Kamis, 09 Desember 2010

Mengapa Wanita Banyak Menghuni Neraka


Sebuah pernyataan yang cukup lazim terdengar di telinga kita bahwa kebanyakan penduduk neraka dihuni oleh para wanita. Berdasarkan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”
Muncul pertanyaan di benak kita, apa yang menyebabkan kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka? Dalam sebuah kisah ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.
Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda, “ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)
Bagi para muslimah atau umumnya wanita ketika membaca atau mendengar hadist-hadist di atas sontak naik darah dan tidak bisa menerima sepenuhnya. Minimal akan berhujjah bahwasanya wanita bisa berbuat demikian karena ada penyebabnya, bukan tiba-tiba ingin berlaku demikian. Siapapun kalau ditanya tentu saja tidak ada yang ingin masuk neraka apalagi diklaim akan masuk neraka. Naudzubillah mindzalik!
Memang, berlayar mengarungi bahterah rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan. Seorang muslimah tepatnya seorang istri, tidak saja harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup tapi juga mutlak dibutuhkan mental baja dan manajemen yang baik dalam mengelola gelombang kehidupan beserta segala pernak pernik yang menyertainya. Ketika urusan rumah tangga tidak pernah ada habisnya, anak-anak rewel dan kondisi fisik sedang tidak fit, kemudian suami pulang kerja minta dilayani tanpa mau perduli dengan kondisi kita, biasanya, dalam kondisi seperti ini tidak banyak wanita yang tetap mampu mengendalikan kesabarannya. Manusiawi bukan? Belum tentu!Justru dalam situasi seperti inilah keimanan dan kesabaran kita akan teruji. Apakah kita masih bisa mengeluarkan kata-kata manis sekaligus rona muka penuh dengan senyum ketulusan? Sulit memang! Tapi sulit bukan berarti tidak bisa!
Jika kita cermati hadist diatas secara seksama, maka akan kita dapati beberapa sebab mengapa wanita bisa menjadi penduduk minoritas di surga, di antaranya :
Pertama, kufur terhadap kebaikan-kebaikan suami. Sebuah fenomena yang sering kita saksikan, seorang istri yang mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya dalam waktu yang panjang hanya karena satu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal seharusnya seorang istri selalu bersyukur terhadap apa-apa yang diberikan suaminya, karena Allah SWT tidak akan melihat istri yang seperti ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr).
Kedua, durhaka terhadap suami. Durhaka yang sering dilakukan seorang istri adalah durhaka dalam ucapan dan perbuatan. Wujud durhaka dalam ucapan di antaranya ketika seorang istri membicarakan keburukan-keburukan suaminya kepada teman-teman atau keluarganya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i. Sedangkan durhaka dalam perbuatan diantaranya bersikap kasar atau menampakkan muka yang masam ketika memenuhi panggilan suami, tidak mau melayani suami dengan alasan yang tidak syar’i, pergi atau ke luar rumah tanpa izin suami, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, atau sebaliknya enggan berdandan dan mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu.
Jika demikian keadaannya maka sungguh merugi wanita-wanita yang kufur dan durhaka terhadap suaminya. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada surga karena mengikuti hawa nafsu belaka.
Jalan ke surga memang tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan melalui rintangan-rintangan yang berat dan terjal. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang sabar menempuhnya.
Sementara, jalan menuju ke neraka penuh dengan keindahan yang menggoda dan setiap manusia sangat tertarik untuk melaluinya. Tetapi, sadarlah bahwa di ujung jalan ini, neraka telah menyambut dengan beragam siksa-Nya.
Lalu, bagaimana caranya agar para wanita atau para istri tidak terperosok ke dalam neraka?
Jangan pesimis, masih banyak cara dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri jika kita ingin menjadi penduduk minoritas di surga.
Masih ingat kan, ketika rasulullah bersabda dalam sebuah hadist shahih jami’, “Perempuan apabila shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.”
Mengacu dari hadist di atas, mari kita berlomba menegakkan sholat dengan lebih khusu’, memperbayak sholat-sholat sunah karena sholat yang benar dan khusu’ bisa membentengi diri kita dari perbuatan yang munkar. Selain puasa/shaum wajib di bulan romadhon, latihlah diri untuk terbiasa melakukan shaum sunah. Hiasilah diri dengan sabar dalam ketaatan dengan suami dan banyak-banyaklah beristigfar karena istigfar bisa meruntuhkan dosa-dosa kecil yang tidak kita sadari.
Dan juga ada sebuah amalan yang sepele tapi sering terlupakan adalah bershodaqoh (sedekah). Bershodaqohlah dalam keadaan lapang dan sempit karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka.
Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda, “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)
Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin. Wallahu’alam.
Read More..

Ibu Rumah Surga


Suatu hari di siang hari terik terjadi percekcokan panjang antara teman saya dengan istrinya di telepon. Terlihat keletihan di raut wajahnya, sepertinya percekcokan itu sudah banyak menghabiskan energinya. Iapun akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara percekcokan. Sambil berusaha menenangkan dirinya ia mengirim SMS kepada istrinya untuk menenangkannya juga.

Ketika ia mulai menulis SMS, datanglah seorang anak kecil berumur sekitar empat tahun mendekat kemudian berdiri disampingnya. Anak itu pun membaca SMS yang ditulis: “Umi nggak usah khawatir, abi di sini..bla..bla..bla..” Teman saya terkaget-kaget, kemudian tersenyum karena takjub dan kagum dengan anak itu, ia berpikir: “Hebat juga tuh anak, masih kecil sudah bisa baca.” Ia pun menjadi terhibur. Kepalanya yang tadi “panas” karena percekcokan yang panjang dan melelahkan menjadi sedikit segar setelah melihat”keajaiban”anak itu.

Siapa anak itu? Mengapa anak itu sudah bisa baca di usianya yang masih kecil seperti itu? Mungkin ada yang berkata: “Ah sudah banyak anak yang seumurnya yang sudah bisa baca. ” Betul, tapi ada yang “janggal” dengan anak ini, ternyata ia belum sekolah dan sehari-harinya hanya di rumah saja, selain itu ia juga memiliki “kejanggalan” lain yaitu sudah menghafal Al-Quran hampir satu setengah juz di usianya yang seperti itu! “

Bukan hanya teman saya saja yang kagum, sayapun kagum melihat anak itu dan saya berangan-angan suatu saat anak sayapun seperti dia. Mungkin ada yang penasaran: “Memang anak siapa sih itu? ” Rupanya ia anak seorang ustadz. “Oh pantas anak ustadz, makanya wajar pintar seperti itu.” Mungkin demikian komentar beberapa orang setelah mengetahui kalau anak kecil itu adalah anak seorang ustadz. Lho apa bedanya anak ustadz dengan selain anak ustadz? Ustadz makan nasi dan saya pun makan nasi!

Mungkin ada yang menjawab pertanyaan saya tadi:”Betul kita dengan ustadz sama-sama makan nasi, tapi kalau ustadz kan punya ilmu agama dan waktu luang untuk mengajarkan anaknya, berbeda dengan kita.”

Untuk ilmu memang betul beliau punya ilmu, tapi kita kan bisa belajar juga seperti ustadz itu? Nah kalau masalah banyak waktu luang, faktanya justru berbicara lain, karena kenyataannya ustadz inipun sibuk mengajar di luar dan juga punya kesibukan berbisnis. Beliau tak punya waktu luang kecuali setelah Ashar dan malam selepas ‘Isya, itupun kadang tak teratur, karena kadang ada panggilan mendadak untuk mengisi talim di luar kota.

Lantas siapa yang mengajarkan anak itu selama ini? Ibunya? Ya, betul ibunya yang selama ini mengajarnya. Ibunyalah yang mengajarkan”keajaiban” kepada anak itu. Dialah yang mengajarkan anak itu baca dan menghafal Al-Quran. Adapun ustadz itu, beliau sesekali saja mengajarkannya kalau ada waktu luang.

Nah, berarti kalau saya menginginkan anak saya kelak menjadi anak yang saleh, saya harus mencari istri yang salihah yang siap stand by mendidik dan membimbing anak secara penuh, sementara saya akan giat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga istri tak perlu sibuk juga mencari nafkah. Karena rasanya tak mungkin bisa mendidik anak menjadi anak saleh kalau semuanya sibuk bekerja di luar. Otomatis harus ada yang “dikorbankan”, harus ada yang stand by di rumah.

Taruhlah saya dan istri bekerja sampai waktu Maghrib, lantas siapa yang mendidik dan mengawasi anak dari pagi sampai petang? Siapa yang akan mengajarinya akhlak, adab dan agama, sedangkan anak itu lebih mudah terpengaruh dengan orang yang ada di dekatnya?

Apakah diserahkan ke pembantu? Kalau pembantunya orang yang baik agamanya dan akhlaknya sih, ya oke-oke saja, tapi kalau pembantunya malah mengajarkan yang nggak-nggak seperti kata-kata kotor, apa mungkin anak itu bisa menjadi anak saleh?

Atau diserahkan ke teman-temannya di sekolah atau tetangga? Kalau teman-teman dan tetangganya orang yang mengerti agama dan punya budi pekerti yang baik sih, saya setuju. Tapi kalau tetangga dan temannya justru mengajar yang bukan-bukan seperti pornografi dan pornoaksi, apa bisa anak itu menjadi anak yang saleh? Apalagi banyak anak di zaman sekarang mulai mengenal yang berbau porno justru dari teman-temannya.

Lantas apakah diserahkan ke tv? Kalau acara tv isinya hanya ceramah, bacaan Al-Quran, film pengetahuan dan acara-acara lain yang bermanfaat sih saya dukung untuk menontonnya, tapi kalau acara tv seperti sekarang yang mengajarkan buka-buka aurat, percintaan, dan kekerasan, maka apakah mungkin itu bisa mendidiknya menjadi anak yang saleh?

Jadi keberadaan seorang ibu yang stand by di rumah untuk mengurus dan mendidik anak ternyata sangat diperlukan dan bukanlah suatu yang sia-sia, karena dengan adanya ibu di rumah, anak akan merasakan perhatian yang cukup dari orang tuanya, dia merasa terbimbing sehingga tak akan kehilangan orientasi dan kendali diri dalam menghadapi kehidupannya. Selain itu yang lebih penting lagi dengan keberadaannya di rumah sekaligus mengamalkan firman-Nya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)

Karena itu menjadi ibu rumah tangga merupakan suatu kemuliaan yang patut disyukuri, betapa tidak? Karena ia telah menjadi sebab kebaikan bagi keluarganya. Makanya seorang ibu rumah tangga seharusnya bangga dengan kedudukannya dan tak usah malu dengan “karirnya” di rumah dan juga tak perlu minder ketika ditanya: “Kerja di mana? ” Jawab saja: “Kerja di rumah, jadi sekretaris suami, dan manajer rumah tangga serta guru privat anak. “

Justru seorang ibu rumah tangga kalau serius dalam menjalankan tugasnya, ia akan menuai hasilnya baik di dunia maupun diakhirat. Adapun di dunia dia akan melihat buah hatinya tumbuh menjadi sosok yang saleh bermanfaat untuk keluarga, masyarakat, dan umat, di masa hidup kedua orangtuanya ia berbakti dan setelah mereka berdua wafat ia mendoakan mereka. Tentu saja itu kebahagiaan yang tiada tara bagi orangtuanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal,(yaitu) Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak saleh yang mendoakannya. ” (HR.Muslim)

Adapun di akhirat, seorang ibu rumah tangga yang konsisten dan bersabar dengan tugasnya, dia akan mengalami perubahan status, yang tadinya ibu rumah tangga menjadi ibu rumah surga….

Jakarta, 26 Rajab 1431/ 9 Juli 2010
umaranung@yahoo.co.id
Read More..

Ya Allah, Kenapa Ini Terjadi?


Ya Allah, kenapa ini terjadi? Kenapa Engkau menimpakan kesedihan ini dalam hidupku? Sanggupkah aku menahan penderitaan ini Ya Allah? Begitulah kita merintih ketika masalah menghampiri hidup kita. Apabila kita diberi kenikmatan dan kebahagiaan oleh Allah maka kita menganggap Allah menyayangi kita tetapi jika kita diberi masalah dan kesalahan maka kita menganggap Allah kejam pada diri kita.

'Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan maka ia berkata 'Tuhanku telah memuliakanku' tetapi apabila Tuhannya
mengujinya dengan memberi kesedihan, maka ia berkata 'Tuhanku telah menghinakanku' (QS. al Fajr : 15-16).

Bila kita diberikan berkelimpahan kenikmatan begitulah cara Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberi kebahagiaan sekaligus ujian dalam hidup kita tetapi bila kita diberikan masalah dan kesedihan bukan berarti Allah murka, bukan pula Allah membenci. Allah tidak pernah menganiaya kita melainkan diri kita sendiri yang
menganiaya.

'Sesungguhnya Allah tidak menganiaya manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang menganiaya diri mereka sendiri.' (QS. Yunus : 44).

Itulah sebabnya setiap masalah dan penderitaan yang Allah berikan kepada kita pada dasarnya wujud kasih sayang Allah agar kita bermuhasabah atau instropeksi diri. agar kita melihat dan memperbaiki diri kemudian meningkatkan kualitas hidup kita menjadi lebih baik untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akherat.

Penderitaan Sebagai Penyembuh Penyakit Hati

Jika di dalam hidup kita merasakan penuh kebahagiaaan, maka bisa kita bayangkan kita tidak pernah ditimpa kesulitan, cobaan dan penderitaan sedikitpun di dunia ini, tentunya akan membuat kita sombong dan takabur. Allah sengaja mendatangkan musibah, bencana, ujian, cobaan, penderitaan dalam hidup kita sebagai penyembuh dari penyakit hati yang akan menghancurkan kehidupan kita yang teramat dalam di dunia dan diakherat.

Banyak orang yang merasa dirinya hebat atau merasa mendapatkan apapun dalam hidupnya. Dia merasa sudah paling hebat karena status sosial, jabatan, kekayaan, wajah yang sempurna, kesehatan, pasangan hidup. Jika tergambar kesempurnaan seperti itu tidak pernah ditimpa penderitaan maka membuat dirinya menjadi angkuh, sombong dan merasa tidak membutuhkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

'Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.' (QS. Luqman : 18).

Untuk itulah Allah sengaja sedikit memutar roda kehidupannya. Mungkin seseorang yang telah berada di atas akan diputar hingga berada di bawah. Semua ini bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan kita melainkan menyembuhkan hati kita yang mulai
sombong agar menyadari bahwa semua yang dimilikinya itu milik Allah, bahwa semua keduniawiannya itu bersifat sementara.

Terlihatlah bahwa Allah bersifat sangat Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba yang dikasihiNya. Dengan diberi masalah dan penderitaan, sebenarnya Allah ingin memperbaiki diri kita, ingin melindungi hati kita agar tidak dicemari oleh penyakit-penyakit hati yang dapat mengikis iman maupun taqwa kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

'Tidak ada satu musibah itu datangnya yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.' (QS. at-Taghaabun : 11),agussyafii
Read More..

Jiwa Anak


Mengurus anak dengan baik itu butuh keinsyafan tingkat tinggi. Butuh pengelolaan emosi yang handal. Butuh ketenangan dan kecerdasan, baik kecerdasan emosi maupun kecerdasan taktis strategis. Dan sebagai manusia, tentu saja kita tidak melulu dalam keadaan emosi yang baik, yang stabil. Disinilah seninya saya rasa. Pada titik inilah kecerdasan kita diuji.

