Selasa, 15 April 2014

Ibu: Jangan Lupa Salat

“Hari boleh kemana saja, asal jangan lupa salat ya.” Kalimat itu yang paling saya ingat dari sosok wanita cantik yang saya panggil Mama. Ia selalu memberikan kesempatan untuk melakukan apa yang saya mau. Mau pergi ke mana saja, berteman dengan siapa saja. Ya, apapun itu. Kemudian, jangan tanya seberapa cinta saya padanya. Sangat cinta. Itu jawabannya. Jangan pula ditanya seberapa dekat saat dengannya karena saya merasa dialah orang yang paling dekat selama ini. Apapun yang saya alami dan rasakan selalu saya curahkan padanya. Dia pendengar yang baik. Dia pemberi motivasi yang sangat berpengaruh. Dia juga seorang sahabat yang selalu ada untuk saya. Ya, saya tahu itu. Saya sadar semua itu. Namun, saya juga tak luput dari sikap mengecewakan. Sulit rasanya saya menceritakan semua tentang saya dan dia. Pernah suatu saat saya bertindak bodoh hingga bertengkar dengannya. “Kalau Hari seperti ini, lebih baik keluar dari rumah,” teriak Mama pada saya saat itu. Karena perasaan kesal, saya malah menjawab semuanya, “Ya, sudah. Hari pergi dari sini.” Saya benar-benar pergi dari rumah. Selama tiga hari saya tak kembali. Saya malah menginap di rumah teman dan sama sekali tak menghubungi. Umur saya yang baru tujuh belas tahun saat itu membuat saya tak bertahan lama. Saya merasa bersalah seiring uang dan pakaian yang habis tak bisa terpakai lagi. Sungguh apa jadinya saya tanpa seorang Mama. Tak bisa mengurus hidup sendiri walau saya seorang laki-laki. Semua terasa tak bisa terkendali. Entah jasmani entah rohani. Seketika saya diam merenungi yang telah terjadi. Mengapa saya bisa melakukan hal yang sangat mengecewakan itu? Bahkan saya tak berpikir bahwa Mama bisa saja menangis mendengar anak pertamanya yang sangat dekat membentak dengan begitu kasarnya. Di tambah lagi malah memutuskan untuk meninggalkan rumah bukan meminta maaf. Saya ingin kembali. Namun, selalu rasa bersalah dan pertanyaan, akan ditaruh dimana wajah pembangkang ini saat bertemu dengan Mama? Tak peduli, saya harus kembali dan memperbaiki segalanya. Saya tak bisa hidup tanpanya. Saya benar-benar tak terkendali tanpanya. Akhirnya, saya pulang ke rumah dengan hampa dan rasa bersalah. Saya datang dan ternyata Mama masih tidak peduli dengan saya. Sampai keesokan harinya, tidak butuh waktu lama, Mama langsung memafkan kesalahan saya yang fatal itu. Saya benar-benar terharu. Malu. Sungguh, seorang Mama adalah malaikat yang tak pernah tega pada anaknya. Segalanya ia lakukan semata-mata demi seorang anak tercinta. Itu hanya sedikit cerita saya dengan Mama. Sebuah kisah yang pernah saya alami. Sebuah cerita yang ternyata tak selalu saya jadikan pelajaran. Saya terus dan terus melakukan kesalahan yang bisa menyakiti hatinya. Namun, Mama selalu memaafkan segalanya. Mama masih mendengarkan cerita saya. Mama masih mengingatkanku akan salat. Mama masih mengingat anaknya sepanjang doa. Mama masih terus menyayangi saya ketika kenakalan-kenakalan terus saya lakukan. Saya benar-benar mencintainya. Lebih dari apapun. Kasihnya memang sepanjang masa. Tak akan pernah habis. Salah satu aktor Indonesia pernah berkata dalam sebuah acara, “Pilihan orang tua belum tentu pilihan anak. Tapi membahagiakan orang tua adalah sebuah pilihan yang wajib bagi anaknya.” Kini, saya sudah mulai dewasa. Pikiran saya mulai terus bertanya, “Sampai kapan saya terus mengecewakannya, menyia-nyiakan kasih sayangnya? Mulai kapan saya berusaha menjadi orang yang dibanggakannya?” /Oleh: Hanif Hawari /Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Read More..

Diam Itu Emas (Diam Aktif)

K.H. Abdullah Gymnastiar Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari. 1. Jenis-jenis Diam Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam: a. Diam Bodoh Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu. b. Diam Malas Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas. c. Diam Sombong Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya. d. Diam Khianat Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji. e. Diam Marah Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah. f. Diam Utama (Diam Aktif) Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara. 2. Keutaam Diam Aktif a. Hemat Masalah Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah. b. Hemat dari Dosa Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah. c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita. d. Lebih Bijak Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif. e. Hikmah Akan Muncul Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya. f. Lebih Berwibawa Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan. Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti: 1.Diam dari perkataan dusta 2.Diamdari perkataan sia-sia 3.Diam dari komentar spontan dan celetukan 4.Diam dari kata yang berlebihan 5.Diam dari keluh kesah 6.Diam dari niat riya dan ujub 7.Diam dari kata yang menyakiti 8.Diam dari sok tahu dan sok pintar Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga. Read More..

Aku Tak Sanggup…

Pernahkah kalian berpikir mengapa Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan? Benarkah sesuatu yang kita miliki adalah hal yang kita butuhkan? Terpikirkah bahwa sesuatu yang dimiliki mempunyai masa? Hal itu selalu terpikirkan olehku. Mengapa aku tidak seperti mereka? mengapa aku tidak sempurna? Aku iri dengan mereka, aku ingin merasakan kasih sayang seperti yang mereka rasakan, aku juga ingin bermanja dengannya. Aku ingin seperti mereka, memanggilnya dengan sebutan ‘Ayah’. Seiring berjalannya waktu, hasrat itu ikut memudar. Aku mulai menyadari, Tuhan memang tidak mengabulkan keinginanku, tapi Ia memberikan sesuatu yang ku butuhkan. Seorang malaikat yang melindungiku melebihi seorang ayah, menjagaku melebihi seorang kakak, dan menyayangiku melebihi seorang adik. Dia begitu kokoh, tampak tegar meski tau ia tak sanggup, berusaha kuat meski tidak tau caranya bertahan. Menunjukkan jalan meski ia pun tidak mengerti arah yang dituju. Mencoba optimis meski ia sendiri ragu. Dan berdiri tegak meski tau ia pun membutuhkan sandaran. Dia selalu tau posisi ia berpijak, dan tau apa yang harus dilakukan. Ia mampu berjalan di depan, memberikan contoh terbaik untuk orang yang mengikuti di belakangnya. Ia juga mampu berjalan berdampingan, saling berpegang tangan dan tersenyum layaknya sahabat. Ia pun mampu berjalan di belakang, memberikan perlindungan untuk orang di depannya. Selama belasan tahun ia berjuang seorang diri untuk hidup kami. Waktu pun terus berputar, kini usiaku delapan belas tahun, Keadaan telah menuntutku untuk dewasa dalam berpikir. Adikku, bukan lagi seorang bayi merah ketika Ayah meninggalkan kami, kini ia telah memasuki masa remaja. Bagaimana dengan malaikatku? Ketika ia tidur tampak jelas kerutan di wajahnya tanda bahwa ia mulai lelah. Ketidak berdayaannya yang selalu ia sembunyikan untuk sekedar menunjukkan bahwa ia kuat, kini jelas keasliannya. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain memandanginya. Waktu terus merenggut kebersamaan kami. Kesibukkan telah menyita waktu kami masing-masing. Hanya tersisa kenangan ketika kami bersama, tertawa, canda dan bahagia. Adikku kini asyik dengan masa remajanya, aku pun sibuk menata masa depanku. Sedangkan ia?? Menua seiring waktu. Ucapan terima kasih tidak akan pernah cukup untuk membalas segala hal yang ku terima darinya. Tidak pernah ku izinkan ia bersedih, aku hanya ingin melihat kebahagiaannya, tangis harunya untuk menunjukkan kebahagian dirinya atas usahaku, sangat ku damba. Akankah ku mampu mewujudkan hal itu? Bagaimana jika aku terlambat? Bagaimana jika waktu berkata lain? Aku selalu berusaha mengenyahkan pemikiran itu, terlalu takut untukku sekedar membayangkan hal itu terjadi. Aku tidak akan pernah sanggup menghadapi hal itu. Aku benci memikirkan akhir kebersamaan kami. Memang aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan olehnya, aku pun tidak pernah memilih untuk menjadi anaknya, tapi jika aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku akan meminta posisiku yang sekarang. Tidak pernah terbayangkan memiliki harta berharga sepertinya. Seorang yang selalu mengesampingkan kepentingannya demi kebahagiaan kami. Aku tidak pernah ingin berpisah darinya. Aku mampu berpisah dengan ayah, karena aku memilikinya. Tapi bagaimana jika ia meninggalkanku juga? Apa yang harus ku lakukan? “Maafkanku yang selalu menusukkan pisau di hatimu, mengiris perasaanmu dengan ucapanku, maafkan segala ketidaksengajaanku yang membuatmu kecewa. Terima kasih untuk semua pelajaran yang kau berikan, terima kasih karena kau selalu berusaha kuat di hadapanku. Aku mohon, jangan pernah tinggalkan aku. Aku ingin kau terus berada di sampingku, menguatkanku dan berjalan bersamaku menuju tujuan kita. Malaikatku. Mama”./Oleh: Vicky Yunita Clara Wati (Mahasiswa Jurnalistik PNJ) Read More..