Jumat, 27 November 2015
Memperbaiki Semampu Yang Kita Bisa
TINGGI batang tebu bisa tinggal sedengkul dalam seabad mendatang, tetapi bisa pula sebaliknya biji kedelai menjadi sebesar bawang – keduanya dimungkinkan. Yang jarang kita sadari adalah bahwa kita sebenarnya ikut berperan dalam mengarahkannya, apakah bumi akan semakin rusak atau kita ikut memperbaikinya. Bila kita diam saja, maka yang merusak akan menang dan itulah yang sedang terjadi – tinggi batang tebu akan tinggal sedengkul – dan bukti visualnya kini dapat kita saksikan bersama.
Perhatikan dua foto (di atas dan di tengah). Yang diatas adalah foto kondisi tebu yang sedang dipanen di jaman ini. Perhatikan tingginya dibandingkan dengan tinggi orang-orang yang memanennya, dapat kita saksikan bahwa tinggi batang tebu tersebut hanya sedikit diatas tinggi orang yang memanennya.
Tinggi Batang Tebu Dulu dan Kini
Lantas perhatikan pada foto hitam putih yang di bawahnya, itu adalah foto orang memanen tebu di jaman Belanda kurang lebih seabad yang lalu. Perhatikan tinggi tebu dibandingkan dengan orang-orang yang memanennya. Kita bisa menyaksikan bahwa tinggi batang tebu tersebut kurang lebih mencapai empat kali tinggi orang yang memanennya.
Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga batang tebupun bertambah pendek menjadi kurang dari sepertiganya dalam tempo yang kurang lebih hanya seabad terakhir? Tentu banyak penyebabnya, tetapi yang jelas adalah kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia sehingga bumipun enggan memberikan hasil terbaiknya. Selisih antara tinggi tebu seabad lalu dengan tinggi tebu sekarang tersebut adalah cerminan tingkat kerusakan yang terjadi di bumi ini selama seabad terakhir.
Bahwasanya batang tebu terus bertambah pendek, itu pasti karena yang berbuat kerusakan lebih banyak atau lebih dominan dari yang berbuat perbaikan. Artinya bila kita diam saja – apalagi apabila ikut-ikutan berbuat kerusakan – maka batang tebu akan terus bertambah pendek dan bisa jadi dalam seabad yang akan datang tinggal sepertiga dari tinggi batang tebu sekarang atau tinggal sekitar sedengkul saja.
Kita tentu tidak rela ini dialami oleh cucu-cicit kita kelak, kita ingin mereka hidup bahkan lebih baik dari yang kita hadapi sekarang. Kita ingin mereka hidup dalam kehidupan yang berkeadilan, sehingga saat itu biji gandum-pun bisa sebesar bawang seperti dalam riwayat berikut:
Diriwayatkan dari Auf bin Abi Quhdam, dia berkata: “Dijumpai di jaman Ziyad atau Ibnu Ziyad suatu lubang yang didalamnya ada biji gandum sebesar bawang. Padanya tertulis ‘ini tumbuh di jaman yang adil.‘” (Musnad Ahmad no 7936 dan tafsir Ibnu Katsir 3/436).
Sepintas ini tidak masuk di akal kita bahwa biji gandum bisa membesar sebesar bawang, tetapi ini sesungguhnya sangat bisa dijelaskan. Pertama dengan bukti visual tersebut di atas, batang tebu bisa terus memendek ketika manusia terus berbuat kerusakan di muka bumi ini. Maka yang sebaliknya pasti juga bisa terjadi, yaitu batang tebu bisa terus bertambah panjang ketika manusianya terus berbuat perbaikan. Hal ini bukan mimpi, karena team dari perkebunan tebu kami di Blitar-pun sedang bekerja keras untuk bisa menghasilkan batang tebu yang semakin panjang kembali.
Kedua yang mirip dengan upaya untuk ‘menjadikan biji gandum sebesar bawang’ tersebut adalah upaya team kami yang lain yang sedang bekerja menyiapkan benih kedelai. Bila insyaAllah pembibitan kedelai kami bisa panen dalam beberapa bulan mendatang, maka hasilnya ingin kami perlakukan mendekati hadits berikut:
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, beliau bersabda, “Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan:”Hujanilah kebun si Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kamu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini.” (HR. Muslim)
Perhatikan secara khusus kalimat terakhir dari hadits panjang tersebut “…dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini”. Ini adalah indikasi bahwa idealnya sepertiga hasil panenan untuk ditanam kembali alias menjadi bibit – dan ini pasti tidak bisa dilakukan bila tanaman tersebut sudah dirusak gen-nya seperti yang kita kenal dalam tanaman GMO (Genetically Modified Organism). Bagi yang bergerak di dunia pembibitan, ini adalah petunjuk yang luar biasa untuk pemuliaan tanaman.
Bayangkan bila Anda panen, kemudian dipilihi sepertiga terbaik untuk bibit penanaman berikutnya – maka hasilnya adalah 1/3 dari biji-biji terbaik, paling besar, paling mentes dlsb. Ketika biji-biji terbaik ini ditanam, maka insyaAllah panenan berikutnya hasilnya akan lebih baik dari yang sebelumnya – bila kondisi lainnya tetap – ceteris paribus.
Bila ini terus dilakukan dari satu panen ke panenan berikutnya, maka biji-bijian hasil panenan akan terus membesar (dan membaik) dari waktu ke waktu. Maka bila alamnya tidak dirusak oleh hal lain, bahkan juga diperbaiki dengan mengembalikan kondisi kesuburan alaminya – bukanlah hal yang mustahil, bila suatu saat nanti biji kedelai kita menjadi sebesar biji kacang tanah !
Mungkinkah itu terjadi? Mungkin saja bila Allah menghendaki. Lantas kapan akan terjadi? Wa Allahu A’lam. Jangankan kita orang awam yang penuh dengan kelemahan, para Rasul-pun oleh Allah hanya ditugasi untuk melakukan perbaikan semampu mereka melakukannya.
Ketika penduduk Madyan ngeyel terhadap seruan Nabi Syuaib Alaihi Salam untuk tidak menyekutukan Allah, tidak curang dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi, Nabi Syuaib antara lain berucap: “…Aku hanya ingin memperbaiki sesuai kemampuanku…” (QS 11:88).
Kisah Nabi Syuaib tersebut juga bisa menginspirasi orang awam yang ingin berbuat perbaikan-perbaikan di muka bumi, di bidang apa kita semua bisa melakukan perbaikan ini? Yang pertama tentu saja adalah memperbaiki keimanan kita dan tidak menyekutukanNya, kemudian mentaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya – dengan demikian pasti kita tidak akan berbuat curang dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi.
Lantas apa hubungannya keimanan dan ketakwaan ini dengan tinggi rendahnya pohon tebu, besar kecilnya butir gandum atau besar kecilnya biji kedelai? Bila penduduk negeri beriman dan bertakwa, Allah menjanjikan keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96). Jika kita sungguh-sungguh menjalankan petunjukNya, makanan akan datang dari atas kita dan dari bawah kaki kita (QS 5:66).
Maka demikianlah yang seharusnya kita lakukan, jangan kita diam karena berarti yang berbuat kerusakan akan menang. Apalagi jangan sampai malah kita ikut-ikutan berbuat kerusakan di muka bumi. Saatnya kita mulai ikut melakukan perbaikan-perbaikan apa saja yang kita mampu untuk melakukannya, insyaAllah kita bisa!*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar
Rep: Admin Hidcom
Read More..
Ketika Si Penyembah Api Dapat Hidayah dan Berkah
Pada masa Malik bin Dinar, hidup seorang pemuda. Dahulu pemuda tersebut, seorang penyembah api. Namun setelah ia mendapat hidayah untuk masuk Islam, ia pun mengajak seluruh anak dan istrinya untuk ikut masuk Islam.
Suatu hari, usai mengikuti sebuah majelis yang dipimpin Malik bin Dinar di Kota Bashrah, ia pulang ke rumahnya yang berupa puing tua. Meski kehidupannya sangat miskin, ia bertekad tak akan menjual agama Islam yang telah dipeluknya demi harta.
“Pergilah ke pasar, carilah pekerjaan. Belilah makanan secukupnya untuk kita makan,” kata istrinya, sewaktu pagi.
“Baiklah,” kata pemuda itu.
Kemudian, ia bergegas pergi ke pasar, berharap mendapat sebuah pekerjaan yang halal. Namun, hari itu tidak ada seorang pun yang memberinya pekerjaan.
“Lebih baik aku bekerja untuk Allah saja,” kata pemuda tersebut, dalam hati.Ia pun pergi ke sebuah masjid. ia terus shalat hingga malam tiba. Lalu pulang dengan tangan hampa.
“Kamu tak membawa sesuatu?” tanya istrinya.“Hari ini, aku bekerja untuk Raja. Dia belum memberinya hari ini. Semoga saja esok diberi,” jawabnya.
Mereka melewatkan malam dengan rasa lapar. Hari berikutnya, ia belum juga mendapatkan pekerjaan, dan kembali pulang dengan tangan hampa. Hingga pada hari Jum’at, ia kembali ke pasar.
Namun, sayangnya ia belum jua mendapat pekerjaan. Ia pun pergi ke masjid. Setelah shalat dua rakaat, ia mencurahkan isi hatinya kepada Allah.
“Tuhanku! Pemukaku! Junjunganku! Engkau telah memuliakanku dengan Islam. Kau berikan aku keagungan Islam dam petunjuk terbaik. Atas nama kemuliaan agama yang telah kau berikan padaku dan dengan kemuliaan hari Jum’at yang agung, aku mohon tenangkan hatiku, karena sulitnya mencari nafkah untuk keluargaku. Berikanlah aku rizki yang tak terhingga. Demi Allah! aku malu kepada keluargaku. Aku takut berubah pikiran mereka tentang Islam,” pintanya.
Di saat yang sama, ketika pemuda itu shalat Jum’at. Saat anak istrinya tengah kelaparan. Pintu rumahnya diketuk seseorang. Rupanya, datang seorang lelaki yang membawa nampan emas yang ditutup dengan sapu tangan bersulam emas.
“Ambil nampan ini. katakan kepada suamimu. Ini upah kerjanya selama dua hari. Akan kutambah bila ia rajin bekerja. Apalagi pada hari Jum’at seperti ini. amal yang sedikit, pada hari ini di sisi Raja Yang Maha Perkasa artinya sangat besar sekali,” ucap sang lelaki tersebut.
Nampan tadi, tak disangka berisi 1000 dinar. Ia pungut 1 dinar untuk ditukarkan di tempat penukaran uang. Pemilik penukaran uang yang seorang Nasrani mengatakan uang tersebut bukan dinar biasa. Sebab, beratnya dua kali lipat dari dinar biasa.
“Dari mana kau dapatkan ini?” tanya Nasrani tersebut.
Setelah diceritakan kisah yang telah ia alami tadi, 1 dinar tadi ditukar dengan 100 dirham.Sementara itu, sepulang dari masjid, sang suami kembali dengan tangan hampa. Namun, di tengah jalan ia membawa beberapa jumput pasir dan dimasukkannya ke dalam sapu tangan.
“Bila nanti ditanya, kujawab saja isinya tepung,” gumamnya dalam hati.
Ketika masuk rumah, tercium bau makanan. Sambil keheranan, ia bertanya kepada istrinya, gerangan apa yang terjadi, bungkusan pasir ia taruh di samping pintu.Setelah diceritakan semuanya, sontak ia langsung sujud syukur kepada Allah.
“Apa yang kau bawa tadi?” tanya istrinya. Rupanya istrinya tahu, sang suami tadi membawa sesuatu.
“Ah, jangan kau tanyakan itu,” jawabnya.
Karena penasaran, bungkusan pasir diambil oleh istri. Namun apa yang terjadi, ternyata pasir tadi telah berubah menjadi tepung.
Kembali ia dan istrinya, bersujud kepada Allah. Atas keajaiban dan rizki yang telah diberikan. (Ajie Najmuddin)
Read More..
Keajaiban La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim
Kejadian ini adalah kisah nyata yang pernah aku alami. Waktu itu aku bekerja sebagai penjaga apotek obat tradisional. Tempat kerjaku merupakan tempat tinggalku juga karena bosku memberi fasilitas tempat tinggal di dalam. Bosku membutuhkan karyawan karena karyawannya yang lama akan mengundurkan diri. Aku ditraining oleh karyawan yang lama itu selama seminggu. Selama masa training, kami bekerja bergantian. Kadang aku bekerja antara pukul 07.00 - 15.00, kadang juga aku dapat giliran jaga apotek dari pukul 14.00 - 22.00.
Aku menjalani masa training dengan baik. Hingga akhirnya si karyawan lama sudah tidak bekerja lagi, dan aku bekerja dengan teman kerja baru yang tinggal di luar (karena teman baru tersebut sudah berkeluarga). Pekerjaanku sebagai penjaga apotek hanyalah melayani orang yang hendak membeli obat kemudian uang hasil penjualan disimpan di laci, dan aku mencatat barang yang terjual beserta harganya. Jika malam hari, aku menyetorkan uang hasil penjualan ke bosku. Selama aku menjaga apotek, alhamdulillah jarang sekali ada uang lebih. Kata temanku, aku orangnya teliti. Namun inilah yang menjadi sumber permasalahan.
Bosku mulai curiga. Dahulu waktu apoteknya masih dijaga oleh karyawan lama yang sudah mengundurkan diri itu, uang penjualan sering lebih. Namun begitu aku yang menjaga, uang penjualan pas. Aku menceritakan masalah ini kepada ibuku. Ibu selalu pesan untuk selalu bersabar. Jangan pernah takut jika kita tidak melakukan kesalahan. Dan satu lagi pesan ibu, sering2lah mengucapkan la haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim, entah secara lisan atau di hati.
Aku pun melaksanakan apa yang disarankan oleh ibu. Tanpa sepengetahuanku, bosku memanggil kembali karyawan lama yang sudah mengundurkan diri itu. Aku tidak tahu rencana apa yang disusun bosku. Hingga akhirnya, bosku memanggilku dan menyuruh aku untuk berwudhu. Aku pun mengikuti kemauannya. Aku berwudhu dan menemui bosku. Masya Allah. . . Ternyata bosku menyuruhku untuk melakukan sumpah di atas Al Qur'an. Dia ingin aku bersumpah untuk membuktikan kejujuranku dalam menjaga tokonya. Allahu Akbar. Rasanya waktu itu aku ingin menangis, menjerit.
Apakah dia berprasangka kalau jilbab yang aku kenakan hanya untuk kedok saja? Ya sudahlah, karena aku merasa berada di jalan yang benar dan tidak melakukan kecurangan apapun selama bekerja, aku mau disumpah dengan Al Qur'an. Bosku bilang, kalau aku berbohong, maka selama 3 hari ke depan akan terjadi musibah denganku. Namun jika aku jujur, semua akan baik-baik saja. Selama 3 hari, alhamdulillah tidak terjadi sesuatu apapun denganku. Lha emang aku tidak bohong kok. Allah Maha Tahu. Allah tidak pernah tidur. Walaupun sewaktu kerja kita tidak mendapatkan pengawasan langsung dari bos, namun ada Allah yang selalu mengawasi gerak gerik kita setiap saat.
Akhirnya bosku memberhentikan aku dengan alasan kurang cocok dengan aku. Aku sie alhamdulillah saja. Aku terima keputusan dia dengan hati lapang dan ikhlas. Sewaktu aku mengemasi barang-barang, ada telepon masuk. Dan subhanallah, , , ada panggilan kerja dari perusahaan yang selama ini aku tunggu-tunggu.
Betapa pemurahnya Allah terhadapku. Aku yang baru saja diberhentikan dari pekerjaan alhamdulillah bisa kembali mendapatkan pekerjaan yang kini benar-benar merubah jalan hidupku.
La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim (Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung).
Read More..
Jeritan Wanita Barat dan Kekagumannya Kepada Wanita Muslimah…
Joana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon .
Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.
Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk
“Kepada Saudariku Para Muslimah”;.
Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingi mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.
Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagiaan yang tetap terpancar dari wajah kalian.
Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral.
Perangkap Setan
Mereka membombardir kami, rakyat Amerika dari Hollywood dan bukan dari jet-jet tempur atau tank-tank buatan Amerika.
Mereka juga ingin membombardir kalian dengan cara yang sama, setelah mereka menghancurkan infrastruktur negara kalian. Aku tidak ingin ini terjadi pada kalian. Kalian akan direndahkan seperti yang kami alami. Kalian dapat menghinda dari bombardir semacam itu jika kalian mau mendengarkan sebagian dari kami yang telah menjadi korban serius dari pengaruh jahat mereka.
Apa yang kalian lihat dan keluar dari Hollywood adalah sebuah paket kebohongan dan penyimpangan realitas.
Hollywood menampilkan seks bebas sebagai sebuah bentuk rekreasi yang tidak berbahaya karena tujuan mereka sebenarnya adalah menghancurkan nilai-nilai moral di masyarakat melalui program-program beracun mereka. Aku mohon kalian untuk tidak minum racun mereka.
Karena begitu kalian mengkonsumsi racun-racun itu, tidak ada obat penawarnya. Kalian mungkin bisa sembuh sebagian, tapi kalian tidak akan pernah menjadi orang yang sama. Jadi, lebih baik kalian menghindarinya sama sekali daripada nanti harus menyembuhkan kerusakan yang diakibatkan oleh racun-racun itu.
Mereka akan menggoda kalian dengan film dan video-video musik yang merangsang, memberi gambaran palsu bahwa kaum perempuan di AS senang, puas dan bangga berpakaian seperti pelacur serta nyaman hidup tanpa keluarga.
Percayalah, sebagian besar dari kami tidak bahagia.
Jutaan kaum perempuan Barat bergantung pada obat-obatan anti-depresi, membenci pekerjaan mereka dan menangis sepanjang malam karena perilaku kaum lelaki yang mengungkapkan cinta, tapi kemudian dengan rakus memanfaatkan mereka lalu pergi begitu saja.
Orang-orang seperti di Hollywood hanya ingin menghancurkan keluarga dan
meyakinkan kaum perempuan agar mau tidak punya banyak anak.
Mereka mempengaruhi dengan cara menampilkan perkawinan sebagai bentuk perbudakan, menjadi seorang ibu adalah sebuah kutukan, menjalani kehidupan yang fitri dan sederhana adalah sesuatu yang usang. Orang-orang seperti itu menginginkan kalian merendahkan diri kalian sendiri dan kehilangan imam. Ibarat ular yang menggoda Adam dan Hawa agar memakan buah terlarang. Mereka tidak menggigit tapi mempengaruhi pikiran kalian.
Aku melihat para Muslimah seperti batu permata yang berharga, emas murni dan mutiara yang tak ternilai harganya. Alkitab juga sebenarnya mengajarkan agar kaum perempuan menjaga kesuciannya, tapi banyak kaum perempuan di Barat yang telah tertipu.
Model pakaian yang dibuat para perancang Barat dibuat untuk mencoba meyakinkan kalian bahwa asset kalian yang paling berharga adalah seksualitas. Tapi gaun dan kerudung yang dikenakan para perempuan Muslim lebih “seksi” daripada model pakaian Barat, karena busana itu menyelubungi kalian sehingga terlihat seperti sebuah “misteri” dan menunjukkan harga diri serta kepercayaan diri para muslimah.
Seksualiatas seorang perempuan harus dijaga dari mata orang-orang yang tidak layak, karena hal itu hanya akan diberikan pada laki-laki yang mencintai dan menghormati perempuan, dan cukup pantas untuk menikah dengan kalian. Dan karena lelaki di kalangan Muslim adalah lelaki yang bersikap jantan, mereka berhak mendapatkan yang terbaik dari kaum perempuannya.
Tidak seperti lelaki kami di Barat, mereka tidak kenal nilai sebuah mutiara yang berharga, mereka lebih memilih kilau berlian imitasi sebagai gantinya dan pada akhirnya bertujuan untuk membuangnya juga.
Modal yang paling berharga dari para muslimah adalah kecantikan batin kalian, keluguan dan segala sesuatu yang membentuk diri kalian. Tapi saya perhatikan banyak juga muslimah yang mencoba mendobrak batas dan berusaha menjadi seperti kaum perempuan di Barat, meski mereka mengenakan kerudung.
Mengapa kalian ingin meniru perempuan-perempuan yang telah menyesal atau akan menyesal, yang telah kehilangan hal-hal paling berharga dalam hidupnya? Tidak ada kompensasi atas kehilangan itu. Perempuan-perempuan Muslim adalah berlian tanpa cacat. Jangan biarkan hal demikian menipu kalian, untuk menjadi berlian imitasi. Karena semua yang kalian lihat di majalah mode dan televisi Barat adalah dusta, perangkap setan, emas palsu.
Kami Butuh Kalian, Wahai Para Muslimah !
Aku akan memberitahukan sebuah rahasia kecil, sekiranya kalian masih penasaran; bahwa seks sebelum menikah sama sekali tidak ada hebatnya.
Kami menyerahkan tubuh kami pada orang kami cintai, percaya bahwa itu adalah cara untuk membuat orang itu mencintai kami dan akan menikah dengan kami, seperti yang sering kalian lihat di televisi
. Tapi sesungguhnya hal itu sangat tidak menyenangkan, karena tidak ada jaminan akan adanya perkawinan atau orang itu akan selalu bersama kita.
Itu adalah sebuah Ironi! Sampah dan hanya akan membuat kita menyesal.
Karena hanya perempuan yang mampu memahami hati perempuan. Sesungguhnya perempuan dimana saja sama, tidak peduli apa latar belakang ras, kebangsaan atau agamanya.
Perasaan seorang perempuan dimana-mana sama. Ingin memiliki sebuah keluarga dan memberikan kenyamanan serta kekuatan pada orang-orang yang mereka cintai.
Tapi kami, perempuan Amerika, sudah tertipu dan percaya bahwa kebahagiaan itu ketika kami memiliki karir dalam pekerjaan, memiliki rumah sendiri dan hidup sendirian, bebas bercinta dengan siapa saja yang disukai.
Sejatinya, itu bukanlah kebebasan, bukan cinta. Hanya dalam sebuah ikatan perkawinan yang bahagialah, hati dan tubuh seorang perempuan merasa aman untuk mencintai.
Dosa tidak akan memberikan kenikmatan, tapi akan selalu menipu kalian. Meski saya sudah memulihkan kehormatan saya, tetap tidak tergantikan seperti kehormatan saya semula.
Kami, perempuan di Barat telah dicuci otak dan masuk dalam pemikiran bahwa kalian, perempuan Muslim adalah kaum perempuan yang tertindas. Padahal kamilah yang benar-benar tertindas, menjadi budak mode yang merendahkan diri kami, terlalu resah dengan berat badan kami, mengemis cinta dari orang-orang yang tidak bersikap dewasa.
Jauh di dalam lubuk hati kami, kami sadar telah tertipu dan diam-diam kami mengagumi para perempuan Muslim meski sebagian dari kami tidak mau mengakuinya. Tolong, jangan memandang rendah kami atau berpikir bahwa kami menyukai semua itu. Karena hal itu tidak sepenuhnya kesalahan kami.
Sebagian besar anak-anak di Barat, hidup tanpa orang tua atau hanya satu punya orang tua saja ketika mereka masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang.
Keuarga-keluarga di Barat banyak yang hancur dan kalian tahu siapa dibalik semua kehancuran ini. Oleh sebab itu, jangan sampai tertipu saudari muslimahku, jangan biarkan budaya semacam itu mempengaruhi kalian.
Tetaplah menjaga kesucian dan kemurnian. Kami kaum perempuan Kristiani perlu melihat bagaimana kehidupan seorang perempuan seharusnya. Kami membutuhkan kalian, para Muslimah, sebagai contoh bagi kehidupan kami, karena kami telah tersesat. Berpegang teguhlah pada kemurnian kalian sebagai Muslimah dan berhati-hatilah !.
Read More..
Kamis, 30 April 2015
Ulat dan Pohon Mangga
Suatu kali, seekor ulat tampak kelaparan. Di depannya, tampak pohon mangga yang sedang menghijau dengan dedaunan segar. Ulat yang sedang kelaparan pun menghampiri pohon mangga tersebut, lalu segera memanjat untuk memakan dedaunan itu. “Hei ulat, sedang apa kamu?” tegur pohon mangga.
Ulat, saking laparnya, lupa meminta izin kepada pohon mangga. “Maaf, aku ke sini hanya ingin memakan sedikit dari bagian daunmu. Aku sangat lapar,”
jawab ulat memelas.
“Asal kamu tahu saja ya. Di sini tanahnya tandus. Daun-daun yang ada di batangku ini tidak banyak. Kalau kamu makan di sini, lalu daunku banyak yang mati, bagaimana aku akan hidup kelak?” tolak pohon mangga dengan halus. “Dan, kalau sampai daun-daunku ini habis, maka aku tak akan bisa berbunga . Aku hanya akan jadi pohon tua tanpa bisa berbuah. Pemilik pohon akan menebangku.”
Ulat mengangguk, tanda mengerti kegelisahan pohon mangga. “Baiklah kalau kamu takut. Aku akan pergi, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat lagi. Aku benar-benar lapar dan butuh makan,” jawab ulat dengan nada berat. Terseok-seok, ia pun hendak pergi mencari makanan lain.
Melihat itu, pohon mangga merasa tidak tega. Ia pun akhirnya memanggil ulat kembali. “Wahai ulat, kalau kamu pergi dengan keadaan itu, kamu bisa mati. Aku pun tidak tega. Maka, makanlah daunku. Tapi, pastikan jangan sampai membuat aku mati. Makan seperlumu saja.”
Ulat pun sangat berterima kasih kepada pohon mangga karena ia bisa kembali makan. “Terima kasih, pohon mangga yang baik. Aku tidak akan melupakan jasamu. Aku berdoa, semoga hujan segera turun, sehingga membuat tanah kembali subur dan daunmu lebih lebat lagi,” ucap ulat dengan tulus.
Rupanya, doa si ulat dikabulkan. Tidak beberapa lama, mendung tampak memayungi bumi. Matahari yang tadi sangat terik, pelan-pelan tertutupi awan
yang siap menumpahkan hujan. Angin yang bertiup pun segera membawa hawa sejuk yang diiringi rintik hujan. Pohon mangga bersorak kegirangan. Ia kembali mendapat kesejukan sehingga tanah tandus di sekitarnya kini menyediakan air yang berlimpah untuk membuatnya subur kembali.
Beberapa waktu kemudian, tampak pohon mangga makin menghijau dan rimbun daunnya. Tetapi, hingga beberapa lama, pohon mangga itu rupanya belum berbuah juga.
Suatu kali, ulat yang sudah cukup lama hidup dengan memakan daun pohon mangga, berubah menjadi kepompong. Pada saatnya kemudian, ulat menjadi kupu-kupu indah.
“Wahai pohon mangga temanku yang baik, kali ini tiba giliranku membantumu. Aku akan terbang mencari saripati mangga lain untuk aku bawa kemari. Semoga bisa membuatmu berbuah lebat, seperti keinginanmu.”
Begitulah, mereka saling membantu. Serbuk saripati mangga yang dibawa kupu-kupu setiap kali terbang, menjadikan pohon mangga memiliki buah ranum dan manis. Sang pemilik pohon itu pun makin menyayangi pohon mangga. Ia rutin memberikan pupuk tanaman terbaik. Kini, pohon mangga yang dulu tumbuh seadanya dan bahkan nyaris mati, bisa tumbuh subur berkat kebaikannya membantu sang ulat.
Keindahan saling tolong-menolong, tergambar jelas dalam kisah di atas. Perbuatan baik memang pasti akan mendapat balasan kebaikan.
Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini. Kita memang tidak pernah tahu, tidak pernah mengerti, mengenai timbal balik suatu kebaikan. Tapi, hampir selalu pasti, kebaikan itu akan membawa lebih banyak keberkahan. Kadang, datangnya pun tak kita duga-duga. Kadang di saat kesulitan, tiba-tiba ada saja yang membantu kita. Kadang, apa yang kita sebut sebagai “kebetulan” sebenarnya merupakan “buah” dari kebaikan yang dulu pernah kita lakukan.
Di sinilah, konteks keikhlasan dan ketulusan dalam membantu orang lain akan membawa keberkahan dan kebahagiaan. Mungkin tidak selalu “dibalas” secepat yang kita harapkan. Tetapi saat kita “melupakan”, bisa jadi berbagai kebaikan malah datang tanpa kita harapkan. Itulah Hukum Tuhan yang universal.
Karena itu, terus bawa dan tularkan kebaikan ke mana pun dan di mana pun kita berada. Mari berbagi dengan apa yang kita bisa. Baik tenaga, pikiran, waktu, atau materi. Semua itu akan menjadi “modal” sekaligus “tabungan” yang akan mengantarkan kita pada hidup penuh keberuntungan. Hidup penuh kelimpahan./Andrie Wongso
*sumber: andriewongso.com*
Read More..
Siapa yang Hadir dan Pergi dalam Kehidupan Kita ?
Pernahkah Anda memiliki seseorang yang memasuki kehidupan Anda dalam satu waktu yang ternyata dikemudian hari barulah kita mengerti mengapa seseorang tersebut hadir dalam kehidupan kita.
Ketika merenungkan peristiwa kehidupan, Anda akan menemukan bahwa ternyata orang-orang yang hadir dalam kehidupan anda akan mempunyai arti dan tujuan dikemudian hari walau Anda tidak menyadari pada saat itu.
Kadang-kadang orang itu hadir untuk menjadi teman dalam waktu kesulitan, atau guru ketika Anda membutuhkan bimbingan, atau bahkan menjadi musuh untuk mengajarkan pelajaran.
Allah menempatkan orang-orang dalam kehidupan kita pada waktu tertentu sesuai dengan alasan tertentu, dan menghapus mereka dari kehidupan kita pada waktu tertentu. Pelajaran untuk mengambil dari hal ini adalah bahwa kita harus selalu bersyukur atas kehadiran semua orang dalam kehidupan kita, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan kita peroleh, atau manfaat dari orang itu … bahkan hal buruk sekalipun
Katakanlah “Alhamdulilah” karena setiap orang dikirim dalam kehidupan kita pastinya mempunyai suatu alasan/tujuan tertentu.
Kita hanya harus belajar untuk memahami peran mereka dalam kehidupan kita pada saat-saat kita tumbuh secara intelektual, emosional, sosial, dan bahkan spiritual. Saya yakin jika Anda merenungkan tentang orang-orang yang Anda temui di masa lalu dan sekarang, Pikiran dan semangat Anda bisa terbangun dan memanfaatkannya!
Mari kita lihat beberapa contoh yang saya alami, dan pengalaman dari beberapa orang lain, dan mungkin Anda juga mempunyai pengalaman yang sama.
1. Teman sekamar seorang Hindu
Pada satu titik dalam hidup saya, saya membutuhkan tempat untuk tinggal, dan seorang teman yang adalah seorang Hindu dari India, menawarkan agar saya tinggal bersama dengan mereka, sampai saya bisa mendapatkan tempat sendiri.
Selama saya tinggal dengan mereka, saya selalu mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang mereka lakukan dalam hal keyakinan mereka, dan suatu hari mereka bertanya apa yang saya yakini
Saya menjelaskan bahwa saya tidak memiliki agama, tetapi saya menjelaskan apa yang saya yakini, dan orang itu mengatakan kepada saya bahwa saya adalah seorang Muslim. Subhanallah. Aku belum pernah mendengar tentang Islam, atau Muslim sebelum memiliki teman sekamar ini.
Percakapan ini membawa saya penasaran dan ingin bertemu dengan beberapa Muslim dan akhirnya belajar lebih banyak tentang Islam, dan akhirnya saya mengambil dua kalimat syahadat …. jadi, alhamdulilah bahwa orang hindu ini memasuki hidupku untuk akhirnya saya memeluk Islam!
Ini benar-benar menunjukkan bahwa Anda tidak pernah bisa tahu siapa atau bagaimana seseorang dapat menyebabkan diri anda menjadi Muslim.
2. Pasangan Hidup
Ada lagi seorang wanita yang bernama Katherine, ia telah menikah dengan pria Muslim sementara ia masih beragama Kristen.
Beberapa bulan setelah menikah, ia bertemu keluarga suaminya, dan mereka berbicara dengannya tentang Islam. Ini memicu dia untuk belajar lebih banyak tentang hal itu, karena suaminya tidak pernah berbicara kepadanya tentang agama.
Setelah merenungkan tentang Islam, ia kemudian menetapkan diri untuk beralih agama ke Islam dan intens belajar Islam selama 6 bulan. Semakin banyak ia belajar dan menerapkan Islam dalam hidupnya, suaminya menjadi menjauhinya , bahkan lebih jauh, dan suaminya mulai memiliki argumen yang berbeda. Akhirnya dia mulai menyadari bahwa suaminya ternyata bukan seorang Muslim.
Suaminya meminta kepadanya untuk dukungan dalam belajar, tapi akhirnya ia dihadapkan berbeda posisi . Suaminya mendorongnya untuk tidak menerapkan Islam ke dalam hidupnya agar tetap pada tingkat keserasian dengan suaminya. Namun akhirnya mereka berakhir dengan perceraian karena saat ia belajar dari Islam tentang hak-haknya sebagai seorang istri, ia menyadari bahwa suaminya tidak memberikan hak padanya.
Ketika Katherine menikah lagi, ia dibekali dengan pengetahuan tentang perkawinan dalam Islam, dan hak-haknya, dan mengetahui siapa orang yang dapat membantunya untuk mempelajari Islam.
jika bukan karena suaminya , maka Katherine tidak akan pernah belajar tentang Islam
Melihat kembali masa lalunyaKatherine menyadari bahwa suami pertamanya yang masuk ke dalam hidupnya ternyata memperkenalkan Islam kepadanya serta mengungkapkan apakah suaminya ber-islam yang benar, atau tidak, dan apakah suaminya Muslim yang baik atau tidak. Hal itu membuat dia berpengetahuan yang cukup sehingga mengetahui apa yang harus dicari pada calon pasangan barunya.
Dia menikah lagi, dan telah bahagia menikah dengan seorang Muslim dan sudah lebih dari 10 tahun membangun mahligai rumahtangganya. Alhamdulilah kehadiran suami pertama, jika bukan karena dia, dia tidak akan belajar tentang Islam, dan mengakibatkan dia menemukan jodohnya yang terbaik!
Mungkin Anda mendapatkan manfaat dari seseorang dengan mengajarkan mereka sesuatu, , atau bahkan menjadi ujian atau cobaan, Allah memiliki cara untuk menempatkan orang-orang tersebut hadir dalam kehidupan kita, dan menempatkan kita dalam kehidupan orang lain , karena Allah adalah Penguasa dan Perencana terbaik
Bahkan ketika Dia menghapus kehadiran seseorang dari hidup kita, kita harus mengatakan “Alhamdulilah” karena pasti ada alasan yang tidak dapat kita pahami pada saat itu. Kita tidak akan pernah benar-benar tahu pasti apa peran banyak orang bermain dalam hidup kita, tetapi Allah yang tahu. Tidak ada di bumi ini terjadi tanpa kehendak-Nya.
{Katakanlah: “Tidak ada yang akan terjadi pada kita kecuali apa yang Allah telah menetapkan bagi kita: Dia adalah pelindung kita”:. Hanya kepada Allah orang-orang mukmin bertawakal} (09:51) (Nn)
Read More..
Suami Suami Dekil
Tak semua bunga punya keindahan yang sama. Ada bunga yang enak dipandang, enak pula dicium. Harumnya menggiring kita untuk berada lebih dekat. Ada juga bunga yang indah dipandang, tapi tak enak dicium. Keindahannya cuma untuk dari jauh. Lebih tak enak lagi dengan bunga jenis ketiga. Wajahnya suram, baunya…, oh seram!
Pak Budi bersyukur tergolong orang yang bahagia. Selain isteri shalihat, Allah mengaruniainya dengan anak-anak yang taat. Baginya, dua karunia itu sudah merupakan karunia yang teramat besar. Dan itulah inti dari doa seorang muslim. “Ya Allah, karuniakan kami isteri-isteri dan anak-anak yang bisa menjadi penyejuk mata….”
Betapa indahnya hidup ini. Siang malam dikelilingi para pelipur lara. Senyum isteri yang bisa mengubah dunia suram menjadi tenteram. Celoteh dan tingkah polah anak-anak yang membalikkan duka jadi bahagia. Kalau mengingat-ingat itu, lidah Pak Budi selalu tergerak untuk dzikir dan tahmid. “Maha besar Allah dengan segala karunia-Nya yang tak terhingga,” ucap Pak Budi dengan penuh syukur.
Tapi, rasa bahagia Pak Budi pernah juga tergores luka. Sebenarnya, goresan itu kecil buat ukuran umum. Bahkan, nyaris tak terasa. Tapi, buat Pak Budi itu teramat besar. Kalau mengingat itu, Pak Budi jadi malu. Malu sama Allah, isteri, anak, dan dirinya sendiri.
Goresan itu terjadi ketika Pak Budi lupa merubah kebiasaan. Selagi lajang, Budi muda tergolong aktivis yang super sibuk. Aktif di masyarakat, di kampus, dan berbagai organisasi Islam. Pagi pergi, pulang menjelang pagi. Paling cepat, ia pulang jam sebelas malam. Badan letih, pikiran capek, tidur pun jadi pilihan menarik. Jangankan pakai minyak wangi, mandi saja cuma sekali sehari. Itu pun cuma pagi.
Buat suasana aktivis, pemandangan itu memang bisa dianggap biasa. Tapi, gimana kalau yang mengelilingi Pak Budi adalah seorang isteri yang lembut, senang rapi dan cinta bersih. Juga, anak-anak yang butuh teladan. Wah, suasana jadi kurang mesra. Boro-boro tertarik, melihat saja sudah jijik.
Masih segar ingatan Pak Budi ketika pulang malam. Saat itu, ia langsung menghampiri isteri tercintanya. Padahal, bajunya sudah basah kering dengan keringat. Tiba-tiba bau tak sedap menyergap seisi ruangan. Dengan susah payah, isterinya menahan bau yang tak karuan. Bahkan, sempat bersin berkali-kali. Mau bilang khawatir tersinggung. Terus diam, bikin kepala tak karuan. Sayangnya, Pak Budi tak sadar diri.
“Sudah mandi, Mas,” tanya sang isteri tiba-tiba. “Sudah,” jawab Pak Budi spontan. “Kapan?” tanya sang isteri lagi. “Tadi pagi,” jawab Pak Budi ringan.
Pernah juga, dengan tiba-tiba mertua berkunjung. Biasanya, Minggu pagi bisa dimanfaatkan Pak Budi buat tidur lagi. Itu karena malamnya penuh terisi dengan aneka kesibukan: rapat, kunjungan, dan lain-lain. Dengan perasaan tak berdosa, Pak Budi menghampiri tamu kehormatannya dengan mata agak belekan. Rambut ikalnya masih tegak berdiri seperti pemain sepak bola terkenal dari Inggris. “Eh, ada bapak sama ibu. Silakan duduk!” ucap Pak Budi sambil merapikan sarung.
Saat itu, sang isteri cuma bisa bingung. Malu. Mau negur sudah di hadapan. Mau diam bikin perasaan tak karuan. Mungkin isteri Pak Budi cuma bisa kebayang-bayang dengan reaksi ayah ibunya. “Kamu ini. Ngurus suami saja kok tak becus. Gimana kalau ada anak?”
Pak Budi juga tergolong makhluk yang susah rapi. Busana Pak Budi mudah ditebak: kaos, celana katun, dan sandal kulit. Kadang-kadang, cuma sandal jepit. Sebenarnya, Pak Budi punya sepatu. Tapi, itu hanya terpakai saat jadi pengantin. Selebihnya, Pak Budi kembali kepada habitatnya. Apa adanya.
Suatu kali, Pak Budi diajak isteri menghadiri walimahan. Sang isteri minta Pak Budi berdandan. Pak Budi bingung sendiri. Mau pakai baju apa. Pakai batik, nanti mirip birokrat. Pakai jas, bisa dianggap borju. Selain itu, badan bisa terasa panas. Pakai kemeja kurang pas. Pasalnya, hampir-hampir tak pernah Pak Budi memasukkan bajunya kedalam celana panjangnya. Biasanya, sang baju dibiarkan menjuntai melambai-lambai.
Lama Pak Budi merenung di depan lemari. Sekumpulan baju yang nyaris tak pernah tersentuh, hanya bisa terpandang. Sesekali, ia melirik busana seragamnya. Kaos, dan celana katun. Tapi, ia yakin, isterinya pasti tak setuju. Masak ke pesta berbaju ala kadarnya. Jadilah Pak Budi terdiam dalam aneka pilihan.
Selain batik dan kemeja, Pak Budi juga alergi dengan minyak wangi. Terlalu naif buat Pak Budi berminyak wangi. Ia lebih memilih mandi berkali-kali ketimbang harus pakai minyak wangi. Ungkapan penolakan terhadap minyak wangi memang tak bisa tergambar jelas. “Pokoknya, gimana gitu,” ucap Pak Budi suatu kali ke teman dekatnya. “Sepertinya, kok genit amat pake minyak wangi segala. Cengeng,” tambah Pak Budi suatu kali.
Di sisi lain, penampilan Pak Budi kadang bisa menguntungkan. Terutama ketika naik kendaraan umum. Biasanya, copet mengincar mereka-mereka yang tampil necis. Dalam hal ini, Pak Budi diuntungkan. Jangankan mengincar, melirik ke Pak Budi saja, copet-copet sudah pesimis.
Akhirnya, sang isteri tak bisa tahan dalam diam. Suatu hari, isteri Pak Budi berbagi rasa. “Mas ganteng, deh. Apalagi kalau bajunya kemeja, pakai minyak wangi, dan bersisir rapi. Wah, seperti bintang film aja!” ucap sang isteri sambil bercanda. Yang diajak bicara cuma diam. Hanya senyumnya yang mengembang. “Repot, ah!” ucap Pak Budi ringan.
Kesadaran pun muncul ketika pasangan suami isteri itu dikaruniai Allah seorang puteri. Saat puteri Pak Budi pulang dari sekolah TK, Pak Budi mau berangkat keluar. Mereka saling berpapasan. “Lho, Ayah mau kemana?” tanya si anak. “Kerja!” jawab Pak Budi singkat. “Tapi, kok rambutnya masih acak-acakan,” komentar sang anak spontan. “Emangnya kenapa?” tanya sang ayah. “Malu, dong!” protes si kecil tajam. “Malu ama siapa?” tanya Pak Budi lagi. “Ya, sama Rasulullah! Nabi Muhammad itu selalu rapi. Tau!” bentak si kecil enteng.
Kontan saja, ucapan si kecil bikin Pak Budi mikir berkali-kali. Aih, benarkah? Suara hati Pak Budi bertanya dalam. Benarkah Rasulullah yang tak pernah sedetik pun waktu luangnya terlewatkan tanpa pergerakan selalu tampil rapi?
Pak Budi merenung sejenak. Saat itu juga, ia kembali masuk ke rumah. Diambilnya sebuah buku. Buku itu berjudul ‘Akhlak Nabi’. Lambat Pak Budi membuka helai demi helai halaman buku. Dan…. “Benar. Anakku memang benar!” suara Pak Budi perlahan.
Mata Pak Budi masih tertuju pada halaman buku yang berisi sebuah hadits Rasulullah saw. Artinya, “Sesungguhnya, kamu akan bertemu dengan saudara-saudara kamu. Rapikanlah busana kamu. Dan bersihkanlah kendaraanmu. Sesungguhnya Allah swt. tidak suka dengan hamba yang jorok, lagi dekil.”
Sejak itu, Pak Budi berubah perlahan tapi pasti. Ia mulai pakai kemeja. Sesekali dengan minyak wangi. Cuma jas yang masih belum ia terima. Entah kenapa, seleranya belum nyambung dengan busana yang satu ini. Tapi, itulah Pak Budi.
Ah, bahagianya jadi bunga. Enak dipandang, nyaman didekati. Lagian, bagaimana mungkin bisa merubah masyarakat kalau mereka tak mau mendekat. Itu namanya sulap. Bukan sulap, bukan sihir. Orang khilaf, kurang zikir. (nh)
Read More..
Kamis, 26 Maret 2015
Hobby Kok Mencela
Ada sebuah pekerjaan yang sangat mudah dilakukan orang, karena memang hanya bermodal mulut saja. Apa itu? Coba aja sesekali anda melihat atau nonton TV, entah itu acara siaran langsung . seperti nonton sepak bola piala dunia, sinetron, musik, lawak dan lain sebagainya.
Coba lihat komentar ini:
“Loh tuh orang kok kurus amat”
“ Duh kasihan tu perutnya, gendut sekali!”
“ Ya ampun kok tuh orang tinggi amat”
“ Nah ini dia semampai, semeter tidak sampai”
“ Kok rambutnya panjang sekali?”
“ Gila, ni orang mau enaknya sendiri!”
Dan banyak sekali komentar yang kalau dikumpulkan bisa segudang penuh! Mengapa demikian? Ya karena seperti pada alinea pertama di atas, orang mudah sekali memberi komentar, apa lagi di medsos, media social, orang bergitu bebas mencari maki atau menghina orang lain! Dan kalau komen anehnya jarang yang baik, yang muncul dari komentar itu biasanya selalu dari sisi negatifnya, bukan dari sisi posistifnya.
Dan ternyata komentar seperti itu, komenter yang negatif, sudah terjadi berabad-abad yang lalu, lihat aja ketika ada orang bijak sedang berjalan bersama murid-muridnya, dan di tengah perjalanan mereka melihat bangkai seekor kambing, apa yang dikatakan oleh murid-muridnya?
“ Wah bau sekali bangkai kambing itu!”
Jadi yang terlontar pertama kali adalah bau bangkai kambing itu. Tapi apa yang dikatakan oleh orang bijak tersebut pada muridnya?
“ Coba lihat gigi kambing itu, putih!”
Yang dilihat oleh orang bijak bukan baunya, tapi gigi putih kambing itu! Jadi yang dilihat yang baiknya, yang positifnya. Beda sekali dengan murid-muridnya yang menutup hidung dan melontarkan kata “ bau sekali bangkai kambing itu!” Di sini terlihat sekali bedanya, obyeknya sama, bangkai kambing, tapi beda cara melihatnya, beda sudut pandangnya atau beda cara melihatnya! Jadi obyeknya sendiri itu netral, tinggal bagaimana cara melihatnya, bisa positif bisa negatif.
Begitu juga cara pandang atau melihat suatu obyek atau sebuah peristiwa, apapun namanya. Yang pikirannya selalu negatif, apa lagi yang hobinya mencela, melihat yang baik, belum tentu berakhir dengan kebaikan, yang muncul malah celaan, karena yang dicari yang salahnya, bukan yang baiknya. Tapi orang yang berpikir positif melihat sesuatu yang bisa selalu baik, walau mungkin saja kurang tepat, tapi dikemas dengan baik.
Kembali kepada orang yang komentar selalu buruk atau yang hobynya mencela, ya karena di hatinya memang yang ada keburukan, selalu pikirannya buruk sangka, dan paling senang mencari kesalahan orang. Seperti kata Dai terkenal:” keluarnya isi teko tergantung pada isinya, isi teh keluar teh, masa isi teh keluarnya kopi! Atau isinya air putih, masa keluarnya air kotor!” Dan mungkin di sini persoalnnya, betapa mudah mencari kesalahan orang lain, persis seperti kata pepatah” semut di seberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tak nampak!”
Bagi orang yang kerjaannya tukang mencela atau hobynya mencela, tak ada kebaikan sedikitpun pada orang lain! Yang ada hanya kesalahan, demi kesalahan yang di lihatnya! Coba aja lihat komentar di atas, melihat orang kurus, dibilang kekurusan. Melihat orang gemuk, disebut bola bekel! Melihat orang pendek, disebut semampai, semeter tidak sampai alias kependekan, melihat orang tinggi, disebut “tiang listrik!”
Ada aja istilah yang menandai keburukan seseorang, apa lagi kalau melihat pelawak, yang suka sekali menjadikan obyek kekurangan pisik orang lain, yang dijadikan obyek lawakannya, ini pelawak tidak cerdas! Memang orang tertawa, tapi sebenarnya tidak lucu, karena caranya melawak bukan bermain logika, tapi sesungguhnya menghina orang lain!
Kembali kepada orang yang hobinya mencela! Yang namanya mencela itu adalah mencari kekurangan atau kesalahan orang lain atau mencari keburukan orang lain, ya mudah sekali, pepatahnya juga jelas sekali, semut yang begitu kecil di sebarang lautan kelihatan jelas, namun gajah yang dipelupuk mata tidak terlihat! Jadi kesalahan kecil orang lain mudah sekali dilihatnya, tapi kesalahan diri sendiri tak dilihatnya!
Disinilah perlu ada orang lain yang bijak, kalau mencari kesalahan itu mudah, tapi mampukan berkata baik, berkomen yang baik, bicara yang baik-baik saja. Maka yang mulia bersabda: “ Kalau tidak bisa berkata yang baik, diamlah!” Nasehat yang sangat baik untuk pergaulan dalam hidup dan kehidupan ini. Jangan berkata, kalau tidak bisa yang baik atau lebih baik diam daripada berkata-kata yang buruk, kotor, jorok dan lain sebagainya.
Menghina itu mudah, mecari kesalahan itu gampang, mencela itu ringan, tapi mampukah untuk berbuat baik, berkata baik. Bila tak mampu memuji, ya jangan mencela. BIla tak mampu berbuat baik, minimal jangan melakukan keburukan dan seterusnya. Oya, jangan ketukar orang yang hobinya mencela dengan kritik, kalau kritik yang membangung itu bukan kesalahan, tapi kalau kritik niatnya menghancurkan itu baru kesalahan.
Lalu bagaimana solusinya? Ya paling mudah banyak istigfar dan sering-sering mengkoreksi diri, “jangan-jangan kita sama dengan mereka yang suka mencela?” Dan bila melihat orang lain melakukan kesalahan ya diperbaiki, bukan dihina atau dicela, apa lagi hanya dijadikan obyek omongan atau gibah, “waduh doble dosanya, sudah tidak bisa memperbaiki, eh malahan diomongin saja”
Dan hati-hati dalam pergaulan, karena siapa tahu orang yang didepanmu tersenyum manis, tapi dibelakangmu akan mengejek habis-habisan. Atau hati-hati terhadap orang yang menjelek-jelekan orang lain di hadapanmu, karena pada gilirannya orang tersebut akan menjelek-jelekan kamu di depan orang lain, karena memang begitulah hobinya orang yang tukang mencela
Untuk itu mari berdoa kepadaNya, agar terlindung dari perbuatan mencela dan selamat dari perbuatan orang yang hobinya mencela. Kalau tetap terkena celaan, padahal sudah menghindar, ya pakai jurus pamungkas, EGP aja! “ Emangnya Gue Pikirin!”
Oleh: Syaripudin Zuhri
Read More..
Bahagia itu pilihan
Seorang petani dan istrinya bergandeng tangan menyusuri sawah sesudah seharian memacul di sawah mereka dalam lebatnya hujan. Tiba-tiba, lewat sebuah motor di jalan raya di depan mereka. Berkatalah sang suami pada istrinya, “Lihatlah bu, betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu. Meski mereka juga kehujanan tapi mereka bisa cepat sampai rumah, tidak seperti kita yang harus lelah berjalan untukmu sampai ke rumah.”
Sementara itu, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang berboncengan di bawah hujan melihat sebuah mobil pick-up lewat di
depan mereka. Pengendara motor berkata kepada istrinya, “Lihat bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tak perlu
berhujan-hujan seperti kita.” Di dalam pick-up yang dikendarai sepasang suami istri juga terjadi perbincangan ketika sebuah mobil
Mercy lewat.
“Lihatlah bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil bagus itu. Pasti nyaman dikendarai, tidak selalu mogok seperti mobil kita.” Pengendara mobil mewah itu seorang pria kaya dan ketika melihat suami istri di bawah guyuran hujan, pria kaya itu dalam hatinya berkata, “Betapa bahagianya mereka, begitu mesra berjalan di dalam hujan berdua menikmati indahnya alam pedesaan sementara aku dan istriku tak pernah punya waktu untuk berduaan karena masing masing sama-sama sibuk.”
Kebahagiaan tidak akan pernah kita miliki jika kita hanya melihat kebahagiaan orang lain dan selalu membandingkan dengan hidup orang lain. Kebahagiaan bukan semata dilihat dari harta, karena orang yang berharta belum tentu bahagia.
Bersyukurlah selalu atas hidupmu supaya kamu tahu di mana kebahagiaan itu berada. Aku pernah berpikir bahwa setiap manusia pasti ingin memiliki seorang kekasih dalam suka dan duka yang tidak pernah terpisahkan. Sekarang aku memilih amal saleh sebagai kekasihku yang akan menemaniku sampai ke dalam kuburku, kemudian amal sholehku menemaniku menghadap Allah.
Aku pernah berpikir setiap manusia pastilah punya goresan masalah dengan manusia lain, sehingga wajar jika manusia memiliki musuh
masing-masing. Kini aku memilih menjadikan setan sebagai musuh utamaku, maka aku lebih memilih melepaskan kebencian, dendam rasa
sakit hati, dan permusuhanku dengan manusia lain.
Aku pernah selalu kagum dengan manusia cerdas yang berhasil dalam karier atau kehidupan dunianya. Sekarang aku mengganti kriteria
kekagumanku ketika aku menyadari bahwa manusia hebat di mata Allah adalah hamba yang bertaqwa. Manusia yang sanggup taat kepada aturan Allah dalam menjalankan hidup dan kehidupannya.
Dulu aku akan marah dan merasa diriku dijatuhkan ketika orang lain berlaku dzalim padaku. Menggunjingkanku dan menyakiti dengan kalimat - kalimat sindiran yang sengaja menyakitiku. Sekarang aku memilih ada transfer pahala dari mereka untukku jika aku mampu bersabar.
Dan aku memilih tidak lagi harus kuatir karena harga diri manusia hanyalah akan jatuh di mata-Nya ketika dia rela menggadaikan dirinya mengikuti hasutan setan.
Dulu aku yakin dengan hanya kekuatan Al-Quran berkali-kali maka jiwaku tercerahkan. Kini aku memilih untuk mengerti dan memahami makna artinya dengan menggunakan akalku, dengan mengaktifkan qolbuku dan mengamalkannya dalam keseharianku maka pencerahan itu baru bisa aku dapatkan. Ketika aku harus memilih, bantu aku selalu untuk memilih yang benar di mata-Mu.
Read More..
Inilah alasan kenapa harus berhenti makan mie instan
Siapa yang tidak suka makan mie instan? Enak dan praktis. Masalahnya, ada kandungan mie instan yang bisa merusak kesehatan. Berikut beberapa fakta penting yang sebaiknya Anda ketahui tentang makanan populer ini.
1. Kurangi Kemampuan Tubuh Serap Gizi
Jika Anda makan mie instan dan setelahnya menyantap makanan sehat seperti sayur dan buah, maka tubuh tidak akan bisa menyerap semua kandungan gizi dari makanan sehat tersebut. Ini karena mie instan yang Anda konsumsi, mempengaruhi secara negatif proses pencernaan hingga beberapa jam setelah dimakan.
2. Beresiko Memicu Penyakit Kanker
Mie instan biasanya mengandung bahan pengawet, zat anti beku, dan unsur lain yang bersifat karsinogen atau bisa mengakibatkan kanker. Lagipula, mie seduh instan biasanya dikemas dalam “cangkir polistirena” yang mengandung zat pemicu kanker, plasticizer dan dioksin, dan bisa tercampur ke dalam mie begitu diseduh dengan air panas.
3. Kandungan Natrium Berlebihan
Kadar natrium tinggi bisa menyebabkan batu ginjal dan gangguan ginjal lainnya. Kandungan rata-rata natrium pada sebungkus mie instan lebih dari 800 mg. Sementara menurut saran para pakar kesehatan, jumlah asupan maksimum natrium per hari adalah 2400 mg. Jadi seporsi mie instan saja sudah hampir memenuhi setengah dari jumlah asupan natrium yang disarankan.
4. Efek Samping MSG
Mie instan juga kaya penyedap masakan MSG atau monosodium glutamat. Ada yang alergi terhadap MSG, atau juga merasa sakit kepala atau sakit dada setelah menyantap mie instan. Konsumsi MSG juga berkorelasi dengan penyakit lain, termasuk kanker.
5. Mengandung Zat Anti Beku
Mie instan biasanya diimbuhi zat anti beku seperti propylene glycol yang bertujuan untuk mencegah mie menjadi kering. Konsumsi bahan aditif anti beku ini diyakini memicu berbagai resiko kesehatan, termasuk gangguan hati, jantung dan ginjal serta bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Sumber: www.dw.de
Read More..
Selasa, 24 Februari 2015
Utamakan Hal2 yang penting dalam hidupmu
Seorang profesor filsafat berdiri di depan kelas dengan beberapa barang di atas meja di depannya. Saat kelas dimulai, tanpa kata ia mengambil sebuah toples kaca yang besar dan kosong dan mulai mengisinya dengan batu yang berdiameter sekitar 5 cm.
Dia kemudian bertanya kepada mahasiswa apakah toples itu sudah penuh. Mereka sepakat mengatakan sudah penuh.
Sang profesor kemudian mengambil sekotak kerikil dan menuangkan isinya ke dalam toples. Dia mengguncang-guncangkannya dengan pelan. Kerikil-kerikil itu, tentu saja, meluncur ke daerah terbuka di antara bebatuan.
Dia kemudian bertanya kepada para mahasiswa lagi apakah toples itu sudah penuh. Mereka bilang ya.
Profesor mengambil sekotak pasir dan menuangkannya ke dalam toples itu lagi. Tentu saja, pasir mengisi daerah terbuka yang tersisa dari toples tersebut.
Dia kemudian bertanya lagi apakah toples itu sudah penuh. Para mahasiswa menjawab dengan suara bulat “Ya.”
“Sekarang,” kata profesor, “Saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupan kalian. Batu-batu ini adalah hal penting–keluarga Anda, pasangan Anda, kesehatan Anda, anak-anak Anda yakni hal-hal itu saja yang tersisa jika segalanya hilang, hidup Anda akan tetap penuh. Kerikil adalah hal-hal lain yang penting–seperti pekerjaan Anda, rumah Anda, mobil Anda. Pasir adalah segala sesuatu yang lain, hal-hal kecil.”
“Jika Anda menempatkan pasir ke dalam botol yang pertama,” lanjutnya, “tidak ada ruang untuk kerikil atau batu. Hal yang sama berlaku untuk hidup Anda. Jika Anda menghabiskan seluruh waktu dan energi Anda pada hal-hal kecil, Anda tidak akan pernah memiliki ruang untuk hal-hal yang penting bagi Anda.
Perhatikan hal-hal yang sangat penting untuk kebahagiaan Anda. Bermain dengan anak-anak Anda. Ajak pasangan Anda bergurau. Akan selalu ada waktu untuk pergi bekerja, membersihkan rumah, menikmati makan malam bersama, atau memperbaiki saluran air.”
“Aturlah batu yang pertama–hal-hal yang benar-benar penting. Tetapkan prioritas Anda. Sisanya isilah dengan pasir.”*****
Anonimous
Read More..
Ulat dan Pohon Mangga
Suatu kali, seekor ulat tampak kelaparan. Di depannya, tampak pohon mangga yang sedang menghijau dengan dedaunan segar. Ulat yang sedang kelaparan pun menghampiri pohon mangga tersebut, lalu segera memanjat untuk memakan dedaunan itu. “Hei ulat, sedang apa kamu?” tegur pohon mangga.
Ulat, saking laparnya, lupa meminta izin kepada pohon mangga. “Maaf, aku ke sini hanya ingin memakan sedikit dari bagian daunmu. Aku sangat lapar,” jawab ulat memelas.
“Asal kamu tahu saja ya. Di sini tanahnya tandus. Daun-daun yang ada di batangku ini tidak banyak. Kalau kamu makan di sini, lalu daunku banyak yang mati, bagaimana aku akan hidup kelak?” tolak pohon mangga dengan halus. “Dan, kalau sampai daun-daunku ini habis, maka aku tak akan bisa berbunga . Aku hanya akan jadi pohon tua tanpa bisa berbuah. Pemilik pohon akan menebangku.”
Ulat mengangguk, tanda mengerti kegelisahan pohon mangga. “Baiklah kalau kamu takut. Aku akan pergi, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat lagi. Aku benar-benar lapar dan butuh makan,” jawab ulat dengan nada berat. Terseok-seok, ia pun hendak pergi mencari makanan lain.
Melihat itu, pohon mangga merasa tidak tega. Ia pun akhirnya memanggil ulat kembali. “Wahai ulat, kalau kamu pergi dengan keadaan itu, kamu bisa mati. Aku pun tidak tega. Maka, makanlah daunku. Tapi, pastikan jangan sampai membuat aku mati. Makan seperlumu saja.”
Ulat pun sangat berterima kasih kepada pohon mangga karena ia bisa kembali makan. “Terima kasih, pohon mangga yang baik. Aku tidak akan melupakan jasamu. Aku berdoa, semoga hujan segera turun, sehingga membuat tanah kembali subur dan daunmu lebih lebat lagi,” ucap ulat dengan tulus.
Rupanya, doa si ulat dikabulkan. Tidak beberapa lama, mendung tampak memayungi bumi. Matahari yang tadi sangat terik, pelan-pelan tertutupi awan yang siap menumpahkan hujan. Angin yang bertiup pun segera membawa hawa sejuk yang diiringi rintik hujan. Pohon mangga bersorak kegirangan. Ia kembali mendapat kesejukan sehingga tanah tandus di sekitarnya kini menyediakan air yang berlimpah untuk membuatnya subur kembali.
Beberapa waktu kemudian, tampak pohon mangga makin menghijau dan rimbun daunnya. Tetapi, hingga beberapa lama, pohon mangga itu rupanya belum berbuah juga.
Suatu kali, ulat yang sudah cukup lama hidup dengan memakan daun pohon mangga, berubah menjadi kepompong. Pada saatnya kemudian, ulat menjadi kupu-kupu indah.
“Wahai pohon mangga temanku yang baik, kali ini tiba giliranku membantumu. Aku akan terbang mencari saripati mangga lain untuk aku bawa kemari. Semoga bisa membuatmu berbuah lebat, seperti keinginanmu.”
Begitulah, mereka saling membantu. Serbuk saripati mangga yang dibawa kupu-kupu setiap kali terbang, menjadikan pohon mangga memiliki buah ranum dan manis. Sang pemilik pohon itu pun makin menyayangi pohon mangga. Ia rutin memberikan pupuk tanaman terbaik. Kini, pohon mangga yang dulu tumbuh seadanya dan bahkan nyaris mati, bisa tumbuh subur berkat kebaikannya membantu sang ulat.
Keindahan saling tolong-menolong, tergambar jelas dalam kisah di atas. Perbuatan baik memang pasti akan mendapat balasan kebaikan.
Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini. Kita memang tidak pernah tahu, tidak pernah mengerti, mengenai timbal balik suatu kebaikan. Tapi, hampir selalu pasti, kebaikan itu akan membawa lebih banyak keberkahan. Kadang, datangnya pun tak kita duga-duga. Kadang di saat kesulitan, tiba-tiba ada saja yang membantu kita. Kadang, apa yang kita sebut sebagai “kebetulan” sebenarnya merupakan “buah” dari kebaikan yang dulu pernah kita lakukan.
Di sinilah, konteks keikhlasan dan ketulusan dalam membantu orang lain akan membawa keberkahan dan kebahagiaan. Mungkin tidak selalu “dibalas” secepat yang kita harapkan. Tetapi saat kita “melupakan”, bisa jadi berbagai kebaikan malah datang tanpa kita harapkan. Itulah Hukum Tuhan yang universal.
Karena itu, terus bawa dan tularkan kebaikan ke mana pun dan di mana pun kita berada. Mari berbagi dengan apa yang kita bisa. Baik tenaga, pikiran, waktu, atau materi. Semua itu akan menjadi “modal” sekaligus “tabungan” yang akan mengantarkan kita pada hidup penuh keberuntungan. Hidup penuh kelimpahan./Andrie Wongso
Read More..
Tak Sekadar Tak Bercerai
Oleh Tri Asmoro
Ada banyak pelajaran berharga yang saya temukan, sejauh ini, dalam perjalanan hidup sebagai dai dan konsultan keluarga. Berbagai rahasia besar dan kecil yang tak terduga, mengiringi sejumlah kasus yang saya hadapi, menyadarkan saya tentang arti sakinah yang sangat personal. Lengkap dengan sejumlah kejutan yang membuat saya terdiam, kaget, bahagia, terharu, dan merenung.
Dan sakinah, dengan semua kata padanannya, selalu kembali kepada suasana hati yang nyaman, tenang, dan tenteram menjalani peran dan menghadapi berbagai masalah kehidupan berkeluarga dengan iman. Ia tak jauh-jauh dari kata qanaah, ridha, taat, dan sabar sebagai pengiringnya. Hati yang ikhlas dan sabar dengan apapun yang menjadi takdir hidupnya, sehingga semua aktivitasnya diarahkan untuk menggapai keridhaan Allah.
Karena dalam hidup ini, tidak ada capaian yang lebih tinggi daripada keshalihan amal. Inilah aktualisasi ibadah yang sesungguhnya, dan ia menentramkan, dan ia berada dalam ketaatan kepada Allah. Maka sakinah, akan selalu beriringan dengan upaya menjalani ketaatan kepada Allah, dan bekerja keras menjauhi laranganNya. Sebagaimana Imam Hasan al Bashri pernah berkata, “Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih menentramkan hati seorang muslim, melebihi saat dia melihat anak, orangtua, pasangan, atau saudaranya menjadi hamba yang taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”
Sebaliknya, dalam kemaksiatan hanya ada gelisah, resah dan gundah gulana. Perasaan bersalah karena melanggar larangan Allah yang secara personal menimbulkan luka hati dan kecewa. Dan meski ia dibungkus dengan pencapaian materi yang mengagumkan, menuai puja puji dari orang lain, hakikatnya ia tetap menggelisahkan. Kecuali mereka yang bodoh, menghamba nikmat dunia, mati hati, atau gabungan dari ketiganya, hidup dalam maksiat itu sangat-sangat tidak nyaman.
Dari sudut inilah seharusnya kita menilai sebuah keluaga, jika sakinah adalah capaian idealnya. Bahwa pada kulit yang terlihat elok rupawan, seringkali tersimpan luka batin yang mencengangkan. Sebab banyak di antara kita menilai kesuksesan sebuah keluarga dari tidak terjadinya perceraian, jumlah anak-anak yang dilahirkan beserta tingginya jenjang pendidikan, atau melimpahnya pencapaian materi dan tingginya status sosial.
Faktanya, pada banyak fenomena mengagumkan itu terselip hati yang gelisah. Menangis malam-malam dalam pengaduan kepada Allah sebab beratnya beban hidup berkeluarga yang harus ditanggung. Banyak juga di antaranya yang nyaris putus asa sebab tak kuasa lagi berkompromi dengan keadaan yang menyakitkan. Tak kuat lagi berpura-pura memakai topeng kepalsuan atas nama perasaan dan peduli kepada penilaian orang lain. Sedang ‘life is too short to worry about what others think’, hidup terlalu singkat untuk khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain.
Maka saya menemukan seorang ibu dalam pernikahan 28 tahun yang menderita, dalam pernikahan 15 tahun yang tersiksa, bahkan lebih dari 30 tahun yang merana. Kesemuanya dengan balutan capaian dunia yang fantastis. Yang mayoritas kita nyaris tidak percaya bahwa ada luka di dalam istana. Dalam limpahan materi yang sangat-sangat mencukupi, kesenangan dunia yang membuat iri, bahkan ada yang hampir setiap tahun umrah dan rajin datang ke majelis pengajian.
Mereka berkecukupan dan tidak bercerai, jika itu yang ingin kita ketahui. Beberapa terlihat sangat islami dan bahkan menjadi aktivis keislaman.
Namun jujur, mereka tidak bahagia! Menderita oleh banyak faktor yang muaranya adalah ketidaksesuaian antara apa yang terjadi di dalam keluarga dengan apa yang seharusnya dilakukan menurut syariat. Dan ibarat bom waktu, perjalanan kehidupan berkeluarga yang panjang hanyalah mengantarkan mereka kepada batas waktu ledaknya.
Dan saat itu terjadi, rasanya sangat menyakitkan. Saya sangat nelangsa melihat ibu yang menangis karena beban yang sangat berat. Lebih-lebih beban itu sangat personal sebab tidak mudah bagi orang lain untuk mengidentivikasinya.
Bagaimanapun, sakinah adalah istilah syariat. Yang dalam realisasinya tidak bisa kita curangi dengan jalan-jalan yang melanggar syariat itu sendiri.
Melakukan banyak pelanggaran agama namun berharap hidupnya sakinah, adalah hal yang aneh dan membingungkan. Sesuatu yang mustahil adanya namun banyak yang tidak mengerti. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Aku adalah yang terbaik di antara kalian kepada keluargaku.” Adalah sebuah informasi tentang wajibnya meneladani beliau dalam upaya pencapaian keluarga sakinah itu. Dan ini harga mati!
Bahwa pada akhirnya hidup tidak selalu sejalan dengan apa yang kita inginkan, itu kita mengerti. Namun persoalannya adalah bagaimana kita menghadapinya sesuai dengan syariat, mengembalikannya kepada Allah dan Rasul sebagai sebaik-baik jalan dan akibatnya, juga mengikhlaskan diri dalam kesabaran agar semua derita ini tidak sia-sia dan bisa menentramkan jiwa.
Melihat semua masalah dengan jernih, dan jika ada pelanggaran syariat, maka bagaimana bisa bertaubat dan terus berupaya memperbaiki diri.
Maka sakinah bukanlah berkompromi dengan syariat atau pelaku pelanggaran syariat meski dia adalah anggota keluarga. Kecuali ia adalah proses dakwah dan tarbiyah yang seringkali memang membutuhkan waktu. Namun bukan dalam arti mengijinkan, membiarkan, atau bahkan mengembangbiakkannya. Dan dalam hal ini, air mata saja tidak bisa menyelesaikan masalah, jika tidak ada upaya sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan.
Membiarkannya, meremehkannya sambil berharap perubahannya, seringkali hanyalah menunggu bom waktu yang meledak, menghabiskan umur, dan memanen buah yang gagal.
Maka tanyakan pada hati kita, sudah sakinahkah keluarga kita?
Read More..
Kamis, 21 Agustus 2014
Sekali Lagi, Memaafkan
"Baik untuk memaafkan, lebih baik lagi untuk melupakan."
-- Robert Browning, penyair, 1812-1889
ANDA sudah menonton film 'Hotel Rwanda'? Film ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Rwanda, negara di Afrika, tahun 1994, mengenai pembunuhan massal yang dilakukan suku Hutu terhadap suku Tutsi. Peristiwa pembantaian itu sendiri meletus beberapa jam setelah Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, yang berasal dari suku Hutu, tewas dalam penembakan pesawat yang ditumpanginya, pada 6 April 1994.
Don Cheadle berperan sebagai Paul Rusesabagina, manager hotel. Ia mendapat nominasi Award atas aksinya di film ini. Paul, sang manager hotel, berasal dari suku Hutu, kebetulan menikah dengan Tatiana dari suku Tutsi. Mereka memiliki tiga orang anak. Dalam perjuangannya, Paul berhasil menyelamatkan lebih dari seribu nyawa dengan menggunakan hotelnya sebagai tempat sementara pengungsian suku Tutsi. Paul sendiri tak memedulikan bahaya yang harus dihadapinya pada saat genosida berlangsung dinegerinya. Paul memberikan uang suap kepada seorang jenderal dinegerinya untuk memberikan keamanan terhadap hotel yang diurusnya.
Film ini berisi kebencian manusia terhadap manusia lainnya. Bagaimana seorang yang telah dirasuki dendam karena perbedaan suku, melakukan pengkhianatan. Ketika Paul keluar dari hotelnya dan mengendarai mobil, ia kaget ketika mobilnya terhambat di jalan. Ia berpikir pohon yang menghalangi laju kendaraannya. Ternyata mobilnya melindas mayat. Ketika turun, ia melihat ribuan mayat bergelimpangan di jalan.
Tak ada yang indah sedikitpun bila kita bicara soal kebencian. Bila kita menuruti ego, yang ada hanyalah marah dan dendam semata. Sejarah selalu mencatat, dalam perjalanan kehidupan peradaban manusia, bahwa semakin berhasil kita dalam mengendalikan ego, maka semakin kita dapat mengendalikan masa depan kita. Tengoklah negeri Afrika Selatan.
Anda tentu sudah mendengar Nelson Mandela. Karena politik apartheid, Mandela dijatuhi hukuman 27 tahun penjara di Pulau Robben. Ia dibebaskan Februari 1990 dan langsung melakukan proses rekonsiliasi dengan semua lawan politiknya. Sepenggal kisah hidupnya dituangkan ke dalam layar lebar.
Dalam film `Invictus', film drama biografi keluaran 2009, yang disutradarai oleh Clint Eastwood, aktor kawakan Morgan Freeman berperan sebagai Mandela. Sedangkan aktor ganteng Matt Damon berperan sebagai Francois Pienaar, kapten tim rugby Afrika Selatan. Setelah berkuasa penuh, Mandela sebenarnya sanggup untuk membalas sakit hatinya pada lawan-lawan politiknya, tapi itu tidak ia lakukan. Mandela malah menggunakan rugby untuk mempersatukan semua orang di negaranya, baik kulit putih maupun hitam. Pada Piala Dunia Rugby 1995, tim rugby Afrika Selatan, yang dikapteni oleh Francois Pienaar yang berkulit putih, memenangi turnamen. Film ini sendiri berdasarkan kisah dari buku `Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation', karya pengarang John Carlin.
Kita bisa lihat sekarang. Afrika Selatan sukses mengadakan Piala Dunia di negaranya. Warga kulit putih dan hitam bahu membahu mensukseskan acara ini. Kita tak bisa mengesampingkan fakta bahwa Afrika Selatan seperti saat ini berkat kebesaran hati seorang Mandela. Bila Mandela tak memaafkan lawan-lawan politiknya, saat itu, tentu kisah akhir tak akan semanis seperti saat ini.
Mudah sepertinya untuk mengatakan: maafkan dan lupakan saja. Pada kenyataannya, hal itu nampaknya sulit dilakukan. Lantas, bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan seseorang? Pertama, lupakanlah segala kebaikan yang telah Anda lakukan, dan ingatlah hanya kebaikan orang lain. Kita sering mengingat kebaikan diri kita sendiri, tapi lupa akan kebaikan orang lain terhadap kita. Justeru sebaliknyalah yang harus kita lakukan. Lebih sering bila kita mengingat orang-orang yang pernah kita bantu, malah justru membuat kita lebih sakit hati. Sekarang, paradigma berpikir itu harus dibalik.
Lalu, coba pikirkanlah sekali saja, apa untungnya bila kita tidak mau memaafkan. Saat kita membencinya, jangan-jangan ia saat itu tertawa bahagia dengan keluarganya. Dimanapun juga, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Berbagai penelitian membuktikan bahwa dengan memaafkan, membuat seseorang menjadi lebih bahagia.
Bagi umat muslim, sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Inilah momentum yang tepat untuk saling membersihkan diri dari segala kilaf dan dosa. Namun momentum ini dapat digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk saling memaafkan dan menghormati. Sungguh, Indonesia akan semakin indah. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf lahir dan batin.
*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009
Read More..
Ulat dan Pohon Mangga
Suatu kali, seekor ulat tampak kelaparan. Di depannya, tampak pohon mangga yang sedang menghijau dengan dedaunan segar. Ulat yang sedang kelaparan pun menghampiri pohon mangga tersebut, lalu segera memanjat untuk memakan dedaunan itu. “Hei ulat, sedang apa kamu?” tegur pohon mangga.
Ulat, saking laparnya, lupa meminta izin kepada pohon mangga. “Maaf, aku ke sini hanya ingin memakan sedikit dari bagian daunmu. Aku sangat lapar,” jawab ulat memelas.
“Asal kamu tahu saja ya. Di sini tanahnya tandus. Daun-daun yang ada di batangku ini tidak banyak. Kalau kamu makan di sini, lalu daunku banyak yang mati, bagaimana aku akan hidup kelak?” tolak pohon mangga dengan halus. “Dan, kalau sampai daun-daunku ini habis, maka aku tak akan bisa berbunga . Aku hanya akan jadi pohon tua tanpa bisa berbuah. Pemilik pohon akan menebangku.”
Ulat mengangguk, tanda mengerti kegelisahan pohon mangga. “Baiklah kalau kamu takut. Aku akan pergi, meskipun sebenarnya aku sudah tak kuat lagi. Aku benar-benar lapar dan butuh makan,” jawab ulat dengan nada berat. Terseok-seok, ia pun hendak pergi mencari makanan lain.
Melihat itu, pohon mangga merasa tidak tega. Ia pun akhirnya memanggil ulat kembali. “Wahai ulat, kalau kamu pergi dengan keadaan itu, kamu bisa mati. Aku pun tidak tega. Maka, makanlah daunku. Tapi, pastikan jangan sampai membuat aku mati. Makan seperlumu saja.”
Ulat pun sangat berterima kasih kepada pohon mangga karena ia bisa kembali makan. “Terima kasih, pohon mangga yang baik. Aku tidak akan melupakan jasamu. Aku berdoa, semoga hujan segera turun, sehingga membuat tanah kembali subur dan daunmu lebih lebat lagi,” ucap ulat dengan tulus.
Rupanya, doa si ulat dikabulkan. Tidak beberapa lama, mendung tampak memayungi bumi. Matahari yang tadi sangat terik, pelan-pelan tertutupi awan yang siap menumpahkan hujan. Angin yang bertiup pun segera membawa hawa sejuk yang diiringi rintik hujan. Pohon mangga bersorak kegirangan. Ia kembali mendapat kesejukan sehingga tanah tandus di sekitarnya kini menyediakan air yang berlimpah untuk membuatnya subur kembali.
Beberapa waktu kemudian, tampak pohon mangga makin menghijau dan rimbun daunnya. Tetapi, hingga beberapa lama, pohon mangga itu rupanya belum berbuah juga.
Suatu kali, ulat yang sudah cukup lama hidup dengan memakan daun pohon mangga, berubah menjadi kepompong. Pada saatnya kemudian, ulat menjadi kupu-kupu indah.
“Wahai pohon mangga temanku yang baik, kali ini tiba giliranku membantumu. Aku akan terbang mencari saripati mangga lain untuk aku bawa kemari. Semoga bisa membuatmu berbuah lebat, seperti keinginanmu.”
Begitulah, mereka saling membantu. Serbuk saripati mangga yang dibawa kupu-kupu setiap kali terbang, menjadikan pohon mangga memiliki buah ranum dan manis. Sang pemilik pohon itu pun makin menyayangi pohon mangga. Ia rutin memberikan pupuk tanaman terbaik. Kini, pohon mangga yang dulu tumbuh seadanya dan bahkan nyaris mati, bisa tumbuh subur berkat kebaikannya membantu sang ulat.
Keindahan saling tolong-menolong, tergambar jelas dalam kisah di atas. Perbuatan baik memang pasti akan mendapat balasan kebaikan.
Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini. Kita memang tidak pernah tahu, tidak pernah mengerti, mengenai timbal balik suatu kebaikan. Tapi, hampir selalu pasti, kebaikan itu akan membawa lebih banyak keberkahan. Kadang, datangnya pun tak kita duga-duga. Kadang di saat kesulitan, tiba-tiba ada saja yang membantu kita. Kadang, apa yang kita sebut sebagai “kebetulan” sebenarnya merupakan “buah” dari kebaikan yang dulu pernah kita lakukan.
Di sinilah, konteks keikhlasan dan ketulusan dalam membantu orang lain akan membawa keberkahan dan kebahagiaan. Mungkin tidak selalu “dibalas” secepat yang kita harapkan. Tetapi saat kita “melupakan”, bisa jadi berbagai kebaikan malah datang tanpa kita harapkan. Itulah Hukum Tuhan yang universal.
Karena itu, terus bawa dan tularkan kebaikan ke mana pun dan di mana pun kita berada. Mari berbagi dengan apa yang kita bisa. Baik tenaga, pikiran, waktu, atau materi. Semua itu akan menjadi “modal” sekaligus “tabungan” yang akan mengantarkan kita pada hidup penuh keberuntungan. Hidup penuh kelimpahan./Andrie Wongso
*sumber: andriewongso.com*
Read More..
Janganlah ISTI, karena Laki-Laki Sebagai Pemimpin Rumah Tangga
Ketika mendapati sebagian keluarga di Mesir sini, ternyata yang memegang tampuk kepemimpinan keluarga adalah seorang perempuan , walaupun itu tidak mutlak, artinya bisa saja itu tidak disepakati secara resmi, namun sangat sering penulis , mendapatkan seorang laki- laki ( suami ) merasa mlinder dan takut untuk berbicara kebenaran atau sekedar berbicara ataupun ketika memutuskan sesuatu yang sebetulnya menjadi wewenangnya ketika istrinya ada di depannya. Itu ternyata , setelah di teliti , walau secara sekilas, di dapatkan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah , karena seorang istri lebih kaya dari suaminya, sehingga dengan hartanya , dia leluasa untuk mengatur suami dan keluarganya. Atau sang istri terlalu cantik di banding suaminya yang biasa- biasa saja, sehingga sang suami selalu kawatir kalau istrinya yang cantik ini marah dan minta cerai. Ataupun sang istri tersebut, selain cantik, juga jauh lebih muda di banding suaminya yang sudah loyo dan lanjut usia. Faktor- faktor tersebut ternyata , sedikit banyak mempengaruhi kejiwaan relasi dan hubungan antara suami istri, sekaligus membuat suami merasa mlinder dan takut dengan istrinya. Ditambah kebodohan sang suami terhadap ajaran agamanya . Kasus tersebut , menunjukkan betapa telah terjadi pergeseran nilai di dalam masyarakat. Untuk meneliti lebih lanjut wewenang kepemimpinan dalam keluarga maupun di dalam masyarakat, apakah itu hak paten milik laki-laki ataupun perempuan, alangkah baiknya kita kutip dahulu
Firman Allah di dalam QS al- Nisa’ : 34 :
“ Kaum laki- laki itu adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka ( laki- Laki) atas sebagian yang lain ( wanita ) dan karena mereka menginfakkan sebagian harta mereka “
Sebab turun ayat :
Adalah sebagai tanggapan dari kasus Sa’ad bin Abi Robi’ yang memukul istrinya yang bernama Habibah binti Zaid, karena durhaka kepadanya, kemudian kasus ini di adukan kepada Nabi, lalu Nabi menyuruhnya untuk qishos. Kemudian turun ayat ini. [1]
Di sana ada sebab- sebab lain, tapi ini dianggap mewakili.
Ayat di atas secara jelas dan tegas menunjukan bahwa laki- laki adalah pemimpin bagi wanita. Dan Allah telah menciptakan laki-laki dalam bentuk pastor tubuh dan sifat- sifat yang bisa di jadikan bekal untuk menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan memerlukan pendayagunaan akal secara maksimal dan memutuhkan stamina tubuh yang kuat , khususnya di dalam menghadapi berbagai rintangan dan kendala, dan tatkala memecahkan berbagai problematika yang cukup rumit. . Dan dalam satu waktu , Allah adalah Dzat Yang Maha Adil , tidak mau mendholimi seseorang . Sehingga, dipilihlah laki- laki sebagai pemimpin rumahtangga dan pemimpin bagi kaum wanita secara umum. Karena tabi’at perempuan yang lemah lembut, mudah terbawa arus perasaan , yang mengandung dan menyususi , serta merawat anak, sangatlah tidak relevan untuk dibebani sebagai pemimpin bahtera rumah tangga yang begitu besar dan berat. Dari sini, sangatlah tepat ayat di atas .
Keterangan di atas, oleh sebagian orang di sebut nature, yaitu sebuah teori yang beranggapan perbedaan fungsi dan peran laki- laki dan perempuan disebabkan oleh perbedaan alamiyah, sebagaimana tercemin di dalam perbedaan anatomi biologi kedua makhluk tersebut. [2] Walaupun teori ini banyak di kritik , khususnya oleh Karl Marx, namun , menurut hemat penulis, masih menjadi pijakan alasan atau penafsiran yang paling sesuai di dalam membicarakan relasi gender, pembagian tugas , hak dan kewajiban antara laki- laki dan perempuan. Dan jumhur ulama , hingga sekarang masih menggunakan alasan di atas. Penolakan terhadap teori ini , di sebabkan kesalah pahaman bahwa perbedaan tugas identik dengan penindasan dan diskriminasi . Padahal al- Qur’an ketika membedakan tugas- tugas tersebut , tidaklah bermaksud untuk melakukan hal itu, dan bahkan kenyataannya setelah dipraktekan dengan syarat- syaratnya, maka penindasan dan diskriminasi yang di takutkan itu tidak pernah ada. Keterangan di bawah ini bisa menjelaskan masalah tersebut .
“ Qowwam “ menurut Imam Qurthubi artinya melakukan sesuatu dan bertanggung jawab terhadapnya dengan cara meniliti dan menjaganya dengan kesungguhan. Maka tanggung jawab laki-laki terhadap perempuan dalam batasan tersebut. Yaitu dengan mengurusi, mendidik dan menjaga dirumahnya dan melarangnya untuk keluar ( tanpa ada keperluan ) . [3]
Dari situ bisa dipahami bahwa kepemimpinan laki-laki terhadap wanita bukanlah kepimpinan otoriter, tapi lebih cenderung seperti kepemimpinan untuk memperbaiki dan meluruskan yang bengkok.
Walaupun begitu, kepimpinan laki-laki dalam rumah tangga adalah kepimpinan mutlak, sebagaimana para pemimpin negara terhadap rakyatnya, artinya dia berhak untuk memerintah , melarang mengurusi dan mendidik. Di situlah rahasia kenapa Al Qur’an menggunakan kata sifat ( al Rijal Qowwamuna ) [4]
Dalam satu sisi kepimpinan laki- laki terhadap perempuan bukan seperti kepemimpinan militer atau administrasi, yang menyuruh dan melarang tanpa diikut sertakan anggota rumahtanga. Akan tetapi kepemimpina tersebut lebih cenderung kepemimpina yang dijalankan melaui musyawarah , saling memamahami dan saling merelakan. [5]
Bahkan menurut Syekh Muhammad Ismail Muqoddim[6] , bahwa kepemimpinan laki- laki terhadap perempuan, bukan sekedar kekuasaan dan kediktatoran , akan tetapi sudah menjadi sebuah sistem. Sistem ini harus diterapkan oleh masyarakat, agar terjadi keserasian di dalam kehidupan ini. Sistem ini, mirip sistem yang dipakai dalam sebuah negara. Artinya kepimpinan cenderung ditetapkan demi sebuah keserasian dan keteraturan. Oleh karenanya, seorang muslim akan di katakan berdosa, kalau dia keluar dari sistem ini, walaupun dia lebih utama dari pemimpin negara. Begitu juga, seorang perempuan akan di katakan berdosa , jika ia keluar dari kepemimpinan laki- laki ini , walau secara dlhohir , dia mungkin lebih afdhol ( utama ) dalam beberapa segi. Dan inilah rahasia , kenapa al Qur’an tidak menggunakan kalimat “ ar Rijal Sadah ala Nisa ‘ “ Sadah berarti tuan.
Sangat menarik sekali apa yang di tulis oleh DR. Abdul Mun’im Sayid Hasan , ketika mengomentari ayat di atas. Beliau menyebutkan bahwa dalam ayat tersebut, Allah tidak menggunakan kata perintah , tetapi menggunkan metode pemberitahuan , yang mengandung perintah dan keharusan . Menurut beliau, metode ini menunjukkan bahwa masalah kepemimpinan dan tanggung jawab seorang suami dalam keluarga, seakan- akan sesuatu konsep yang sudah di sepakati oleh manusia, , bahkan kesepakatan ini , bisa di katakan sudah ada sebelum ayat tersebut diturunkan .[7] Pernyataan seperti ini , dikuatkan oleh J.C. Mosse, yang menyatakan bahwa pola relasi jender seperti yang diterangkan di dalam Al Qur’an tersebut , dimana laki-laki memegang tangguang jawab keluarga, mempunyai kemiripan di seluruh belahan bumi bagian utara, termasuk Eropa dan Amerika. Bahkan menurut konsep keluarga dalam tradisi Yunani dan Romawi, kepala rumah tanggapun di pegang oleh laki- laki . [8]
Untuk menafsirkan arti “ Qowamah “ yang lebihjelas lagi, Syekh Muhammad Madani justru mengaitkannya dengan lanjutan ayat yang berbunyi( bima fadolahu ba’dhohum ‘ala ba’dhin perempuan dalam ayat ini, bukan berarti laki- laki lebih super, lebih mulia dari perempuan, dan bahwa perempuan itu lebih lemah, lebih rendah dan berada di kelas kedua dari laki- laki. Akan tetapi artinya , bahwa laki- laki mempunyai ciri dan tugas tersendiri yang tidak di miliki oleh perempuan. Sebagaimana perbedaan antara anggota tubuh manusia itu sendiri, seperti tangan , kaki, mata, telinga, hidung dan mulut. Masing – masing dari anggota tubuh tadi mempunya fungsi dan kelebihan sendiri yang tidak di milki oleh anggota lain. [9] ) yaitu karena Allah memberikan kelebihan sebagian mereka ( laki- laki ) di atas sebagian yang lain ( wanita ) . Allah menyebutkan bahwa laki -laki merupakan bagian dari perempuan , begitupun sebaliknya.
Dr Ahmad Zain
* Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana , Fakultas Studi Islam, Universitas Al Azhar, Mesir.
[1] Qurtubi, op. cit. 5/110. Lihat pula Ibnu Katsir, op cit 1/503.
[2] DR. Nasaruddin Umar . op. cit. hlm 4
[3] Qurthubi, op.cit 5/111.
[4] Syekh Ali Shobuni., Rowai’l Bayan fi tafsiri ayatil ahkam , yang di nukil oleh Ishom bin Muhammad Syarif, Liman Qowamah fil Bait, Kairo : Darul Sofwah, 2003. Cet II. Hlm 31 .
[5] Ishom bin Muhammad Syarif , op cit hlm 52
[6] Ismail Muqoddim, op cit . 2/ 130.
[7] Ibid, hlm 48
[8] DR. Nasaruddin Umar.op.cit hlm 134
[9] Muh Madani. Op cit. hlm 104
Read More..
Selasa, 15 April 2014
Ibu: Jangan Lupa Salat
“Hari boleh kemana saja, asal jangan lupa salat ya.”
Kalimat itu yang paling saya ingat dari sosok wanita cantik yang saya panggil Mama. Ia selalu memberikan kesempatan untuk melakukan apa yang saya mau. Mau pergi ke mana saja, berteman dengan siapa saja. Ya, apapun itu.
Kemudian, jangan tanya seberapa cinta saya padanya. Sangat cinta. Itu jawabannya. Jangan pula ditanya seberapa dekat saat dengannya karena saya merasa dialah orang yang paling dekat selama ini.
Apapun yang saya alami dan rasakan selalu saya curahkan padanya. Dia pendengar yang baik. Dia pemberi motivasi yang sangat berpengaruh. Dia juga seorang sahabat yang selalu ada untuk saya.
Ya, saya tahu itu. Saya sadar semua itu. Namun, saya juga tak luput dari sikap mengecewakan. Sulit rasanya saya menceritakan semua tentang saya dan dia. Pernah suatu saat saya bertindak bodoh hingga bertengkar dengannya.
“Kalau Hari seperti ini, lebih baik keluar dari rumah,” teriak Mama pada saya saat itu.
Karena perasaan kesal, saya malah menjawab semuanya, “Ya, sudah. Hari pergi dari sini.”
Saya benar-benar pergi dari rumah. Selama tiga hari saya tak kembali. Saya malah menginap di rumah teman dan sama sekali tak menghubungi.
Umur saya yang baru tujuh belas tahun saat itu membuat saya tak bertahan lama. Saya merasa bersalah seiring uang dan pakaian yang habis tak bisa terpakai lagi. Sungguh apa jadinya saya tanpa seorang Mama. Tak bisa mengurus hidup sendiri walau saya seorang laki-laki. Semua terasa tak bisa terkendali. Entah jasmani entah rohani.
Seketika saya diam merenungi yang telah terjadi. Mengapa saya bisa melakukan hal yang sangat mengecewakan itu? Bahkan saya tak berpikir bahwa Mama bisa saja menangis mendengar anak pertamanya yang sangat dekat membentak dengan begitu kasarnya. Di tambah lagi malah memutuskan untuk meninggalkan rumah bukan meminta maaf.
Saya ingin kembali. Namun, selalu rasa bersalah dan pertanyaan, akan ditaruh dimana wajah pembangkang ini saat bertemu dengan Mama? Tak peduli, saya harus kembali dan memperbaiki segalanya. Saya tak bisa hidup tanpanya. Saya benar-benar tak terkendali tanpanya.
Akhirnya, saya pulang ke rumah dengan hampa dan rasa bersalah. Saya datang dan ternyata Mama masih tidak peduli dengan saya. Sampai keesokan harinya, tidak butuh waktu lama, Mama langsung memafkan kesalahan saya yang fatal itu. Saya benar-benar terharu. Malu. Sungguh, seorang Mama adalah malaikat yang tak pernah tega pada anaknya. Segalanya ia lakukan semata-mata demi seorang anak tercinta.
Itu hanya sedikit cerita saya dengan Mama. Sebuah kisah yang pernah saya alami. Sebuah cerita yang ternyata tak selalu saya jadikan pelajaran. Saya terus dan terus melakukan kesalahan yang bisa menyakiti hatinya.
Namun, Mama selalu memaafkan segalanya. Mama masih mendengarkan cerita saya. Mama masih mengingatkanku akan salat. Mama masih mengingat anaknya sepanjang doa. Mama masih terus menyayangi saya ketika kenakalan-kenakalan terus saya lakukan.
Saya benar-benar mencintainya. Lebih dari apapun. Kasihnya memang sepanjang masa. Tak akan pernah habis. Salah satu aktor Indonesia pernah berkata dalam sebuah acara, “Pilihan orang tua belum tentu pilihan anak. Tapi membahagiakan orang tua adalah sebuah pilihan yang wajib bagi anaknya.”
Kini, saya sudah mulai dewasa. Pikiran saya mulai terus bertanya, “Sampai kapan saya terus mengecewakannya, menyia-nyiakan kasih sayangnya? Mulai kapan saya berusaha menjadi orang yang dibanggakannya?” /Oleh: Hanif Hawari /Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Read More..
Diam Itu Emas (Diam Aktif)
K.H. Abdullah Gymnastiar
Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.
1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:
a. Diam Bodoh
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.
b. Diam Malas
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.
c. Diam Sombong
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.
d. Diam Khianat
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.
e. Diam Marah
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah.
f. Diam Utama (Diam Aktif)
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.
2. Keutaam Diam Aktif
a. Hemat Masalah
Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
b. Hemat dari Dosa
Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.
c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang
Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.
d. Lebih Bijak
Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.
e. Hikmah Akan Muncul
Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.
f. Lebih Berwibawa
Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:
1.Diam dari perkataan dusta
2.Diamdari perkataan sia-sia
3.Diam dari komentar spontan dan celetukan
4.Diam dari kata yang berlebihan
5.Diam dari keluh kesah
6.Diam dari niat riya dan ujub
7.Diam dari kata yang menyakiti
8.Diam dari sok tahu dan sok pintar
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga.
Read More..
Aku Tak Sanggup…
Pernahkah kalian berpikir mengapa Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan? Benarkah sesuatu yang kita miliki adalah hal yang kita butuhkan? Terpikirkah bahwa sesuatu yang dimiliki mempunyai masa?
Hal itu selalu terpikirkan olehku. Mengapa aku tidak seperti mereka? mengapa aku tidak sempurna? Aku iri dengan mereka, aku ingin merasakan kasih sayang seperti yang mereka rasakan, aku juga ingin bermanja dengannya. Aku ingin seperti mereka, memanggilnya dengan sebutan ‘Ayah’.
Seiring berjalannya waktu, hasrat itu ikut memudar. Aku mulai menyadari, Tuhan memang tidak mengabulkan keinginanku, tapi Ia memberikan sesuatu yang ku butuhkan. Seorang malaikat yang melindungiku melebihi seorang ayah, menjagaku melebihi seorang kakak, dan menyayangiku melebihi seorang adik.
Dia begitu kokoh, tampak tegar meski tau ia tak sanggup, berusaha kuat meski tidak tau caranya bertahan. Menunjukkan jalan meski ia pun tidak mengerti arah yang dituju. Mencoba optimis meski ia sendiri ragu. Dan berdiri tegak meski tau ia pun membutuhkan sandaran.
Dia selalu tau posisi ia berpijak, dan tau apa yang harus dilakukan. Ia mampu berjalan di depan, memberikan contoh terbaik untuk orang yang mengikuti di belakangnya. Ia juga mampu berjalan berdampingan, saling berpegang tangan dan tersenyum layaknya sahabat. Ia pun mampu berjalan di belakang, memberikan perlindungan untuk orang di depannya.
Selama belasan tahun ia berjuang seorang diri untuk hidup kami. Waktu pun terus berputar, kini usiaku delapan belas tahun, Keadaan telah menuntutku untuk dewasa dalam berpikir. Adikku, bukan lagi seorang bayi merah ketika Ayah meninggalkan kami, kini ia telah memasuki masa remaja.
Bagaimana dengan malaikatku? Ketika ia tidur tampak jelas kerutan di wajahnya tanda bahwa ia mulai lelah. Ketidak berdayaannya yang selalu ia sembunyikan untuk sekedar menunjukkan bahwa ia kuat, kini jelas keasliannya. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain memandanginya.
Waktu terus merenggut kebersamaan kami. Kesibukkan telah menyita waktu kami masing-masing. Hanya tersisa kenangan ketika kami bersama, tertawa, canda dan bahagia. Adikku kini asyik dengan masa remajanya, aku pun sibuk menata masa depanku. Sedangkan ia?? Menua seiring waktu.
Ucapan terima kasih tidak akan pernah cukup untuk membalas segala hal yang ku terima darinya. Tidak pernah ku izinkan ia bersedih, aku hanya ingin melihat kebahagiaannya, tangis harunya untuk menunjukkan kebahagian dirinya atas usahaku, sangat ku damba.
Akankah ku mampu mewujudkan hal itu? Bagaimana jika aku terlambat?
Bagaimana jika waktu berkata lain?
Aku selalu berusaha mengenyahkan pemikiran itu, terlalu takut untukku sekedar membayangkan hal itu terjadi. Aku tidak akan pernah sanggup menghadapi hal itu. Aku benci memikirkan akhir kebersamaan kami.
Memang aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan olehnya, aku pun tidak pernah memilih untuk menjadi anaknya, tapi jika aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku akan meminta posisiku yang sekarang.
Tidak pernah terbayangkan memiliki harta berharga sepertinya. Seorang yang selalu mengesampingkan kepentingannya demi kebahagiaan kami. Aku tidak pernah ingin berpisah darinya. Aku mampu berpisah dengan ayah, karena aku memilikinya. Tapi bagaimana jika ia meninggalkanku juga? Apa yang harus ku lakukan?
“Maafkanku yang selalu menusukkan pisau di hatimu, mengiris perasaanmu dengan ucapanku, maafkan segala ketidaksengajaanku yang membuatmu kecewa. Terima kasih untuk semua pelajaran yang kau berikan, terima kasih karena kau selalu berusaha kuat di hadapanku. Aku mohon, jangan pernah tinggalkan aku. Aku ingin kau terus berada di sampingku, menguatkanku dan berjalan bersamaku menuju tujuan kita. Malaikatku. Mama”./Oleh: Vicky Yunita Clara Wati (Mahasiswa Jurnalistik PNJ)
Read More..
Rabu, 27 November 2013
Hidup Sehat Tanpa Mengeluh
Pernah ada seorang ibu muda bersama suaminya yang sempat berbincang bersama saya. Ibu muda itu mengatakan sudah lama tidak bisa tidur. Cemas, gelisah dan bingung karena tidak bisa tidur, 'setiap malam saya berusaha tidur namun saya tetap tidak bisa tidur, saya gelisah, bangun, tidur lagi. Saya suka marah melihat suami yang tertidur pulas sementara saya tidak bisa tidur.' Sampai oleh dokter dia dikasih obat penenang agar bisa tidur. 'Rasanya saya tidak bisa tidur tanpa obat itu, padahal saya pengen melepaskan diri dari ketergantungan obat tidur itu.' tutur ibu muda itu dengan wajah kusut, muka terlihat cemas dan tegang dengan didampingi suami penuh kesetiaan mendengarkan istrinya bercerita.
Hampir setiap hari saya mendengar keluhan, setiap hari selalu ada orang yang mengeluh seolah tiada hari tanpa mengeluh bahkan ada yang memiliki kebiasaan berganti-ganti dokter dan semua dokter jawabannya sama, 'anda tidak ada kelainan, anda hanya banyak pikiran.' karena berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan semuanya normal sehingga dengan keluhan tiada habisnya membuat dirinya benar-benar sakit bahkan seluruh keluarganya ikut sakit, tanpa disadari oleh dirinya telah menyebarkan kebiasaan mengeluh sakit sehingga anaknya juga mengeluh dengan keadaan yang sama, merasa dirinya sakit.
Gangguan ini biasanya disebut dengan gangguan 'Somatoform' atau yang dikenal dengan 'psikosomatis.' Kalo tidak ditangani dengan baik maka penderita akan cemas, takut, tidak mampu dan hidupnya tidak berfungsi dengan baik, karena merasa selalu sakit, dikantor tidak banyak yang bisa ia perbuat, sering tidak masuk kantor, tidak tahu sakitnya apa karena tidak ada dokter yang bisa menyakinkan dirinya akan sakit yang dideritanya. Apakah hal ini merugikan? Tentunya saja hal ini merugikan selain merugikan diri sendiri, merugikan keluarga, tempatnya bekerja bahkan kecemasan dan ketakutannya menyebar kepada orang2 disekelilingnya dan masyarakat luas.
Lantas bagaimana untuk mengatasi bila anda mengalami hal seperti ini? Pertama, Berhentilah mengeluh. Bila anda mengalami peristiwa pada masa lalu yang membuat anda sakit hati, kecewa dan marah, biarkanlah itu berlalu. Upayakan untuk berhenti mengeluh kepada siapapun. Walaupun ada dorongan atau desakan ingin mengeluh bertahanlah, kalo bisa bertahan untuk tidak mengeluh itu berarti gangguan psikosomatis sudah dari setengahnya menurun. Kedua, Sebagai gantinya mengeluh gunakanlah berdzikir kepada Allah, untuk mengkonsentrasikan pikiran & curhatnya kepada Allah maka hati dan pikiran mampu dibersihkan dari segala kegelisahan, kecemasan dan kesedihan. Ketiga, berkumpullah dengan orang-orang yang berpikir positif sehingga anda mampu dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang positif dengan demikian anda mampu hidup sehat tanpa mengeluh.
Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat ALlah hati menjadi tenteram.' (QS. ar-Raad : 28).
---
Sahabatku aminkan doa ini mohon kepada Allah untuk kesehatan badan. "Allahumma afini fi badani. Allahumma afini fi sami. Allahumma afini fi bashari. Allahumma inni udzu bika minal kufri wal faqri. Allahumma inni udzu bika min adzabil qabri. La ilaha illa anta. Ya Allah, sehatkan lah badanku. Ya Allah, sehatkan lah pendengaranku. Ya Allah, sehatkan lah penglihatanku. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tiada Tuhan selain Engkau /By: Muhamad Agus Syafii
Read More..
Menyembuhkan Kepedihan
Tidak semua kehidupan keluarga sempurna, utuh dan langgeng. Adakalanya kenyataan pahit kehilangan orang yang kita cintai karena perceraian atau kematian terjadi tanpa bisa menghindarinya. Kehilangan sesuatu yang berarti dalam hidup kita tentunya menimbulkan kepedihan, apa lagi kehilangan seseorang yang kita cintai dan kita harapkan, bahkan seluruh hidup kita bergantung pada kehadirannya maka rasa duka yang mengiringi kepergiannya terasa amat berat dan tak terhapuskan. Setiap kenangan dan benda mengingatkan kita kepada orang yang kita cintai membuat luka hati menganga kembali dan rasa sakit menyayat, terasa begitu sangat perih. Sejauh mana kenangan itu tersimpan tergantung hubungan kita dengan orang yang pergi itu. Cinta yang mesra menimbulkan kenangan manis sedangkan hubungan yang penuh pertengkaran atau penghianatan menimbulkan kebencian yang membara dan setiap benda, tempat, orang dan masalah yang berkaitan dengan orang itu menimbulkan kenangan pahit.
Apa yang kita pernah alami entah itu baik ataupun buruk, manis ataupun pahit, tentu saja akan membuat kita menjadi teringat meski hal itu sudah berlangsung lama. Kenangan akan sesuatu adalah bagian memori kita yang cepat atau lambat akan berlalu karena perasaan apapun yang anda miliki boleh saja, bukan semata masalah itu benar atau salah. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana menyembuhkan kedukaan dan menggunakan kenangan yang terlintas dalam pikiran anda terhadap orang yang telah meninggalkan anda untuk hal-hal yang positif dan tidak merusak diri anda sendiri. Proses kedukaan yang terjadi setelah kehilangan adalah sebagai berikut.
Pertama, Penolakan. Kita cenderung menolak untuk mengakui perpisahan, perceraian atau kematian yang terjadi pada orang yang kita cintai. 'Tidak mungkin ini terjadi pada diriku, ini tidak mengganggu saya, kami hanya berpisah tempat.
Kedua, Marah. Menyalahkan diri sendiri, orang lain bahkan menyalahkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas kejadian yang menimpa dirinya. Marah membutuhkan sasaran. Marah adalah peraaan merupakan wujud reaktif dari kekecewaan.
Ketiga, Tawar menawar. Membuat keadaan sedemikian rupa sehingga tidak perlu menghadapi atau menerima kenyataan yang ada. Misalnya merasa diri sakit atau tidak berdaya sehingga orang lain memaklumi keadaan selanjutnya.
Keempat, depresi. Kurang tenaga untuk memulihkan keadaan, rasa bersalah, marah yang dipendam. 'Aku harus..' Dia seharusnya..' Kenapa mesti terjadi pada diriku seperti ini..'
Kelima, Menerima dengan ikhlas. Menerima dan mengakui kenyataan apa yang sebenarnya terjadi bahwa semua itu adalah ketetapan Allah yang harus dilalui dengan penuh syukur sekalipun hal itu pahit untuk dijalani dalam hidup. Sikap menerima dengan ikhlas inilah yang mampu menyembuhkan kedukaan.
Hendaknya dibedakan menerima dengan ikhlas dengan menyerah pasrah, menerima dengan ikhlas adalah menerima keadaan dengan bersedia mengakui kenyataan yang ada wujud kasih sayang Allah kepada kita, hal itu membuat kita menjadi tidak marah kepada siapapun dan apapun, mengatasi keadaan, berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan dan hambatan yang terjadi karena kehilangan tersebut. Sedangkan menyerah pasrah adalah menerima keadaan yang terjadi dengan perasaan terpaksa, putus asa, merasa tidak berdaya dan tidak berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan yang ada. Bersikap pasif dan masa bodoh, menerima nasib tanpa berjuang untuk memperbaikinya.
Setelah menerima dengan ikhlas yang terpenting mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa. Berdoa adalah curhat kepada Allah, dengan berdoa, anda mengurai perasaan luka dihati, ketidakberdayaan, kesedihan, kekecewaan, harapan dan menyerahkan diri secara total kepadaNya. demikian beban berat yang anda rasakan akan menjadi lebih ringan. Itulah sebabnya doa sangat menolong anda untuk menyembuhkan kepedihan karena Allah yang Maha Pengasih tidak akan pernah membiarkan anda berjalan dalam kesendirian dan kesepian. "Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dialah sebaik-baiknya pelindung. (QS. Ali Imran :173)
--
Sahabatku, aminkan doa ini memohon kepada Allah menghilangkan kepedihan hati kita menjadi bahagia. "Inna tawakaltu alal hayyil ladzi la yamutu, la hawla wala quwwata illa billahil aliyyil adhim. Sesungguhnya aku berserah diri kepada yang Maha Hidup yang takkan pernah mati. Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung."/By: Muhamad Agus Syafii
Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)