Rabu, 14 Desember 2011

Kekuatan Cinta (2)


Menurut hadist Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Tuhan, maka ia lebih suka berbicara dengan Tuhan, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Tuhan dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Tuhan dari pada perintah yang lain.

Menurut Imam Gazali ada empat tingkat kualitas cinta; (1) cinta diri, semua hal yang berhubungan cinta diukur dengan kesenangan diri sendiri, (2) cinta transaksional, yakni cinta kepada orang lain sepanjang orang yang dicintainya itu membawa keuntungan bagi dirinya, seperti cintanya pedagang kepada pembeli, (3) cinta kepada orang baik meski tak memperoleh keuntungan langsung, seperti cinta orang kepada ulama dan pemimpin, ia sanggup berkorban demi orang baik yang dicintainya. (4) cinta kepada kebaikan, terlepas dari siapa yang memiliki kebaikan itu, bahkan kebaikan yang ada pada musuhnya. Cinta jenis terakhir inilah yang bisa mengantar manusia ke tingkat cinta kepada Tuhan. Bagi sufi Rabi`ah al Adawiah, cintanya kepada Tuhan bahkan sudah tidak memberi ruang di dalam hatinya untuk membenci, bahkan untuk membenci syaitan.

Karena cinta merupakan motiv atau faktor penggerak tingkah laku, maka kualitas cintanya akan mempengaruhi kualitas perilakunya. Cinta transaksional misalnya hanya mendorong pada perbuatan yang menurut hitungannya memberikan keuntungan. Jika keuntungan tidak terbayangkan maka perasaan cintanya berkurang dan mudah berpindah kepada orang lain yang menjanjikan keuntungan. Sedangkan cinta kepada tokoh idola dapat menggiring pada sifat cinta buta, yakni kesanggupan membela sampai titik darah penghabisan sang tokoh idola, meski belum tentu tahu substansi yang dibela. Ekpressi cinta ini dapat dilihat pada pengagum Bung Karno yang berikrar dengan kalimat pejah gesang nderek Bung Karno, yakni hidup dan mati ikut Bung Karno. Ikrar seperti ini sebenarnya hanya dibolehkan untuk Tuhan, karena Tuhan pasti benar, sedangkan manusia, meski ia pemimpin besar tetap saja subyektip. Orang Islam diajarkan untuk selalu ikrar inna salati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil `alamin, sesungguhnya salatku, ibadahku, bahkan hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, sekurang-kurangnya lima kali dalam sehari.

Karena cinta bersifat indah, maka orang yang sedang dimabuk cinta hatinya selalu berbunga-bunga, wajahnya berseri-seri, mempersepsi alam (misalnya bulan, gemerincik air, langit biru , bentangan alam dan sebagainya) sebagai dukungan atas cintanya, oleh karena itu ia mengerjakan pekerjaan dengan riang gembira. Sebaliknya orang yang sedang menderita karena cinta, misalnya cintanya ditolak, maka hatinya menjadi gelap, dan semua pemandangan seperti mengejeknya, dan pekerjaan sebagai sesuatu yang menyebalkan. Hanya orang yang kuat kepribadiannya yang justeru dapat melupakan kegetiran cintanya dengan memindahkan konsentrasianya pada pekerjaan..
posted by : Mubarok institute


Tidak ada komentar: