Kamis, 02 Agustus 2012

Anakku, Lejitkanlah Keberanianmu

Anakku, saat kita melihat saudara-saudara kita di Palestina yang begitu gigih memperjuangkan agama dan tanah airnya, apa yang terlintas dalam benak kita? Saat kita menyaksikan pemuda dan anak-anak Palestina melancarkan aksi intifadhah dengan melemparkan batu-batu melawan tank yang tak henti-hentinya memuntahkan rudal, apa yang terlintas dalam benak kita? Subhanalloh, alangkah beraninya mereka. Dengan persenjataan seadanya mereka tetap bertekad melakukan jihad fi sabilillah, memperjuangkan agama dan tanah airnya dari cengkeraman zionis Israel. Begitulah cermin seorang muslim sejati Anakku, saat kita menyatakan beriman kepada Alloh maka kita harus berani untuk menjalankan konsekuensi-konsekuensi dari keimanan tersebut. Saat kita menyatakan beriman, maka selanjutnya kita harus istiqomah mempertahankan keimanan tersebut. Dan keistiqomahan tersebut hanya bisa dicapai dengan keberanian, optimisme, serta ketenangan. Anakku, sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam kesulitan “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”.(QS. Al Balad:4). Ujian demi ujian akan senantiasa kita hadapi dalam kehidupan ini. Ujian dan kesulitan tersebut hanya bisa kita dobrak dengan keberanian. Oleh karena itu, lejitkanlah keberanianmu. Atasi dan menangkanlah setiap ujian yang diberikan Alloh untuk menaikkan derajatmu. Jangan pernah berharap cobaan akan berhenti dalam kehidupan ini, karena cobaan akan datang silih berganti untuk menguji keimanan, kesabaran, dan kesyukuran kita kepada Alloh SWT. Anakku, penopang yang amat kokoh untuk menguatkan sikap keberanian dalam diri kita adalah dengan memperkuat keyakinan kita akan hal-hal yang ghaib. Seperti yakin akan pertolongan Alloh SWT. Yakin akan malaikat-malaikat-Nya yang senantiasa membantu orang yang memperjuangkan agama Alloh SWT. Begitu pula yakin akan kehidupan akhirat yang ditentukan oleh amal kita semasa di dunia. Jiwa kita tidak boleh luput untuk selalu berinteraksi dengan Alloh SWT agar senantiasa dikuatkan diri dan jiwa dalam mengarungi kehidupan ini. Lawan dari berani adalah takut. Sesungguhnya boleh-boleh saja kita mempunyai rasa takut, namun rasa takut tersebut tidak boleh sampai melampaui rasa takut kita pada Alloh SWT. Ketakutan tersebut harus bisa diatasi, seperti salah seorang sahabat berikut ini. Si Fulan adalah seorang yang penakut, namun justru Rosululloh mengamanahi si Fulan sebagai pembawa panji pada sebuah peperangan. Demi menunaikan amanah tersebut, si Fulan berusaha mengatasi rasa takutnya dengan cara menggali lubang untuk memendam kakinya ke dalam tanah. Sehingga meski dia merasa takut, dia tidak akan bisa lari meninggalkan medan pertempuran. Dia tetap melaksanakan amanah Nabi SAW, hingga akhirnya ia syahid dalam perang tersebut. Sahabat yang lain bernama Abdulloh bin Harits, saat hendak masuk Islam dia mengajukan dua syarat kepada Rosululloh SAW. Yang pertama dia tidak akan berinfaq, alasannya karena terlalu miskin. Sedang yang kedua, dia tidak akan berjihad, alasannya karena dia terlalu penakut. Mendengar persyaratan Abdulloh bin Harits tersebut, Rosululloh SAW menjawab, “Wahai Abdulloh, bila itu kamu syaratkan lalu dengan apa kamu akan masuk syurga?” Maka Abdulloh menandaskan, “Kalau begitu, ya Rosululloh, aku akan berinfaq dan akan berjuang di jalan Alloh SWT.” Begitulah akhirnya Abdullah bin Harits berada di barisan terdepan di jalan dakwah tanpa rasa takut dan lemah. Anakku, ketakutan itu memang harus disiasati. Jika tidak punya rasa takut, kita akan jadi orang yang cenderung berbuat nekad. Namun jika rasa takut itu menjadi berlebihan hingga mengalahkan rasa takut kita kepada Alloh, itu pun juga tidak bagus dan dapat menjerumuskan kita dalam kesyirikan. Keberanian akan terus ada pada diri kita bila kita senantiasa bersabar. Sabar terhadap peristiwa yang kita alami. Karena kesabaran itu merupakan senjata yang ampuh yang memberikan ketahanan menghadapi tekanan berat sekalipun. Dengan kesabaran kita pun dapat membandingkan kejadian yang dirasakan generasi yang lalu dengan yang sedang kita rasakan. Mereka tentu telah mengalami cobaan yang lebih berat ketimbang yang kita alami saat ini. Dengan kesabaran ini kita dapat bertahan dan terus maju melangkah di atas jalan Islam dengan gagah berani. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosululloh saat menasihati Khabbab bin Al Arts yang berkeluh kesah atas beratnya penderitaan yang dialaminya, beliau mengingatkan Khabbab akan perjuangan para Nabi dan orang-orang shaleh terdahulu yang jauh lebih berat tapi mereka tetap berani dan tabah. Jadi kita bisa memupuk keberanian dan kesabaran dengan berkata, “Ah… cobaan ini belum seberapa dibanding yang pernah dialami orang-orang sholih terdahulu.“ Satu hal yang bisa melejitkan keberanian kita adalah keyakinan akan balasan Alloh. Keyakinan akan balasan dari Alloh berupa pertolongan baik di dunia maupun di akhirat akan membuat kita melupakan hambatan-hambatan yang mungkin kita lalui dalam hidup ini.“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Fushshilat: 30-32). Saat kita berhasil melejitkan keberanian Anakku, maka kita akan memiliki daya tahan yang besar terhadap rintangan dan hambatan. Seorang sahabat bernama Khubaib bin ‘Ady pernah ditawari Abu Sufyan ketika akan dieksekusi mati. “Wahai Hubaib, bagaimana kalau dirimu digantikan oleh Muhammad yang akan menduduki kursi pesakitan itu.” Khubaib menjawab, “Demi Allah yang diriku dalam genggaman-Nya. Aku tidak akan rela bila Muhammad menggantikan diriku begini. Kalau sekiranya aku tahu bahwa Muhammad sekarang ini tertusuk duri, maka aku tidak bisa tenang dan aku beserta keluargaku akan menggantikannya menderita karena tertusuk duri.” Inilah daya tahan yang kuat, berani menanggung beban risiko sendirian dan tidak ingin melibatkan kesulitan dirinya pada saudaranya. Keberanian haruslah menjadi sikap yang melekat dalam diri setiap muslim. Ia adalah identitas pengemban amanah umat untuk bisa menunaikan tugas-tugas yang diusungnya. Wallahu a’lam bishshawwab.

Tidak ada komentar: