Kamis, 08 Maret 2012

Jagalah lidahmu...

Lidah Adalah Senjata Paling Tajam...... jagalah Lidahmu Dari Kata-Kata Yang Dapat Membuat Orang Terluka.......

Lidah adalah tempat berkata-kata. Mengucap janji, berbicara, marah, bahkan berkata-kata yang sangat menyakitkan hati. Semua itu karena lidah. Hingga ada pepatah mengatakan lidah memang tidak bertulang. Jika tidak bertulang, apakah kita dapat berkata-kata semau kita?

Belajar untuk menepati kata-kata, sebuah janji, berbicara lembut, bertutur kata sopan dan santun serta tidak menyakitkan hati tentu tidak semua orang dapat melakukannya. Semua tergantung dari pribadi dan karakter seseorang.

Saat berkata-kata sudahkah anda memikirkannya? Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, kita lepas begitu saja dalam berkata-kata. Akibat lidah juga, dapat terjadi perselisihan dan salah paham. Untuk itu, maka kita perlu memikirkan apa yang akan kita ucapkan pada seseorang.

Jika seseorang terbiasa berbicara kasar dan berkata-kata sesuka hatinya, sudah pasti sangat sulit untuk mengubahnya seketika. Sebab bisa saja hal itu telah menjadi sebuah karakter. Dimana karakter seseorang tidak mungkin berubah hanya dalam sekejap mata.

Sebuah pepatah mengatakan mulutmu adalah harimaumu. Sehingga apabila lidah kita terpeleset sedikit saja dalam perkataan dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri. Maka mulailah dari sekarang untuk berkata-kata dengan hati-hati serta berusaha menahan lidah dalam tiap tutur dan kata.

Yang paling ditakuti Rasulullah SAW atas diri kita (umatnya) adalah lidah kita. Dan, seperti yang kita ketahui dan mungkin kita pahami bahwa lidah tersebut ibarat pabrik kejelekan, yang tidak akan lelah dan jenuh, sehingga Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya yang paling kutakutkan atas umatku, adalah setiap orang munafik yang pandai berbicara/bersilat lidah.” (HR. Ahmad dan yang lainnya)

Alkisah, seekor burung tekukur hidup aman dan tenteram dalam sarangnya diatas pohon yang tinggi dan berdaun lebat. Suatu hari datang seorang pemburu yang sedang mencari burung, tetapi tidak menemukannya.

Ketika pemburu itu hendak pergi, keluarlah burung itu dari sarangnya dan bersiul-siul dengan suara yang merdu. Si pemburu mencarinya, melihatnya dan menembaknya.

Setelah jatuh ketangan si pemburu, burung itu berkata kepada dirinya, “Keselamatanku terletak pada diamku, maka andaikata aku menggunakan logikaku, tentu aku akan tetap menguasai nafsuku.”

Seorang mati disebabkan tergelincir lidahnya dan tidaklah ia mati karena tergelincir kakinya...

Oleh karena itu jagalah lidah kita, jangan sampai lidah kita menggelincirkan kita kepada hal yang akan mengundang murkanya Allah SWT. Maka perbanyaklah mengingat Allah dengan dzikir, karena dzikir adalah tindakan seorang hamba yang paling sempurna, dan ditekankan ratusan kali di dalam al-Quran. Itu merupakan praktik penyembahan untuk mendapatkan ridha Allah, senjata yang paling ampuh untuk mengatasi musuh, dan perbuatan yang patut mendapat ganjaran. Dzikir merupakan bendera Islam, semir hati, inti dari ilmu tentang Iman, imunisasi terhadap kemunafikan, ibadah terpenting, dan kunci dari segala kesuksesan.

Dalam sebuah hadits dikatakan, Seorang pria mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, hukum dan persyaratan dalam Islam terlalu banyak buatku. Katakanlah sesuatu yang dapat aku jaga selalu (yakni, khususnya sebagai ganti dari banyaknya aturan dan persyaratan yang harus dilaksanakan secara umum).” Dengan membaca hal itu pria tersebut berkata bahwa terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi, orang harus mengerti bahwa dia tidak yakin kalau dia dapat menjaga semuanya. Dia menginginkan sesuatu yang dia yakin dapat dijaganya. Rasulullah bersabda,

“(Aku menasihatimu untuk melakukan satu hal) Jagalah lidahmu agar selalu basah dengan zikir kepada Allah.“ (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hadits ini baik (hasan).

“Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya.” (HR. Ahmad)

Semoga Allah SWT melindungi kita dari maksiatnya lidah kita yang kadang kita sendiri tidak merasakannya, atau kita merasakannya tapi kita malah membiarkannya... na’udzubillah..

Wallahu A’lam



Read More..

Wanita Pilar Rumah Tangga

Seorang wanita, meski fisiknya yang lemah dan perasaannya halus, tetapi merupakan sebuah kekuatan sebuah kekuatan dahsyat dalam rumah tangga. Maka tak heran jika wanita dianggap pilar rumah tangga. Jika ia lupa atau lalai, maka runtuhlah bangunan rumah tangga itu, karena pilarnya tidak mampu menjaganya.

Untuk itu, janganlah bertindak egois. Percayalah, melayani bukan berarti menjadikan pelayan. Tapi bermakna memuliakan sebagai wanita yang sholihah dan berakhlak mulia.
Meski berhak menangis, hendaknya tidak berlebihan. Sebab jika bersedih, tak hanya diri sendiri yang merasakan, tapi juga akan dirasakan suami dan anak-anak. Ungkapkan masalahnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata'alaa.

Selain itu, janganlah terlalu banyak menuntut meski itu sudah haknya kalau memang suami terlihat sudah berjuang demi keluarga. Bantulah meringankan beban suami walau hanya sebagian kecil. Jangan malah menambah beban suami dengan keegoisan sesaat.

