Senin, 02 Juli 2012

Maafkanlah Nak

Nak, hari ini Bunda terkejut melihatmu pulang ke rumah dengan raut wajah sedemikian sedih. Bunda bertanya padamu, dan kau pun terdiam, menundukkan wajahmu, sambil sesekali menghela nafas. “ Aku sedih Bunda…”, jawabmu terbata, “ sahabatku telah melukai hatiku… “. Dan selanjutnya kau bercerita panjang lebar sambil terisak-isak, air matamu berhamburan. Nak, Bunda mengerti. Hatimu pasti sakit, serasa diiris sembilu. Karena yang menyakitimu adalah sahabatmu, orang yang selama ini demikian dekat denganmu dan telah kau anggap sebagai saudaramu sendiri. Kau pasti kecewa, karena orang yang selama ini begitu memahamimu, ternyata telah menyakitimu. Kau ingin marah, namun terhalang oleh rasa sayangmu yang mendalam padanya. Kini, menangislah sepuasmu, agar hatimu lega… Nak, kita harus memahami bahwa di dunia ini tak ada manusia yang sempurna tanpa cela. Tak terkecuali orangtuamu, saudaramu, atau sahabat-sahabatmu, ada kalanya melakukan kesalahan yang mungkin akan melukai hatimu. Kesalahan itu bisa jadi disengaja, namun banyak juga yang tidak disengaja. Kali ini bisa jadi kita yang terluka karena kesalahan orang lain, namun di saat yang lain bisa jadi kita juga melakukan kekhilafan yang sama pada orang tersebut. Karena itu diantara kita, mesti dipupuk kesediaan untuk memberi maaf serta bersikap lapang dada. Sebab dalam berukhuwah, perbedaan dan gesekan-gesekan itu pasti ada.. Anakku, coba rasakan bagaimana suasana hatimu saat ini. Sedih, marah, kecewa, dan sakit hati, betul begitu? Bunda yakin, kau pasti sangat tidak nyaman dengan hadirnya perasaan itu. Begitulah rasanya, jika diri kita dikuasai oleh rasa-rasa yang tidak menyenangkan itu. Dan satu-satunya cara untuk melenyapkan segala rasa yang membuatmu tidak nyaman itu hanyalah dengan ‘memaafkan’. Nak, sejatinya memaafkan itu bukanlah kebutuhan orang lain, melainkan kebutuhanmu sendiri. Coba renungkan, berapa lama sakit hati akan mengisi relung-relung hati kita. Sampai mati akan tersimpan di alam bawah sadar kita, dan akan muncul ke alam sadar apabila pemicu sakit hati tersebut hadir di hadapan kita, hadir dalam pikiran kira, serta hadir dalam ingatan kita. Coba bayangkan, bagaimana jika saat kita sedang berekreasi dengan keluarga, tiba-tiba ia muncul, bagaimana jika saat kita sedang konsentrasi untuk mengambil keputusan yang penting, tiba-tiba ia muncul. Tentu, semuanya itu akan sangat mengganggu kenyamanan yang sedang kita nikmati. Perlu kita tahu, energi yang dibutuhkan untuk marah, sedih, dan sakit hati, akan sangat mengurangi ketahanan fisik kita. Ketika kita marah, otot-otot tubuh menegang, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan pernafasan menjadi sesak, kestabilan emosi akan kacau. Coba kita bayangkan berapa banyak kerugian yang harus kita alami jika kondisi emosional ini tidak secepatnya dinetralisir. Ibaratnya seperti orang yang menyimpan kentang busuk dalam tas yang selalu dibawa kemana-mana. Setiap muncul perasaan marah, benci, dendam maka kentang busuk dalam tasnya bertambah lagi, dan kentang busuk yang ada dalam tas tidak pernah dikeluarkan, tentunya sangat menyebalkan untuk membawanya kemana-mana setiap saat. Anakku, Bunda mengerti bahwa terkadang memaafkan itu memang tidak mudah. Islam sendiri telah memberikan alternatif, bahwa ketika seseorang dizholimi, maka ada dua hak baginya. Hak yang pertama adalah membalas setimpal dengan perbuatannya, sedang hak kedua adalah memaafkannya. Kalaupun dipilih alternatif yang pertama, maka balasan itu tidak boleh lebih berat, walaupun kepada musuh-musuh Islam. Namun seandainya opsi kedua yang dipilih, maka orang tersebut berarti telah membeli surga. Sebab harga maaf itu mahal, setimpal dengan harga surga. Anakku, Bunda akan menceritakan padamu sebuah kisah yang pasti akan mencerahkan hatimu… Suatu hari raut wajah Rosululloh tampak berseri-seri. Tak lupa beliau menampakkan senyumnya sampai kelihatan kilau gigi putihnya. Maka Umar bertanya ada apa gerangan. “Kulihat ada dua orang dari ummatku yang mendatangi Alloh ‘Azza wa Jalla. Yang satu berkata, ‘Ya Robbi, hukumlah orang ini yang telah mengambil hak dan menganiayaku di dunia.’ Lalu Alloh memerintahkan kepada si zholim tersebut agar mengembalikan haknya. ‘Ya Robbi,’ kata si zholim, ‘aku tidak lagi memiliki simpanan perbuatan baik yang bisa menggantikan haknya.’ ‘Dia sudah tidak memiliki sisa-sisa perbuatan baik untuk menggantimu, lalu apa yang kau harapkan darinya?’ kata Alloh kepada satunya. ‘Ya Robbi, pindahkan kepadanya dosa-dosaku. Biar dia yang memikulnya,’ katanya.” Tiba-tiba air mata Rosululloh mengalir membasahi pipinya karena mengenang hari-hari yang maha dahsyat itu. Beliau berkata, “Hari itu adalah hari-hari yang maha dahsyat, hari di mana setiap orang berusaha untuk melepaskan setiap beban dosa yang dipikulnya.” “Kemudian Alloh berkata kepada si teraniaya, ‘Wahai Fulan, angkat pandanganmu dan lihatlah surga-surga yang tersedia.’ ‘Ya Robbi, saya lihat negeri-negeri yang terbuat dari perak dan istana-istana dari emas yang terhias indah dengan mutiara-mutiara yang berkilauan. Apakah semua itu kau persiapkan untuk Nabi dan Rosul-Mu, para siddiqin dan orang-orang yang syahid?’ ‘Tidak,’ kata Alloh. ‘Semua itu Kusiapkan bagi siapa saja yang sanggup membelinya.’ ‘Siapakah mereka ya Robbi?’ ‘Engkau juga mampu memilikinya.’ ‘Bagaimana caranya?’ ‘Dengan memaafkan saudaramu itu.’ ‘Kalau begitu, aku maafkan dia ya Robbi.’ ‘Ambillah tangan saudaramu itu dan masuklah kalian ke dalam surga yang Kujanjikan.’” Kemudian Nabi mengakhiri kisah ini dengan pesan sabdanya, “Bertaqwalah kamu kepada Alloh dan berbuat baiklah dalam hubungan antar sesama. Sungguh Alloh SWT akan mendamaikan antara orang-orang yang beriman kelak pada hari kiamat.” Nah, setelah menyimak kisah tersebut, apa yang kau pikirkan Anakku? Ayo, seka air matamu, tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan pelan-pelan, lapangkanlah dadamu, berikanlah maafmu untuk sahabatmu itu. Rasakanlah, ketenangan dan kebahagiaan akan kembali menyelimuti hatimu, dan insya Alloh kelak surga pun akan diberikan oleh Alloh pada anak-anak pemaaf sepertimu. Aamiin ya Robbal alamiin…

Tidak ada komentar: