “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rizkinya, hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (Al Talaq : 7) Istri yang shalehah tidak akan menuntut sesuatu yang melebihi kemampuan suaminya. Suami yang shaleh akan senantiasa bersusah payah untuk memberikan nafkah yang mencukupi untuk keluarganya. Keduanya memiliki peran dalam pencapaian kebutuhan keluarga. Suami akan pergi menjemput rizki dengan usaha dan pekerjaan yang halal dan istri senantiasa memberikan dukungan dan doanya untuk kelancaran ikhtiar suami menjemput rizki. Saudariku ingatlah bahwa kita sebagai seorang muslimah harus pandai-pandai mendahulukan apa yang menjadi kebutuhan dan apa yang sesungguhnya hanyalah pelengkap. Kebutuhan pangan untuk keluarga, kebutuhan pakaian yang sesuai syariat dan hal-hal pokok lainnya haruslah yang diutamakan. Terkadang kita tergoda dengan bujuk rayu iklan-iklan baik yang ada di TV atau yang terlihat di media-media lain, sementara barang tersebut sebenarnya hanya pelengkap. Tidak jarang terdengar pertengkaran antara suami istri karena istri menuntut untuk dibelikan pakaian atau perhiasaan yang sama dengan teman/tetangganya agar tidak dibilang ketinggalan jaman, atau meminta HP yang terbaru dan barang-barang lain yang bukan kebutuhan pokok sementara diketahui suaminya belum mampu untuk memenuhinya. Bukan berarti seorang istri tidak boleh meminta hal-hal tersebut kepada suaminya, tetapi meminta dan menuntut adalah hal yang berbeda. Ketika meminta dan suami belum dapat memenuhi maka kita perlu bersabar, tetapi jika meminta terus kemudian menuntut, inilah yang akhirnya sering membuat pertengkaran. Terkadang memang disaat keinginan sangat kuat dan kebutuhan mendesak, kita cenderung menuntut. Meminta dengan nada yang sedikit memaksa, atau meminta disaat yang tak tepat seperti ketika suami lelah sehabis menjeput rizki diluar rumah seharian. Tentu kita sering mendengar nasehat 'sambutlah suami dengan senyum terbaik ketika pulang lelah bekerja,' tetapi kadang ketika keadaan tengah sulit dan hidup serba kekurangan sulit sekali melakukan hal tersebut. Astagfirullah, mari sama-sama beristighfar saudariku, saya pun tak luput dari kekhilafan yang demikian. Sesungguhnya ????????? Swt. Maha Mengetahui keadaan setiap hambaNya, Ia tidak lalai dan tak pernah dzalim. Namun, kitalah sebagai hamba yang sering lalai dan menganiaya diri sendiri dengan segala khilaf dan mengabaikan perintah dan laranganNya. Kesempitan dan kelapangan yang kita alami tiada luput dari kehendakNya. “Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikendaki diantara hamba-hambaNya dan Dia pula yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Ankabuut : 62) Bermuhasabah dan selalu bertawakal kepada Allah Swt. adalah jalan yang terbaik. Mari kita saling mengingatkan untuk selalu meningkatkan kualitas diri melalui ibadah dan amalan kebaikan. Berkomunikasilah dengan cara-cara yang baik dan lemah lembut bersama pasangan untuk meminta sesuatu dan salinglah mendukung untuk bersama-sama menghadapi kehidupan disaat lapang maupun sempit. Dan teruslah berdoa pada Yang Maha Memberi untuk segala asa dan cita yang belum terpenuhi. Adapun masalah ketidakharmonisan dan ketidakcocokan yang dialami setelah menjalani kehidupan berumah tangga, pahamilah bahwa tiada manusia yang sempurna. Teringat artikel yang pernah saya baca sebelumnya 'Jangan Menikah Karena Angan-Angan,' memang benar adanya, pikiran dan bayangan kita terhadap pasangan terkadang terlampau ideal sehingga sulit menerima ketika kenyataan tidak seindah yang dibayangkan. Menikah memang mempersatukan dua insan tetapi bukan berarti membuat kedua insan itu menjadi pribadi yang sama dengan kita atau menjadikan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Karena masing-masing memiliki latar belakang dan kebiasaan yang berbeda, namun bukan berarti tidak dapat berjalan bersama-sama tuk mencapai satu tujuan. Kembalilah pada visi dari pernikahan, untuk memperoleh ketentraman, kasih sayang, mendapat keturunan. Berusahalah tuk menggapai hal tersebut bersama-sama, karena hal tersebut bukan tugas kita seorang. Saling belajarlah dari masing-masing, ikutilah kebiasaan yang baik, perihalarah ahlak yang baik dan senantiasa istiqomah tuk menjauhi segala hal yang buruk dan kemaksiatan. Sesungguhnya Allah subhanahuwata’ala mensyari'atkan perdamaian di antara suami istri dan melakukan beberapa langkah pemecahan yang bisa menyatukan yang retak dan menyingkirkan hantu perceraian. Diantaranya: memberi nasehat, tidak berhubungan badah (hajr), dan pukulan yang ringan apabila nasehat dan hajr tidak berguna, sebagaimana firman Allah subhanahuwata’ala: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang) dan (bila perlu) pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. an-Nisaa`:34) Dan di antaranya: mengutus dua hakim (perwakilan) dari keluarga pihak suami dan keluarga pihak istri -ketika terjadi pertengkaran di antara keduanya- untuk mendamaikan di antara pasangan suami istri, sebagaimana dalam firman Allah subhanahuwata’ala: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. an-Nisaa`:35) Kita sebagai seorang muslim janganlah terlalu mudah untuk mengatakan cerai dan menuntut perceraian. Jalankanlah kehidupan berumah tangga dengan niat karena Allah dan untuk menggapai ridha Allah, satukanlah visi yang ingin dicapai dalam kehidupan rumah tangga bersama pasangan. Karena tidak mungkin menjalankan kehidupan berumah tangga dengan visi yang berbeda antara suami dan istri. Komunikasi dan dialog sangat penting dalam membangun hubungan antara suami dan istri, jadikanlah pasangan kita sebagai orang terdekat tempat berbagi cerita, tempat berbagi resah. Jangan sampai kita malah berbagi cerita dengan orang lain yang belum tentu amanah dan malah membuka aib atau menjadi ghibah. Mari saudaraku kita perkuat ikatan keluarga dan bangun rumah tangga yang memberikan ketentraman, kenyamanan dan penuh kasih sayang. Wallahualam.[wn] Read More..

Untuk Siapa Wanita Bekerja

Haruskah seorang wanita bekerja? Bagaimana jika wanita tersebut telah menikah, bukankah suami yang seharusnya mencukupi kebutuhannya? Lalu bagaimana bila suami belum dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga? Dan jika tidak bekerja, lalu buat apa wanita diperbolehkan sekolah hingga ke perguruan tinggi dan bahkan terkadang prestasinya lebih baik dari laki-laki?! Adakah pertanyaan tersebut pernah terbesit dalam benak kita, wahai saudariku? Dilema yang dihadapi kaum muslimah terutama setelah menikah dan mempunyai keturunan. Pilihan yang dirasa berat saat harus memilih antara pekerjaan dan keluarga. Karenanya banyak yang memilih untuk menjalankan keduanya. Jika dilakukan survei apakah alasan wanita memilih tetap bekerja setelah menikah dan memiliki anak, beragam alasan yang muncul. Mungkin alasan yang terbanyak adalah karena faktor ekonomi. Tingginya kebutuhan keluarga dan harga yang terus meningkat tidak selalu berjalan searah dengan peningkatan penghasilan menyebabkan istri dituntut pula untuk membantu suami dalam mencari nafkah keluarga. Selain masalah ekonomi, ada juga muslimah yang bekerja karena ingin mengabdikan ilmu yang telah didapatnya seperti dokter, guru dan lainnya. Dan mungkin ada juga muslimah yang bekerja untuk dapat meniti karirnya dibidang tertentu. Namun, selain alasan-alasan diatas, ada pula muslimah yang memilih tetap bekerja karena merasa bosan dengan pekerjaan rutinitas mengurus rumah tangga atau karena anggapan bahwa dengan bekerja pergaulan dan statusnya lebih baik dibanding hanya menjadi ibu rumah tangga. Islam tidak melarang seorang muslimah untuk bekerja, bukankah putri Rasulullah Fatimah mendapatkan upah dari hasil menumbuk gandum. Kisah istri Nabi Ayub yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga ketika Nabi Ayub tengah sakit, juga adalah contoh bagaimana muslimah mengambil peran dalam turut memenuhi kebutuhan keluarga. Namun tentunya Islam sebagai agama yang sempurna dan komplit memberikan petunjuk dan arahan apa dan bagaimana sebaiknya muslimah bekerja. Dan tidak hanya batasan mengenai pekerjaan apa yang baik, apa yang harus dihindari, tetapi Islam pun memberikan panduan tentang penghasilan serta harta seorang muslimah yang bekerja. Tugas atau peran utama yang harus dijalankan oleh seorang muslimah yang telah menjadi istri dan ibu adalah mengurus rumah tangga, mendidik anak, menjaga harta suami, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang tak kalah beratnya dari pekerjaan suami untuk memenuhi nafkah. Seorang istri tidak memiliki kewajiban untuk turut mencari nafkah, karena kewajiban ini telah dibebankan kepada suami. "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf." (Al Baqarah: 233) "Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang telah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan." (Ath-Thalaq: 6) Suami berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak seperti yang diperintahkan dalam ayat diatas. Dan kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak berlaku meski suami miskin atau istri dalam keadaan kaya/berkecukupan. "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah ? berikan kepadanya. ?Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (Ath-Thalaq:7) Mengenai besaran nafkah yang harus diberikan suami untuk keluarga, menurut beberapa ulama adalah disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi dan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat. Hal ini sesuai dengan hadist; "Ambilah nafkah yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang baik." (HR Bukhari) Standar minimal bagi seorang suami dalam memberikan nafkah kepada keluarga adalah batas kecukupan. Tidak ada jumlah yang pasti untuk nafkah karena perbedaan waktu, kebiasaan, murah dan mahalnya barang kebutuhan. Untuk itu suami harus memperkirakan nafkah secukupnya untuk istri dan anak-anak, baik itu makanan beserta lauknya, pakaian dan kebutuhan lainnya. Batas kecukupan inilah yang terkadang memicu perselisihan, karena setiap orang/masyarakat mempunyai standar kecukupan terhadap kebutuhan yang berbeda. Keluarga yang tinggal di desa dengan keluarga yang tinggal di kota akan berbeda standar kecukupannya, meski sebenarnya kebutuhan dasarnya adalah sama. Seorang istri yang berasal dari keluarga kaya tentu memiliki standar kecukupan yang berbeda dengan istri yang berasal dari keluarga sederhana. Untuk itu fuqaha Syafi'iyah menilai ukuran kecukupan didasarkan pada ketentuan syariat. Nafkah yang harus dipenuhi suami kepada istri, antara lain tempat tinggal, makan dan minum, pakaian, dan biaya kesehatan ketika sakit. Hal tersebut adalah nafkah yang utama disamping nafkah lainnya yang mengikuti sesuai dengan kebutuhan. Suami berkewajiban memberikan tempat tinggal untuk ditempati bersama demi mewujudkan ketenangan dan cinta kasih diantara keduanya. Tempat tinggal tidak disyaratkan harus hak milik suami, karena dapat juga sewa atau berupa pinjaman. Mengenai makanan dan minuman suami memberikan nafkah sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, seperti misalnya suami menyediakan berbagai peralatan dapur serta memberikan uang belanja agar istri dapat memasak. Suami pun wajib memberikan pakaian kepada istri dengan yang baik. Dan mengenai pakaian bagi istri, Islam telah mengatur bagaimana pakaian yang sesuai syariat. Jika istri terbiasa dengan adanya khadimah, maka suamipun dianjurkan untuk dapat memenuhinya. Namun hal ini tentu kembali kepada kemampuan dari suami. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (Ath-Thalaq:7) “Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang miskin menurut kemampuannya (pula).” (Al-Baqarah: 236) Biaya hidup untuk memenuhi beragam kebutuhan tersebut kian tahun selalu meningkat. Dan alasan inilah yang menyebabkan banyak muslimah yang turut membantu suami dalam mencari nafkah. Jika dulu mungkin pekerjaan yang tersedia untuk para muslimah adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak jauh dari pekerjaan yang berkaitan dengan rumah tangga. Sekarang ini seiring dengan akses untuk pendidikan yang lebih terbuka baik untuk pria maupun wanita, lapangan pekerjaan pun semakin luas untuk para wanita. Bahkan ada yang mengatakan dengan disebarluaskannya isu kesetaraan gender, wanita memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk setiap bidang pekerjaan. Karena hal tersebut juga, sebagian orang berpendapat masuknya wanita pada pekerjaan di sektor publik mempersempit lapangan kerja bagi lelaki, sehingga lelaki menjadi sulit mendapat pekerjaan. Banyak industri yang terutama perusahaan kapitalis lebih memilih pekerja wanita karena dinilai lebih teliti, lebih tekun dan lebih kecil upahnya atau kesejahteraan yang harus ditanggungnya. Entah pendapat tersebut benar atau tidak, perlu dikaji lebih dalam lagi. Tetapi, ada hal yang perlu menjadi renungan kita bersama wahai ukti, ketika kita memutuskan untuk bekerja membantu suami memenuhi nafkah keluarga. Luruskanlah niat kita untuk benar-benar membantu suami memenuhi nafkah keluarga, bukan karena ingin mengejar karir, kedudukan, popularitas atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang bukan utama dan hanya karena ingin terlihat lebih baik dimata orang lain. Di tengah arus informasi yang deras, tidak semua berita dan informasi benar dan bermanfaat. Ada beberapa pihak yang sengaja memanfaatkan wanita sebagai objek komersial, seperti propaganda kecantikan dengan berbagai produk perawatan hingga fashion. Image sebagai wanita modern yang memiliki karir dan keluarga harmonis menjadi topik di media-media, bahkan media yang khusus wanita tumbuh pesat. Wanita-wanita sukses menurut versi media kebanyakan adalah yang memiliki karir di posisi tinggi pada perusahaan dan memiliki keluarga yang harmonis dimana anak-anaknya memiliki prestasi akademis atau seni yang baik. Sebagai muslimah, kita perlu terus memperkaya diri dengan ilmu yang berasal dari Quran dan Hadist agar dapat memilah dan memilih informasi yang benar dan bermanfaat bagi diri dan keluarga. Tugas utama manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Swt., dan ini berlaku untuk lelaki maupun wanita. Dan bagi wanita muslimah ketika telah berkeluarga tugas utamanya adalah melayani suami, melahirkan dan merawat serta mendidik anak-anak, dan menjaga rumah, harta dan kehormatan suami. Para ulama berpendapat bahwa melakukan pekerjaan rumah tidak merupakan kewajiban bagi istri, tetapi hal itu dianjurkan sebagaimana kebiasaan yang berlaku dan istri mendapat pahala dengan mengerjakan pekerjaan rumah secara ikhlas. Islam tidak melarang seorang wanita untuk bekerja, namun ada beberapa kekhawatiran seiring dengan semakin banyaknya wanita yang memutuskan untuk tetap bekerja dan mengejar karir di luar rumah. Beberapa dampak negatif yang timbul diantaranya keluarga terpecah karena suami istri sibuk bekerja dan anak-anak menjadi terlantar, istri menjadi terlalu lelah karena konsentrasi yang terbagi antara beban pekerjaan di luar rumah dan juga dirumah, banyak penelitian mengungkap salah satu pemicu angka perceraian meningkat adalah kerena wanita terlalu sibuk di luar rumah sehingga mengabaikan urusan rumah tangga dan memicu pertikaian, angka pengangguran lelaki yang meningkat, dan tersebarnya fenomena kerusakan sosial di masyarakat. Sebelum memutuskan untuk bekerja di luar rumah, ada baiknya melihat pada beberapa faktor syar’i yang mendorong seorang muslimah untuk bekerja di luar rumah antara lain: 1. Suami kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga. Syariat memberi pilihan bagi istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah antara mengajukan fasakh atau tetap bertahan sebagai istri, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Istri yang memilih mempertahankan kehidupan suami istri terpaks harus bekerja untuk mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga keluarga. 2. Suami dengan pendapatan terbatas sementara istri tidak bisa bekerja karena sibuk membangun kehidupan mulia bersama anak-anak. Akhirnya kondisi ini mendorong istri bekerja untuk mendapatkan materi yang bisa meningkatkan taraf hidup pribadi dan keluarga atas kerelaan hatinya. 3. Istri memiliki utang yang harus dilunasi sehingga istri terdorong bekerja demi mendapatkan uang untuk menutup utang tersebut. Selain itu, bagi seorang muslimah ada kaidah-kaidah syar’i yang perlu diperhatikan ketika bekerja di luar rumah untuk menghindari berbagai sisi negatif: 4. Mengenakan pakaian syar’i yang diwajibkan Allah untuk menutupi aurat serta menjaga kehormatan dan kemuliaan 5. Tempat kerja tidak membaur dengan kaum lelaki dalam bentuk yang bisa menimbulkan kerusakan. Sementara jika berinteraksi dengan kaum lelaki namun tetap mengindahkan kaidah-kaidah syar’i, hukumnya tidak apa-apa, dengan catatan si wanita tidak berhadapan langsung dengan lelaki. 6. Pekerjaan yang dilakukan harus halal dan tidak bertentangan dengan nash-nash syariat. Misalnya, mereka tidak boleh bekerja di bank-bank ribawi atau bekerja di tempat-tempat pemicu perbuatan keji, maksiat dan lainnya yang diharamkan Allah. 7. Suami tahu si istri bekerja di tempatnya, tidak boleh keluar meninggalkan tempat kerja tanpa izin suaminya. Hal ini tidak mesti suami tahu setiap hari, tetapi cukup dengan izi secara umum sebelumnya. 8. Harus mengindahkan etika-etika Islami dalam berinteraksi dengan orang lain. Misalnya menjawab salam, menundukkan pandangan, tidak menggunjing orang lain, menghindari berduaan dengan lelaki yang bukan mahram, saat bicara harus tegas tanpa dibuat-buat atau dengan tutur kata lembut saat berbicara dengan lelaki. 9. Bertakwa kepada Allah dalam melakukan pekerjaa dengan menunaikannya secara baik karena pekerjaan yang ditugaskan merupakan amanat. 10. Sebelum keluar meninggalkan rumah harus memastikan makanan untuk anak-anak dan siapa yang menjaga mereka. Misalnya, dititipkan pada keluarga atau orang yang dikenal yang bisa dipastikan anak-anak aman selama si ibu bekerja. Atau dititipkan pada pembantu dengan catatan si pembantu harus bisa dipercaya dan amanah. Atau menitipkan ke lembaga pendidikan dan tempat-tempat pengasuhan anak yang terpercaya. Hal tersebut untuk menghindari apa yang dikatakan Rasulullah: “Cukuplah dosa bagi seseorang dengan menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” 11. Harus mendapatkan izin suami untuk pergi bekerja. Terlebih ketika suami tergolong kaya dan mampu memberi nafkah. Lain soal ketika suami miskin dan tidak mampu memberi nafkah, saat itu suami tidak boleh melarang istrinya bekerja. 12. Harus menunaikan hak suami di rumah. Bekerja di luar tidak boleh membuat istri lalai dalam menunaikan hak suami, misalnya tidak pulang dalam jangka waktu lama saat suami berada di rumah. Khususnya ketika suami sangat memerlukan keberadaannya. Jika syarat-syarat yang disebutkan diatas telah terpenuhi, maka sah-sah saja bekerja di luar rumah tanpa resiko apapun. Ketika seorang istri bekerja, ia akan memiliki penghasilan sendiri dan penghasilan yang dimiliki oleh istri adalah hak sepenuhnya istri untuk menggunakannya, karena kewajiban untuk memberikan nafkah hanya ada pada suami. Namun, istri yang memberikan penghasilannya untuk keperluan keluarga dan rumah tangga terhitung sebagai sedekah. Dan jika ada kesepakatan antara suami istri untuk turut bersama memenuhi kebutuhan keluarga di atas prinsip kasih sayang adalah solusi yang terbaik. Sekarang ini, banyak sekali peluang pekerjaan bagi wanita, namun tidak sedikit pula peluang-peluang bisnis yang dapat dikerjakan di rumah. Untuk itu, mari sama-sama kembali meluruskan niat ketika harus meninggalkan keluarga dan bekerja di luar rumah untuk benar-benar membantu suami dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik dalam membangun mahligai rumah tangga. Melakukan pekerjaan dengan baik karena itu bentuk dari menjalankan kewajiban untuk menjalankan amanah sesuai dengan yang Allah dan Rasulullah contohkan, bukan karena ingin mendapatkan kedudukan/karir yang baik serta penghasilan yang tinggi. Terus mendukung suami untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam memenuhi nafkah dan aturlah kesepakatan keperluan rumah tangga mana yang dapat dibantu dari penghasilan istri. Seperti yang disebutkan dalam surat Ath-Thalaq (7) “Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” Utamakanlah pemenuhan kebutuhan keluarga dan rumah tangga, bukan hanya menuntut nafkah kepada suami untuk hal-hal yang sifatnya hanya pelengkap dan hanya untuk penampilan atau kesenangan semata. Wallahua'lam. [wn] Sumber : Saat Istri Punya Penghasilan Sendiri, Hannan Abdul Aziz, Penerbit Aqwam Read More..

ETIKA MENGHIBUR SUAMI

".. Agar kamu merasa tentram kepadanya." (Ar-Ruum: 21). Di dalam ayat di atas, terkandung isyarat bahwa wanita harus menjadi pelabuhan ketentraman, kedamaian dan rasa aman bagi kaum laki-laki. Ini merupakan tugas fitrah bagi wanita dalam kehidupan yang dipenuhi oleh berbagai kesulitan. Ummul Mukminin, Khadijah ra. adalah teladan nomor satu dalam masalah ini. Pada saat Rasulullah saw. mengalami ketegangan, ia meringankan beban perasaan beliau. Dia menyejukkan hati dan menghibur beliau seraya berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinamu, karena sungguh engkau telah menyambung silaturrahmi, menanggung orang yang kesulitan, menutup keperluan orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong setiap upaya menegakkan kebenaran." Ali ra. pun turut menyumbangkan nasehat kepada pasangan suami istri, "Hiburlah hati dari waktu ke waktu yang lain, sebab jika hati itu dibuat menjadi benci, maka ia akan menjadi buta." Sesungguhnya inilah yang diinginkan oleh suami mana pun; yaitu mendapatkan ketenangan dan penghibur hati dari istrinya, sehingga mendapatkan dalam keluarganya 'rumahku surgaku'. Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan, bahwa sesungguhnya Allah menjadikan istri sebagai tempat berteduh, agar suami tenang dan tenteram di haribaannya. Cinta yang ditunjukkan kepada suami dengan hati nan lembut penuh kasih sayang akan segera melenyapkan segala perasaan kusut, penat dan letih, setelah bergulat dengan gelombang kehidupan yang keras. Setiap orang memang ingin mempunyai teman yang bersedia mendengar dan berbagi rasa dengannya. Terma-suk suami kita. Wajarlah jika suami menghendaki keluarga adalah tempat untuk menghibur hatinya, melegakan hatinya. Demikian itu akan didapat jika seorang wanita shalihah memahami hal tersebut. "Sebaliknya, adalah sangat dicela istri-istri yang tidak pandai menghibur suami. Rasulullah saw. bersabda, "Siapapun wanita yang cemberut di hadapan suaminya, maka ia akan dimurkai Allah sampai ia dapat menimbulkan senyuman suaminya dan meminta ridhanya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Siapapun wanita yang durhaka di hadapan suaminya, melainkan ia akan bangkit dari kuburnya dengan mukanya yang berubah menjadi hitam." Contoh Kisah Istri dalam Menghibur Suami Ketika putra Abu Thalhah ra. wafat, maka berkata Ummu Sulaim rah.a kepada keluarganya: "Jangan kalian memberitahu Abu Thalhah tentang anaknya, hingga aku sendiri yang menceritakannya." Datanglah Abu Thalhah pada saat berbuka puasa. Lalu ia berbuka. Kemudian Ummu Sulaim berdandan dengan sangat cantik, yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Tertariklah Abu Thalhah dan terjadilah hubungan suami istri pada malam itu. Ketika istrinya merasa bahwa Abu Thalhah telah puas, ia berkata, "Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, ketika kaum tersebut ingin meminta barangnya kembali, adakah yang dipinjami berhak menghalangi?" Jawab Abu Thalhah ra., 'Tidak." Ummu Sulaim ra. berkata, "Maka mohonlah pahala dari Allah untuk anakmu." Maka marahlah Abu Thalhah seraya berkata, "Apakah engkau membiarkanku, sehingga aku sudah kotor (junub) baru engkau kabarkan tentang anakku?" Abu Thalhah segera menghadap Nabi saw. memberitahukan apa yang telah terjadi. Nabi saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati malam kalian berdua." Maka hamillah Ummu Sulaim. Kemudian ia melahirkan bayinya. Ketika pagi tiba, bayi itu dibawa oleh Ummu Sulaim kepada Nabi saw. dan Abu Thalhah menitipinya beberapa buah kurma. Lalu Nabi saw. mengambil kurma itu dan mengunyahnya, setelah itu kunyahan kurma dari mulut beliau dimasukkan ke dalam mulut bayi dengan dioleskan ke seluruh rongganya lantas memberinya nama Abdullah." (Muttafaqun Alaih) Fatimah binti Abdul Malik, istri khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu saat ia masuk ke dalam kamarnya dan mendapati suaminya sedang duduk di atas tikar shalatnya sambil menangis. Ia bertanya kepada suaminya, "Mengapa engkau menangis seperti ini?" Jawabnya, "Oh malangnya wahai Fatimah, aku diberi tugas mengurus umat seperti ini. Yang senantiasa menjadi pikiranku adalah nasib si miskin yang kelaparan, orang yang merintih kesakitan, orang yang terasing di negeri ini, orang tawanan, orang tua renta, janda yang sendirian, orang yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dengan penghasilan yang kecil dan orang yang senasib dengan mereka di seluruh pelosok negeri ini, baik di Timur maupun di Barat, Utara maupun Selatan. Aku tahu bahwa Allah akan meminta pertanggung-jawaban dariku pada hari Kiamat, sedangkan pembela.mereka yang menjadi lawanku kelak adalah Rasulullah saw.. Aku betul-betul merasa takut tidak dapat mengemukakan jawaban di hadapannya, itulah sebabnya aku menangis....." Pada saat itulah Fatimah .menghibur suaminya dengan penuh kasih sayang, walaupun sang suami banyak menghabiskan waktunya untuk menunaikan kepentingan agama dan umat dibandingkan untuk mengurus dirinya sendiri. Etika mengingatkan suami Rasulullah saw. bersabda, "Rahmat Allah ke atas wanita yang bangun malam dan shalat, lalu membangunkan suaminya dan ikut shalat. Apabila suaminya enggan, maka ia percikkan air di mukanya." (Ahmad, Abu Dawud) . Allah berfirman, "Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah serta Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (At-Taubah : 71) . Urusan saling mengingatkan adalah tugas seluruh muslimin dan muslimat, siapapun mereka, lebih-lebih pasangan suami istri. Syaikh Abdul Halim Hamid menulis bahwa salah satu kerja sama yang sangat penting yang dianjurkan oleh Islam kepada suami-istri muslim adalah kerja sama dalam jihad fi sabilillah, dakwah dan tabligh. Seorang istri juga ikut memberikan masukan agama kepada suaminya. Sebagaimana Hafsah rha. yang memberikan masukan kepada ayahnya, Amirul Mukminin Umar ra. tentang beberapa lama batas kesabaran seorang wanita ketika ditinggal oleh suaminya untuk berjihad di jalan Allah. Kita sudah mengetahui ceritanya. Juga salah satu bentuk kerja sama yang indah adalah bila seorang istri dapat mengingatkan kembali bahwa pertolongan dan dukungan Allah selalu bersamanya. Juga sebagaimana dalam perjanjian Hudaibiyah, Ummu Salamah ra. ikut memberikan pendapatnya kepada suaminya yaitu Rasulullah saw. demi kemaslahatan kaum muslimin. Sebaliknya, jangan menjadi seperti istri Abu Lahab la'natullah alaiha yang ikut memberikan usulan-usulan kepada suaminya dalam memusuhi Islam. Semoga Allah swt. merahmati pasangan yang senantiasa bekerja sama saling mengingatkan dalam urusan agama. Jika usul istrinya baik dan diamalkan oleh suami, maka pahala kebaikan tersebut akan mengalir kepadanya. Sebaliknya, jika usul tersebut buruk untuk agama dan diamalkan oleh suami, maka dosanya pun akan ditanggung berdua. Beliau juga mensifati istri para sahabat ra., yaitu dengan ungkapan: Mereka selalu mendorong suaminya untuk keluar di jalan Allah menyambut seruan jihad. Sang istri melepaskannya sambil memohon kepada Allah swt. agar suaminya diberi anugerah salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid, sekalipun pada waktu malam pengantin, malam milik mereka berdua, yang paling indah, sebagaimana kisah Hanzhalah bin Abi Amir ra., sang syuhada yang dimandikan oleh para malaikat, karena ia berangkat ke medan pertempuran dalam keadaan junub. Mereka, para istri sahabat, selalu mengangkat moral suami dan menyirnakan kekhawatiran dirinya dan anak-anaknya dengan menyebut sebuah ayat: "Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman." "Allah adalah Pelindungku, Pelindungmu, dan Pelindung anak-anak kita dan kita tidak memiliki kekuasaan atas urusan kita. Allah telah menjaga saat-saat kepergianmu lebih ketat daripada saat-saat engkau ada. Maka bertawakallah kepada Allah. Jangan sibukkan benakmu memikirkan rezeki. Aku melihatmu sebagai tukang makan dan bukan sebagai Pemberi rezeki. Maka bila si tukang makan tiada, sang Pemberi rezeki akan tetap hidup." Jika suami keluar dari rumahnya, maka istrinya atau anak perempuannya berkata kepadanya, "Hati-hatilah terhadap usaha yang haram. Sesungguhnya kami sabar terhadap lapar dan kesulitan dan kami tidak sabar terhadap neraka." Suami istri adalah da'i Allah swt., keduanya bertanggung jawab atas kehidupan agama dalam sebuah rumah tangga khususnya dan umumnya di seluruh alam ini. Wanita shalihah senantiasa siap memperingatkan suami apabila ia lalai menafkahi istri dan keluarganya dengan nafkah agama, karena memberi nafkah agama kepada keluarga pun adalah kewajiban seorang kepala keluarga. Jika istri membiarkan kejelekan berkeliaran dalam rumah tangganya, maka berarti telah membiarkan penyakit menular dan berbahaya bertebaran di dalam rumah tangganya. Suatu ketika Nabi saw. bertanya kepada Ali ra., "Bagaimanakah engkau mendapati pasanganmu?" Ali ra. menjawab, "Aku mendapati Fatimah sebagai pendorong yang terbaik dalam menyembah Allah." Nabi saw. pun bertanya kepada Fatimah ra. tentang Ali, ia menjawab, "Dia adalah suami yang terbaik." Dalam kitab Shifatush Shajwah, dinukilkan bahwa Abu Ja'far As-Sa'ih berkata, "Ada berita yang sampai kepada kami, bahwa ada seorang wanita yang selalu rajin mengerjakan shalat-shalat sunnah, berkata kepada suaminya, "Celaka engkau! Bangunlah, sampai kapan engkau tidur saja? sampai kapan engkau dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau. Janganlah mencari penghasilan kecuali dengan cara yang halal. Dan aku akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku. Berbuat baiklah kepada ibumu, sambunglah silaturahmi, janganlah memutuskan tali persaudaraan dengan mereka, sehingga Allah akan memutuskan dengan dirimu." WALLAHU'ALAM Read More..