Coba bayangkan jika sang suami harus menjawab pertanggungjawabannya kepada Allah Subhanahu Wata'alaa, atas sebuah ketidakberdayaannya dalam mendidik keluarga. Maka segeralah hentikan sikap lalai mulai sekarang.

Jangan terlalu banyak mengeluh, ungkapkan saja kekurangan atau protes kepada suami dengan lembut seperti yang diinginkan darinya. Sebab sebuah rumah tangga hanyalah tentang berkomunikasi dan saling bekerja sama menutupi kelemahan masing-masing. Bukan hanya selalu tuntut-menuntut atau mengutarakan kekurangannya.

Simpan baik-baik permasalahan keluarga, tanpa harus mengumbar ke orang lain. Sebab tidak ada orang yang bisa dipercaya seratus persen. InsyaAllah tidak ada yang lebih mengasihimu kecuali Allah Subhanahu Wata'alaa. Lebih baik menyampaikan keluh kesah hanya kepada Allah Subhanahu Wata'alaa. Karena hanya Allah Subhanahu Wata'alaa yang bisa memberikan jalan keluarnya.

Oleh sebab itu, wanita harus menguatkan batinnya sekuat yang ia mampu. Karena keluarga sangat membutuhkan wanita untuk menguatkan anggota keluarga yang lain. Jika sudah tidak mampu menahan ujian, hendaknya jangan berpaling ke orang lain untuk mendukungnya. Percayalah, saat wanita melayani keluarganya karena Allah, maka Allah pun tak akan menyia-nyiakannya, dan wanita akan lebih terlayani oleh kebaikan-Nya. InsyaAllah.../oleh Ummu Rafif
Read More..

Kisah Sedih Seorang Istri Solehah ?

Mengharu biru; kekuatan kata istri shalehah dalam kisah ini begitu mengena. Catatan yang diambil dari page di sajadah cinta ini , semata-mata ingin menyebarkan manfaat yang terkandung dalam kisah ini. Semoga bermanfaat_

Sore itu, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar.. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan itu. “anty sudah menikah?”. “Belum mbak”, jawabku. Kemudian akhwat itu .bertanya lagi “kenapa?” hanya bisa ku jawab dengan senyuman.. ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan.

“mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya. “nunggu suami” jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya- tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “mbak kerja dimana?”, ntahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal setahuku, akhwat2 seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” , jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.

“kenapa?” tanyaku lagi.

Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah cara satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

Ukhty, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat.

“saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga lagi pusing. Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendirilah”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya.

“anty tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10x lipat dari gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata “umi,,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah2an umi ridho”, begitu katanya.

Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya”, lanjutnya

“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelekan suami.” Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.

“beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua dan saudara-saudara saya tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”

Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.

“kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

“anty tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. Baigaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah dihadapannya hanya karena sebuah pekerjaan.

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

Semoga jika anty mendapatkan suami seperti saya, anty tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anty pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.

Dia mengambil tas laptopnya,, bergegas ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah….

Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku.

Pelajaran yang membuatu menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..

Subhanallah..

Sahabat..
Kekeliruan slama ini, orang mengganggap kebahagiaan itu adalan kaya akan materi.. mobil mewah.. rumah bagus..
Tapi sesungguhnya kekayaan sebanarnya itu ada saat kita merasa cukup akan nikmat ALLAH walaupun tampa ada materi yang bersifat wah..
Read More..

Istriku mengindap penyakit skizofrenia

Aku begitu lelah. Apalagi, istriku sering mengucapkan hal-hal yang menyakitkan hati. Aku tahu bahwa itu diucapkan orang yang tidak waras. Tetapi, bagaimanapun, aku menjadi nelangsa.

Suasana hati istriku tidak stabil, reaksinya bisa berubah dengan cepat. Dia mungkin menolak atau tidak menghargai usaha untuk membantunya. Dan aku harus siap mental untuk menerima penolakannya.

Memiliki pasangan yang mengindap skizofrenia atau gila dalam bahasa umum, merupakan suatu kondisi “luar biasa”. Seseorang harus memiliki kesabaran dan keteguhan untuk membantu orang yang dicintainya bertahan dari skizofrenia tersebut. Sama sekali tidak mudah memang namun beberapa hal bisa dilakukan. Dokter bilang bahwa penyebab skizofrenia belum diketahui secara pasti. Sering terjadi orang yang sepertinya tidak apa-apa mendadak terserang skizofrenia. Itu bisa terjadi karena gangguan psikologis, genetik, lingkungan, atau ketiganya.

Saya ingin membantu istriku secara efektif dalam mengelola penyakitnya dengan menciptakan kehidupan yang tenang untuk meminimalkan stressnya. Mengenali gejalanya, dan mengamatinya karena pola skizofrenia ini berulang, makin lama makin kerap.

Saya ingin istriku agar bersedia menjalani pemeriksaan ke dokter sehingga bisa diketahui tindakan apa yang harus dilakukan. Misalnya, rawat inap, psikoterapi, dan minum obat.

Dari diskusi dengan orang yang memiliki pengalaman serupa (pasanganya skizofrenia). Banyak diantara pengindap skizofrenia yang telah dirawat mampu mengenali penyakit mereka sendiri dan tentunya upaya dari saya untuk membantu istriku. Sehingga istriku memiliki derajat control atas diri dan bertanggung jawab atas perilakunya.

Dan saya harus ingat tidak mengabaikan kesehatan mental diriku sendiri selama masa sulit ini, kasihan anak-anakku. Dan mohon bantuan keluarga atau kerabat, mudah-mudahan usahaku ini di ridhoi oleh NYA … amin !

Read More..