Rabu, 12 Desember 2012

Cukuplah Dengan Cinta, Semua Persoalan Bisa Selesai

Setiap 100 Tahun, Allah Berikan Ulama Pembaharu Wahai ikhwan, setiap kali terlintas dihadapan kita suatu gambaran hidup yang indah lagi mulia, yang dinamis lagi bersinar, yang pancarannya keluar dari perasaan , yang dengannya Allah menyinari hati kita dan membuat dada kita bercahaya, yakni perasaan cinta karena Allah, saling bersaudara karena Allah, dan hasrat meraih keridhaan Allah, maka ketika itulah terasa bahwa segala persoalan dan kesulitan hidup di hadapan kita menjadi tak berarti. Kalaulah saja pada saat pertemuan pertama kita hanya saling bertemu dan bertaaruf saja sudah bisa membawa kepada rasa cinta, tentulah itu sudah cukup. Dengan modal cinta saja, kita bisa mengurai persoalan persoalan yang pelik. Dasar dari cinta ini adalah kelurusan jiwa. Karena sesungguhnya jika jiwa itu rusak , rusaklah segalanya; dan jika jiwa itu baik, ikut baik pula segalanya. Kebaikannya terletak pada kejernihannya, hubungan ruhiahnya, serta keikhlasannya dalam berucap dan beramal. Jika jiwa kalian bersih, ruhani kalian akan tersambung, dan kalian juga dapat berbuat ikhlas kepada Allah dalam amalan dan ucapan kalian, percayalah bahwa kita akan dapat meraih kebaikan yang banyak. Tiada arti cinta kecuali ini. Islam tidaklah datang kecuali untuk menyatukan manusia di atas cinta dan kebenaran. “Tetaplah atas fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu” (Ar Rum 30) Read More..

Perselingkuhan

Ujian Untuk Menjadi Lebih Mulia Berita perselingkuhan kembali merebak dari tanah air. Kita sungguh prihatin, karena sepertinya perselingkuhan ini bukan kejadian aneh. Ia seperti jadi kisah rutin manusia. Bisa jadi kita mendapati kejadian ini bahkan dialami saudara atau teman-teman dekat kita. Satu hal yang pasti membuat kita sakit hati mendengarnya. Kita diingatkan lebih intensif tentang perselingkuhan dan segala efek negatif yang menyertainya ketika kejadiannya menimpa orang-orang yang menjadipublic figure. Masalahnya media massa memang terlalu rakus untuk tidak memberitakan kisah-kisah heboh seperti ini. Kita pun mungkin tidak terlalu suka dengan terisinya ruang wacana publik dengan berita-berita seperti ini. Apalagi kita tentu menyimpan empati terhadap keluarga yang diterpa musibah perselingkuhan ini. Kalau sudah begini, minimal kita bisa menjadikan berita-berita ini bermanfaat buat kita dan tentu kita berdoa semoga keluarga yang ditimpa musibah tadi bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik. *** Kata perselingkuhan ini dekat dengan kata “zina” dalam ajaran Islam. Perselingkuhan bahkan menjadi lebih buruk, sebab kejadiannya bukan pada pemuda dan gadis lajang, akan tetapi pada orang-orang yang telah berkeluarga, yang semestinya sudah mencapai kondisi stabil dan bijak pada kepribadiannya. Ini di antara rahasia, mengapa dalam ajaran Islam hukuman perzinaan bagi mereka yang menikah lebih berat daripada bagi pemuda yang belum menikah. Pada buku Taman Orang-Orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnul Qayyim membahasnya dalam satu bab khusus yang berbicara tentang orang yang memilih yang haram untuk mengganti sesuatu yang halal dan indah. Dalam hal ini mereka yang terjebak pada kenikmatan semu dan mungkin sesaat dengan menyia-nyiakan dan meninggalkan karunia rumah tangga yang harmonis dan kebahagiaan tiada tara yang Allah janjikan di akhirat kelak. Karenanya saya sendiri memandang para pelaku perselingkuhan sebenarnya mengidap penyakit jiwa yang aneh dan berbahaya, sebab jiwa mereka tertutupi tutupan nafsu jahat untuk memandang keindahan yang sebenarnya. Isi bab tulisan Ibnul Qoyyim full berbicara tentang masalah zina. Disampaikan bagaimana jiwa bisa terjebak pada zina, bagaimana pasukan iblis menjadikan “pemisahan suami-istri” sebagai salah satu tolok ukur hasil terhebat kerja mereka, betapa buruknya perbuatan zina ini, apa saja kerugian dan kerusakan yang menimpa mereka yang berbuat zina baik di dunia dan di akhirat. Yang menarik adalah, penuturan Ibnul Qayyim bagaimana godaan berzina itu dialami oleh orang-orang shalih dan bagaimana mereka menangkalnya. Selalu saja ingat akan Allah dan ingat akan kebahagiaan di akhirat yang akan luput dengan perbuatan yang “enak”nya hanya sekejap serta kerasnya hukuman di dunia (kalau ketahuan dan hukum tegas ditegakkan) dan (yang pasti) hukuman di akhirat yang tidak akan bisa dihindari menjadi penangkal jitu dari perbuatan zina. ..”. sesungguhnya nafsu (jiwa) itu selalu mengajak pada kejahatan, kecuali jiwa yang dikasihi Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yusuf:53) Dikisahkan ada seorang pemuda yang baik, yang tidak tahan akan godaan kecantikan seorang gadis. Dia merayu si gadis. Sebenarnya si gadis mengingatkan berkali-kali akan perbuatan buruk si pemuda, akan tetapi si pemuda sudah tidak bisa lagi menahan nafsunya. Akhirnya si gadis pun mengatakan, kalau begitu seluruh pintu harus ditutup. Si pemuda melakukannya, dia tutup semua pintu kamar. Ketika sudah tertutup semua, si gadis mengatakan,”Masih ada satu pintu yang belum kau tutup!” “Pintu yang mana lagi?” tanya di pemuda keheranan. “Pintu di antara Allah dan dirimu!” jawab di gadis. Si pemuda tertegun dan ia pun mengurungkan segala niat buruknya. *** Dalam satu kesempatan silaturahim keluarga muslim bulanan di Chiba, saya mengangkat diskusi tentang perselingkuhan dan zina ini. Saya hanya mengingatkan bahwa kejadian ini sudah menjadi fenomena di tanah air. Betapa dekatnya kejadian ini dengan hilangnya ghirah atau rasa cemburu dalam keluarga, yaitu ketika fungsi pemimpin dan pendidik para suami mulai sirna; Ketika penjagaan nilai-nilai kesucian mulai melemah di kalangan perempuan muslimah. Ditambah lagi pola dan sistem kehidupan, termasuk pola dan sistem kerja di dalamnya, sudah terlalu jauh melanggar norma-norma susila dan keagamaan. Begitu juga media massa terlalu mudah tergiur mencari keuntungan dengan mengeksploitasi birahi yang memang tersimpan potensinya pada manusia. Belum lagi fasilitas teknologi mutakhir, seperti ponsel yang dilengkapi kamera digital, yang alih-alih dimanfaatkan untuk kebaikan malah menjadi sarana penyebar keburukan. Ini semua adalah masalah-masalah yang mesti direnungkan secara seksama, terutama oleh keluarga-keluarga muslim terdidik. Adapun dalam hal zina, maka peringatan ajaran Islam malah pada menghindari untuk mendekatinya. Jiwa preventif amat kuat dalam menghindari perzinaan. Kata orang, cinta itu hadir karena seringnya bertemu. Begitu pula pada sisi buruknya, perselingkuhan itu hadir diawali dengan hal-hal yang tadinya dianggap biasa. Di era komunikasi ini, betapa seringnya kita mendengar ia dimulai dari saling ber-SMS atau chatting di ruang-ruang maya messenger. Kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama, saling curhat, dan pulang kantor bersama. Di sinilah syubhat (keragu-raguan) yang dihembuskan setan ke dalam jiwa; Apakah salah kami memberi perhatian kepada teman yang kesusahan? Bukankah kami tetap bisa menjaga kesopanan dan kami hanya berkomunikasi sebagai teman. Benar, teman tapi mesra! Dan kita akan terkejut ketika tarikan arus perselingkuhan semakin kuat menjerat, sementara kita masih hanyut dalam syubhat-syubhat tadi. Na’udzubiLlaahi min dzaalik. Pencegahan mendekati zina adalah hikmah Ilahiyah, Dia Yang Maha Mengetahui akan kelemahan manusia dan kerentanannya menghadapi godaan syahwat terhadap lawan jenis. Karenanya menundukkan pandangan, melazimi adab berbusana yang sesuai tuntunan ajaran Islam, menjaga adab pergaulan lelaki-perempuan, hingga tuntunan menjalani pernikahan dan kehidupan berumah tangga secara harmonis amat intensif mengisi ruang-ruang pengarahan Ilahiyah dalam Quran dan lewat tuntunan sunnah Nabi-Nya saw. Dan sungguh pada pernikahan itulah curahan terindah cinta dan kasih sayang akan menemukan kesuciannya. Untuk akhir perenungan masalah perselingkuhan dan zina ini, kita tentu tergugah untuk berdoa,”Ya Allah, jauhkanlah kami dari musibah perselingkuhan dan perzinaan, karena ia merupakan dosa dan kejahatan yang keji. Ya Allah, jadikanlah keluarga kami keluarga yang menegakkan sholat, yang senantiasa Engkau karuniai ketentraman dan kesejukkan cinta dan kasih sayang. Ya Allah, karuniakanlah kesejukan mata dan hati dari istri dan anak-anak kami dan jadikanlah kami pimpinan orang-orang yang bertakwa kepadaMu.” Chiba-Japan, Read More..

Sebab Sebab Turunnya Rezeki

Krisis Ekonomi Itu Biasa Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup. Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka. Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut: - Takwa Kepada Allah Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3) Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga. Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.” Allah swt juga berfirman, artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96) - Istighfar dan Taubat Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12) Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.” Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.” Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red) Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan. - Tawakkal Kepada Allah Allah swt berfirman, artinya, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3) Nabi saw telah bersabda, artinya, “Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani) Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata. Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia. - Silaturrahim Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut: -Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, “Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari) -Sabda Nabi saw, artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani) Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram. - Infaq fi Sabilillah Allah swt berfirman, artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39) Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.” Juga firman Allah yang lain,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268) Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim) - Menyambung Haji dengan Umrah Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani) Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji. - Berbuat Baik kepada Orang Lemah Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya, “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari) Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya. - Serius di dalam Beribadah Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.” Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi. Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin. Al-Sofwah( Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan. )/Bambang Ant Read More..

ISTANA IMPIAN KAMI BERBEDA

Hmmm, bagus sekali rumah ini! Sulit membayangkan, bagaimana seseorang mampu membangunnya. Menjadikannya sebagai istana impian yang nyata. Seorang diri! Tidak! Tentu kau membutuhkan bahan dan orang-orang untuk membangunnya. Tapi, semua berasal dari apa yang kau punya, dan tentu saja, yang kau bicarakan adalah uang. Mungkin karena aku miskin, jadi memimpikan istana - sekedar memimpikannya - sekalipun merasa tak sanggup. Ah, apa yang kau sanggup? Nah, hati kecilku selalu mengulang hal yang nyaris sama. Tak bersahabat, mencerca diriku sendiri. Tak seharusnya ia begitu. “Rumahmu ini, bagus sekali!” Aku berkata padanya. Dia tersenyum. “Benarkah?” “Ya, bagus sekali! Tentu ayahmu menghabiskan uang yang tak sedikit untuk mendirikan istana ini!” Ujarku. Kedua mataku mendahului kaki-kakiku untuk berjalan-jalan mengitari semua tempat di rumah ini. “Istana?” “Bagiku ini adalah istana. Kau tentu sangat senang tinggal di sini. Semuanya tampak menyenangkan dan, apa yang tak tersedia untukmu?” Ujarku dan dia tersenyum lagi. Senyumnya manis, lalu aku berpikir, semua penghuni istana memang mempunyai senyum yang manis. Rasanya memang tak sulit untuk tersenyum dengan manis ketika seseorang tinggal dengan nyaman dan bahagia di dalam istana seperti ini. “Tentu senang jika aku bisa melihatnya seperti itu! Tapi, aku memang melihatnya biasa saja. Kau bahkan mungkin tak percaya jika aku beritahu padamu bagaimana semua ini terlihat bagiku!” “Kau tak perlu merendah.” Aku menyela. “Aku benar-benar mengagumi istanamu ini!” “Apa yang kau kagumi?” “Yang aku kagumi adalah, ayahmu sanggup membangunnya! Bagaimana cara istana ini dibangun, itu yang membuatku kagum. Seorang yang miskin seperti aku bahkan membangunnya dalam angan-angan pun tak bisa!” “Tentu kau bisa membangunnya!” “Bagaimana mungkin? Kau membutuhkan semuanya, tapi kau tak mempunyai apapun!” Dia tersenyum lagi. Sepertinya dia tak pernah bosan untuk tersenyum. Mungkin jika aku mempunyai ayah yang membangunkan untukku istana seperti ini, atau mungkin yang lebih megah, aku juga akan selalu tersenyum seperti itu. “Ayahku sebenarnya tak pernah bisa membangunnya.” Kata Dia. “Kau tak sedang mengatakan jika istana ini tiba-tiba ada begitu saja, atau seseorang yang baik hati telah menghadiahi istana ini pada kalian bukan?” “Tentu saja tidak! Ah, sudahlah! Kau duduklah dimana saja kau ingin, aku akan membuatkanmu minum!” “Tak perlu repot-repot!” “Aku harus menyuguhi temanku ini minuman bukan? Tak sopan jika aku membiarkanmu kehausan.” Aku mengangguk akhirnya. Dia berlalu meninggalkanku, berjalan melalui sebuah pintu. Aku berpikir untuk mengikutinya, dan selalu mataku mendahului langkahku atau sesekali menarik langkahku ke tempat yang menarik perhatiannya. Aku pernah membaca dongeng tentang seorang anak yang merasa takjub ketika berada dalam sebuah istana megah. Semua hasrat dikerahkan untuk mengungkap kekaguman yang luar biasa. Rasanya aku menjadi seorang anak dalam dongeng itu sekarang. Mungkin juga saat ini aku memang tengah bermimpi. Banyak sekali pintu-pintu berwarna cokelat mengkilap, dan pada setiap pintu dipasang kain gordin yang mewah, serta gagang pintu berwarna emas. Bentuknya bagus. Dinding-dinding itu dicat dengan warna-warna yang sangat indah. Lalu aku menangkap sosok dibawahku. Kilap lantai itu yang menggambarnya. Langkahku sampai pada sebuah ambang pintu sebuah ruang. Dia di dalam sana dan sesuatu tengah dilakukannya. Terdengar bunyi sendok beradu dengan dinding gelas. Ruang untuk apa ini. “Ini dapur?” Aku bertanya. Dia menoleh dan kembali tersenyum. Ini bahkan lebih bersih dari ruang tamu di rumahku. “Ya, ibuku memasak makanan untuk kami di sini.” Sahutnya. Dia beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan menuju sebuah meja dengan beberapa kursi mengelilingnya. Meletakkan gelas di sana dan mempersilakanku dengan isyarat tangan terbukanya. “Terima kasih.” Aku dan dia duduk berbincang. Aku terus dengan pembicaraan tentang istana ini sebagaimana hasratku, sedang dia selalu mengarahkanku untuk berbicara tentang hal lain. Sepertinya ia tak berminat. Aku mulai merasa, dia seseorang yang aneh. Setiap orang selalu bangga dengan apa yang dimilikinya. Terkadang mereka menceritakan pada orang lain bahkan pada saat tak ada seorangpun yang menanyakannya. “Suatu hari, aku juga ingin bertamu ke rumahmu!” Kata dia ketika aku berpamitan. “Hanya rumah sederhana!” “Aku akan ke sana!” —— “Ah, nyaman sekali rumahmu!” Dia berkata ketika memasuki ruang tamu rumahku. “Aku bahkan tak kerasan tinggal di sini!” Aku menjawabnya dengan sedikit prasangka, ucapannya hanya untuk menyenangkanku saja. “Kau aneh!” Ujarnya. “Sungguh aneh jika kau tak kerasan tinggal di rumah yang damai ini! Bagiku melihatnya saja sudah sangat menyenangkan, tak terbayang jika aku tinggal di sini, pasti luar biasa!” “Damai?” “Ya! Rumahmu tampak seperti tempat beristirahat yang nyaman di tengah taman yang indah! Aneh bukan jika kau tak kerasan tinggal di sini?” Dia tersenyum lagi. “Akan senang sekali jika ayahku membangun rumah yang seperti ini.” “Kau tak sungguh-sungguh bukan? Kau bercanda dengan kata-katamu barusan?” “Tidak, aku sungguh-sungguh! Aku menyukai rumahmu!” Ujarnya. Aku tak percaya mendengarnya. Ia pasti hanya untuk menghiburku saja. “Ah, andai aku akan tinggal di sini…” “Aku rasa kau yang aneh! Aku saja membayangkan tinggal di rumahmu!” Sahutku. “Mari, akan aku tunjukkan semua yang ada dalam rumahku ini!” “Aku tak melihat orang tuamu?” “Ayahku bekerja di tempat yang menjual tanaman bunga. Kau bisa membeli tanaman bunga apa saja di sana. Ibuku menjual kerajinan yang dibuatnya sendiri di pasar. “ “Sekarang aku tahu kenapa rumahmu tampak seperti rumah di tengah taman. Pasti ayahmu yang membuatnya begitu!” “Ayah dan ibu memang senang menanam pohon dan bunga-bunga.” “Mereka melakukannya bersama-sama?” “Terkadang aku membantu mereka!” “Kurasa kalian keluarga yang bahagia!” Ujarnya. “Aku tahu, selalu ada masalah dalam sebuah rumah. Jika yang satu selesai, maka akan datang lagi masalah baru! Tapi kau tahu, jika kau datang pada sebuah rumah, dan kau merasa nyaman disana, ada damai yang menyambutmu, maka sedikitnya kau bisa meyakini jika penghuninya hidup dalam keadaan damai! Masalah yang datang pada mereka membuat mereka semakin tahu cara menghadapi masalah lain yang datang kemudian…” Aku memaksakan senyum mendengar perkataannya. Aku mulai merasa dia sangat berlebihan dengan kata-katanya tentang rumahku, dan sekali lagi aku yakin dia hanya ingin menyenangkanku saja. Sudah jelas rumahnya seperti istana, dan aku merasakan kenyamanan dan kedamaian begitu datang tempo hari. Bagaimana mungkin dia mengatakan rumah ini sebagai rumah yang sangat damai. Aku rasa memang dia yang aneh, bukan aku. Aku membawanya keseluruh tempat yang ada dalam rumahku. Senyum tetap tergambar di bibirnya. Aku lalu membawanya ke dapur, dimana ada tungku dengan abu yang berhamburan di depannya, amben kecil tempat ibu mengiris sayuran dan memarut kelapa atau yang lainnya jika sedang memasak, tumpukan kayu di samping tungku dan rak bambu yang dipenuhi peralatan memasak yang kesemuanya hitam pada bagian yang selalu terkena api dari tungku. “Sebagaimana kau menyukai rumahku, aku juga menyukai rumahmu! Seperti kau, aku juga tak keberatan tinggal di rumah ini! Aku bahkan langsung kerasan begitu datang tadi!” Katanya sembari meraih gelas berisi air teh yang kuhidangkan didepannya, pada sebuah meja kecil di ruang tamu. Sesaat kemudian dia meminumnya dengan hati-hati. “Teh ini rasanya enak sekali. Aku pernah meminum teh seperti ini, tapi aku lupa di mana. ” Ujarnya lagi. “Aku bahkan tak keberatan jika kita bertukar rumah!” Kata dia lagi sambil tertawa kecil. “Kau bercanda sedari tadi…” Aku menimpali dengan maksud mencari tahu apakah ucapannya sungguh-sungguh, atau sekedar untuk menyenangkanku saja. “Aku bercanda? Tidak! Aku mengatakan yang sebenarnya! Kau boleh kagum dengan rumahku, tapi aku kagum dengan rumahmu! Mungkin istana impian kita memang berbeda!” “Tak ada yang akan mengatakan aneh jika orang mengagumi istanamu, tapi aneh jika orang yang tinggal di sana malah mengagumi rumah yang seperti ini!” Kataku. Dia sekali lagi tersenyum. “Aku ceritakan sesuatu padamu. Ayahku membangun apa yang kau katakan sebagai istana. Ya! Ayahku membangun dengan uang yang dimilikinya. Menurutku itu bukan sesuatu yang mengherankan jika orang yang memiliki uang bisa melakukan apa saja, bahkan membuat istana! Hanya saja ayahku melupakan satu hal, bahwa ada yang tak bisa dibangun cukup hanya dengan uang. Aku rasa ayahku bukan apa-apa jika dibanding dengan ayahmu yang bisa membuat rumah ini seakan tempat beristirahat yang menyenangkan di tengah taman yang indah. Ayahku hanya bisa membangun istananya saja, dia tak membangun pula kebahagiaan dan kedamaian di sana. Kami tercerai berai, mungkin belum tentu sebulan sekali ayah pulang kesana! Begitu juga dengan ibu! Kakakku entah pergi kemana! Aku kesepian di sana. Aku tak tahu apa kau akan mengatakan menyenangkan tinggal di sana jika menjadi aku…” “Kau membayangkan ayahku dengan uang dan istananya. Aku membayangkan ayahmu dengan rumah di tengah taman yang damai ini. Aku hampir tak percaya kau mengatakan tak kerasan di sini. Yang telah dilakukan ayahmu ini luar biasa! Aku tak yakin jika kau sedang bermasalah dengan ayah atau ibumu…” “Aku memang tak memiliki masalah, kami semua baik-baik saja. Ayahku tak pernah membuatku kecewa.” “Istana itu memang megah dari luar, aku pun akan menyukainya jika aku bukan orang yang tinggal disana. Tapi kita tak pernah tahu ada surga atau neraka didalamnya! Kau akan sama seperti aku yang mengagumi rumahmu ketika kau tinggal disana dengan apa-apa yang terjadi denganku.” “Tapi bukankah kau jadi bebas disana?” Aku bertanya sambil memikirkan kembali pertanyaanku. Rasanya benar, kan? “Ya, bebas! Tapi aku selalu menginginkan saat aku duduk menghadapi buku-buku, ada ayah dan ibu duduk dengan cangkir teh di tangan merekam asing-masing dan saling bicara. Ketika aku ingin bertanya, mereka ada untuk menjawabnya, ketika aku tak bisa melakukan sesuatu, mereka ada untuk membantuku, dan mereka juga ada untuk mengingatkanku, ketika aku melakukan kesalahan. Semuanya! Dalam semua suasana. Aku selalu ingin berkumpul dengan mereka pada malam dengan cerita kami masing-masing tentang siang harinya!” “Aku memiliki suasana seperti itu.” Kataku. Aku tak tahu, karena bagiku itu biasa saja. Tak ada yang istimewa. Aku bahkan seringkali bosan mendengar pembicaraan ayah dan ibu padaku. “Aku akan senang dan bersyukur sekali jika aku memiliki suasana yang kau miliki. Aku yakin kau pasti senang.” Aku tersenyum. Sebenarnya tidak, tapi sejenak kemudian ada sesuatu yang mencuat dalam pikiranku. Sederhana yang diinginkannya, yang dia katakan sebagai hal yang luar biasa, dan sebenarnya aku memilikinya! Tapi entahlah, aku merasa tak memiliki apapun. “Istanaku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan damainya hidup yang kau miliki. Kau tahu, aku tak memiliki itu di sana!” Aku diam dan berpikir keras. Magelang, Desember 2012 “Kita hanya saling memandang, semuanya tak selalu seperti yang sebagaimana terlihat.” Read More..