Jika kita berhasil melewati waktu-waktu emosional itu dengan solutif maka kecerdasan kita akan naik peringkatnya, namun jika kita menuruti hawa nafsu, kedzolimanlah yang terjadi. Dan rasakanlah bahwa hati segera menjadi keruh dan butuh waktu dan energi yang cukup banyak untuk menjernihkannya. Maka, tahanlah hawa nafsu sedapat mungkin kita mampu. Tetaplah berpikir jernih. Perbanyaklah lafadz istighfar dan ta’awudz.

”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran TuhanNya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at:40-41).

”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang dan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Alloh mencintai orang yang berbuat kebaikan,.”(QS. Ali ’Imran: 133-134)

Menjadi orang tua yang sukses tentu menjadi salah satu jalan kita mendapatkan surga. Dan sudah dari dulu semua tahu, mendapat surga memang tidak murah. Jangankan surga, mau menikmati fasilitas hotel mewah saja harus merogoh kocek lebih dalam kan? Sementara ada makhluk yang tidak akan rela begitu saja saat kita meniti jalan menuju surga.

Merekalah yang senantiasa menghalang-halangi, merekalah yang membuat kita menganggap baik meledaknya amarah kita. Dan jumlah mereka banyak. Jangan turuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya merekalah musuh yang nyata. A’udzubilllahiminasysyaithonnirrodzhimi min hamdzihi wanafkhihi wanafsihi.

Namun, jika amarah sudah terlanjur diperturutkan, lengan sang anak sudah kadung biru karena dicubit, jiwa anak sudah terlanjur luka dengan rengkuhan kasar kita, hati mereka sudah tertoreh umpatan dan tatapan kasar kita.

Maka, bersegeralah minta maaf padanya, dengan penuh keikhlasan. Berjanjilah padanya untuk tidak mengulanginya. Mohonlah ampun pada Alloh atas perbuatan kita yang telah menyia-nyiakan amanahNya.

”dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Alloh, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa selain Alloh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ’Imran:135)

Senantiasa ingatkan diri kita, betapa marahnya Rasulullullah (salawat dan salam baginya) mendapati sikap kasar seorang ibu. Ketika Ummu Fadhl secara kasar merenggut bayi dari gendongan Nabi (salawat dan salam baginya) lantaran sang bayi pipis dan membasahi pakaian Rasul (salawat dan salam baginya).

Maka Rasululloh shalallahu ’alaihi wassalam menegur,”Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air. Tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan jiwa anak ini akibat renggutan yang kasar itu?”

Astaghfirullohal’adzhim. Entahlah, apa yang mampu menghilangkan kekeruhan jiwa mereka. Semoga dengan permintaan maaf yang ikhlas kepada sang anak dan taubat kita kepada Alloh, Allohlah yang akan menyembuhkan jiwa-jiwa suci mereka yang terluka itu. Berazzamlah untuk tidak mengulanginya lagi.

Karena pada jiwa-jiwa itulah kita menitipkan bermiliar-miliar harapan, kita lantunkan jutaan doa. Dan jika Alloh menghendaki, jiwa-jiwa itulah yang mereka bawa dua puluh lima tahun yang akan datang untuk menjadi pribadi dewasa untuk melanjutkan estafet perjuangan ini.

Bertekadlah untuk meluaskan dada kita saat mereka menyulitkan kita, maafkanlah mereka. Karena Rasulullah bersabda,

”Sesungguhnya Alloh merahmati orang tua yang membantu anaknya berbakti kepadanya, kata Nabi saw.. Orang-orang di sekeliling beliau bertanya, ”Bagaimana cara orang tua membantu anaknya, ya Rasulullullah?” Nabi saw. Menjawab, ”Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya, dan tidak memakinya.”

Bersikap lembutlah pada mereka, tidak hanya pada saat mereka menampakkan senyum lucu yang manis, atau ketika ia berceloteh menggemaskan. Dalam keadaan membuat kita susah pun, kelembutan itu tetap ada pada kita.

Sesungguhnya, kelembutan adalah sifat yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Asyaj Abdul Qais,”Sesungguhnya di dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Alloh, yaitu sifat lembut dan berbudi luhur.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain, Rasululloh saw. Pernah bersabda kepad istrinya, A’isyah radhiallahu’anha. Kata Nabi saw., “Wahai A’isyah, milikilah sifat ramah dan kasih sayang karena sesungguhnya apabila Alloh menghendaki kebaikan dalam sebuah penghuni rumah, Allah akan menunjukkan kepada mereka sifat ramah.” (HR. Ahmad).

Berkaitan dengan kasih sayang terhadap anak, Rasululloh menegaskan, ”Sesungguhnya pada setiap pohon terdapat buah dan buahnya hati adalah anak. Sesungguhnya Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi anaknya. Dan demi nyawaku yang berada di tanganNya, tidak akan masuk surga kecuali orang yang memiliki sifat kasih sayang.” (HR Al-Bazzaar)

Sesungguhnya, Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi, begitu Rasulullah saw. memperingatkan kita atas anak-anak yang kita lahirkan. Rasululloh saw. telah memberi contoh tentang bagaimana memperlakukan anak-anak kita.

Acapkali terjadi, Rasululloh turun dari mimbarnya menyongsong al-Hasan dan al-Husain, lalu menggendong dan menciumi mereka seraya mendoakan. Kasih sayang dan perhatian yang besar, juga diberikan kepada putrinya terkasih, Fathimatuz Zahra.

Aisyah menceritakan kepada kita salah satu fragmen kehidupan Rasululloh saw.. Kata Aisyah r.a., ”Tidak ada orang yang paling mirip dengan Rasululloh saw. dalam cara bicara, berjalan, dan duduknya selain Fathimah. Bila Fathimah datang, Rasulullah saw. menyambutnya dengan berdiri. Ia memegang tangan Fathimah dan menciumnya. Lalu didudukkannya di majlisnya.”

Begitu Nabi memperlakukan anak dan cucunya. Rasulullah saw. memperlihatkan kepada kita bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita sehingga antara anak dan orang tua bisa terjalin hubungan yang sangat akrab dan mesra.

Di antara persoalan-persoalan pendidikan anak, termasuk kasus-kasus remaja yang melakukan tindakan kriminal, ternyata banyak yang berasal dari kurang mesranya hubungan orang tua dan anak. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak termasuk mereka yang terlambat dan menyesal di kemudian hari.

Semoga Alloh selalu memberikan kita hidayah taufik. Semoga tidak ada lagi mata yang membelalak ketika anak-anak kita bersuara keras, lantaran memanggil berkali-kali tidak kita sahut dengan baik.

Ya, karena seberapa besar keikhlasan, rasa cinta, dan tanggung jawab orang tua terhadap sang anaklah yang akan menjadi ukuran seberapa besar tabungan kebaikan kita pada mereka, kelak itu pula yang akan kita tuai, di dunia dan di akhirat.

”Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya.” (HR. Ath Thabrani).

Demikian Nabi saw. menasehati.

Menghasilkan anak yang berkualitas itu bukan perkara mudah sebagaimana menjadi orang tua yang baik juga bukan hal yang gampang. Namun, bukan hal yang mustahil. Dengan kehendakNya, jika kita mau dan sungguh-sungguh untuk terus belajar dan belajar. Anak adalah hasil orang tuanya. Kernanya, kaki jangan pernah surut ke belakang, sebab masih banyak ilmu yang harus dicari dan masih banyak kearifan yang harus diselami.

?Ummu Mesia (Eva Rahayu); Ibu dari dua putra;

Mesia Abdulloh (2th 6bl) dan Utruj Robbani (1th 4bl);
Read More..