Kamis, 21 Februari 2013

7 RESEP KEUTUHAN CINTA HABIBIE DAN AINUN

Setelah sekian lama menyimak kisah perjalanan B.J. Habibie dan Ainun, saya berkesimpulan bahwa terdapat 7 perekat keduanya sehingga cinta mereka benar-benar fenomenal. Ketujuh perekat tersebut adalah: 1. Masa perkenalan dan masa pacaran Habibie-Ainun hanya berlangsung 3 bulan. Bagi Habibie, hidup itu memang perlu direncanakan dengan matang. Urusan berumah tangga juga demikian. Semakin cepat melabuhkan cinta dalam bahatera pernikahan, semakin banyak waktu yang tidak terbuang dengan percuma. Masa berpacaran hanyalah penuh kesia-siaan. Dan Habibie-Ainun menyadari tentang hal tersebut. Oleh karena itu, begitu hati keduanya sudah saling terpagut, mereka tak menunda waktu lagi untuk selanjutnya melangsungkan pernikahan. 2. Setelah selesai melangsungkan pernikahan, Habibie-Ainun berangkat ke Jerman. Habibie harus menyelesaikan studi doktornya di negara maju tersebut. Jika menuruti kata hati, Ainun mungkin bisa bertahan di Jakarta. Waktu itu karier Ainun memang sedang melejit. Sebagai seorang dokter di rumah sakit kenamaan RS Ciptomangunkusumo, tentu masa depan Ainun sangat menjanjikan. Namun, karier gemilang itu ditinggalkannya demi rasa cintanya pada sang suami. Ke Jerman, bahkan ke mana pun sang suami bertugas, Ainun senantiasa mendampinginya dengan penuh rasa setia. 3. Syahdan, ketika Habibie-Ainun pertama kali menginjakkan kaki di Jerman, gaji Habibie hanya DM 800 atau setara dengan Rp 180.000. Dua per tiga dari pendapatan per bulan tersebut digunakan untuk biaya sewa pavilliun kecil di Kota Aachen. Ainun harus berhemat dengan sisa uang yang tinggal DM 300 tersebut. Ya, dengan sisa uang tersebut, di sebuah kota dengan biaya hidup sangat tinggi, manalah mungkin bisa melanjutkan kelangsungan hidup jika tidak pandai-pandai berhemat. Dalam bentuk perbuatan seperti itulah Habibie-Ainun mensyukuri nikmat yang telah Allah turunkan kepada keduanya. 4. Ketika karier suami melejit, Ainun berusaha mendukungnya dengan penuh perhatian. Demi keberhasilan rumah tangga, mereka pun kemudian berbagi tugas. Sang suami mengkonsentrasikan diri dalam studi doktornya sambil bekerja mencari penghasilan tambahan. Apa pun yang dirasakan halal dikerjakan oleh Habibie demi memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya. Lebih-lebih ketika anak pertama mereka sudah lahir. Sementara Ainun untuk sementara melupakan karier dokternya dan berkonsentrasi pada manajemen keluarganya di rumah. 5. Ainun berusaha agar tidak terlalu banyak bergantung kepada orang lain. Semua hal yang bisa dikerjakan sendiri, ditanganinya tanpa menunggu bantuan suami. Ia belajar dengan tekun bagaimana memanfaatkan waktu seefisein mungkin. Dalam sehari semalam, Ainunlah yang mempersiapkan segala kebutuhan keluarga, mulai dari pengaturan menu sehat untuk keluarga, membersihkan rumah, menjahit pakaian, menyiapkan permainan edukatif untuk buah hati tercinta, hingga memadupadankan pakaian yang harus dikenakan sang suami tercinta. 6. Ada kalanya sang suami terpuruk dalam kekecewaan yang mendalam hingga semangatnya benar-benar jatuh. Dalam kondisi seperti ini Ainun dengan segala upaya berusaha membangkitkan kembali gairah hidup sang suami. Pernah suatu ketika Habibie mendapatkan ide briliant untuk membuat konstruksi pesawat yang kecepatan terbangnya melebihi tujuh kali kecepatan suara. Namun, pada saat bersamaan Habibie mengeluh karena ada perhitungan yang meleset. Ainun pun kemudian meredam kegalauan Habibie dengan mengingatkan adanya kemungkinan kesalahan dalam memasukkan data. Dan hal ini memang kemudian menyadarkan Habibie sehingga semangatnya bangkit kembali. 7. Habibie-Ainun bisa saling menghayati dan mendalami pikiran masing-masing. Keduanya lebih banyak mengungkapkan perasaan tersebut tanpa melalui lisan, melainkan melalui perbuatan. Di saat Habibie sedang menghadapi problema, Ainun dengan penuh pengertian membantu memecahkan persoalan sang suami sesuai dengan kemampuannya. Sebaliknya Habibie, ia senantiasa berusaha untuk meringankan pekerjaan sang istri. Pakar teknologi penerbangan ini tidak segan-segan untuk membersihkan rumah, mencuci piring, bahkan mengganti popok bayi, manakala sang istri sedang sibuk dengan aktivitas rumah tangga lainnya. Itulah ketujuh perekat rumah tangga Habibie-Ainun. Semoga Kita semua bisa mempraktikkannya agar rumah tangga yang akan ataupun yang sedang dibangun ini bisa menghasilkan kebahagiaan tiada tara. aamiin.. Sumber : Dunia Islam

Tidak ada komentar: