Minggu, 02 Januari 2011

Menghadapi Istri Yang Terlalu Dominan


Seringkali dalam keluarga, sang istri bersikap terlalu dominan. Misalnya sebagai penentu terhadap suatu keputusan, pencari nafkah utama, atau sebagai pendidik utama anak. Sepantasnya, seorang suamilah yang mesti memegang kendali keluarga. Suami tetap sebagai kepala rumah tangga. Tentu saja ada tugas-tugas yang tidak dapat dialihkan begitu saja pada sang istri. Idealnya, diantara mereka harus ada pembagian tugas dan kewajiban yang disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitasnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan istri terlalu dominan :

Suami
Bisa jadi istri ‘gregetan‘ terhadap sikap suami yang dianggapnya lemah. Mungkin, sikap suami yang demikian karena pola pendidikan yang salah dari orang tuanya. Suami terbiasa dimanja sehingga amat bergantung pada orang lain.

Watak Istri
Istri yang berwatak dominan, keras, dan mau menang sendiri makin menjadi-jadi jika suami tak mampu mengimbanginya. Misalnya, bila suami justru bersikap lemah, mengalah, dan menyerahkan segala sesuatunya pada sang istri.

Dampak Pada Anak
Sikap istri yang dominan, akan berdampak terhadap perkembangan sang anak. Anak akan tumbuh menjadi seorang yang tergantung. Tidak dapat lepas dari ibunya yang selalu membantunya dalam segala hal. Semua tindakan itu tanpa disadari akan mencetak anak menjadi seorang yang tidak mandiri alias serba tergantung dengan orang lain.
Dampak yang lain, anak akan lebih mengidolakan sang ibu yang dianggapnya serba bisa dan cenderung meremehkan sang ayah. Bila mengalami kesulitan, ia akan minta bantuan ibu, bukan ayah. Akibatnya, wibawa ayah tak lagi berarti di mata anak.
Tak jarang, keadaan ini baru ketahuan bila sudah memasuki gerbang perkawinan. Saat pacaran, ‘ kelemahan’ ini tidak begitu terlihat. Karena biasanya kepedulian, toleransi dan tenggang rasa masih besar. Tapi begitu menikah, terbukalah semua itu. Bagaimana bila semua itu sudah terlanjur?
Berikut Tips untuk mengatasinya :

Bila sikap dominan istri karena suami ‘lemah‘ :
*. Hindari melayani suami terus menerus. Jangan membiasakan, sehingga membuat suami terlena.
*. Berikan kesempatan pada suami untuk mengambil keputusan.
*. Ajaklah suami berbicara. Alihkan perlahan-lahan permasalahan keluarga yang seharusnya merupakan porsi suami.
*. Dukunglah suami untuk mulai berpikir bijaksana, sehingga rasa percaya diri dan harga dirinya mulai tumbuh. Ini penting untuk perkembangan selanjutnya.
*. Bila sikap dominan istri karena watak :
*. Ajaklah istri berkomunikasi. Bisa jadi, istri tidak menyadari ‘kelebihannya‘. Jangan merasa malu atau gengsi karena bila tidak segera diatasi, akan semakin berlarut-larut dan sangat merugikan wibawa atau harga diri suami.
*. Ambil alih secara perlahan-lahan apa yang seharusnya dilakukan suami, apalagi yang menyangkut kebijakan keluarga.
*. Tetap hargai apa yang telah diperbuat istri. Namun, berikanlah pengertian padanya bahwa suami mempunyai tanggung jawab yang besar dibanding istri. Tentu saja ini harus diimbangi kemampuan dan pola pikir yang bijaksana.

Tidak ada komentar: